Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Bos CT Corp Soal Industri Digital: Orang Mau “Bakar” Uang untuk Dapat Data
11 Agustus 2018 12:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Pendiri CT Corp Chairul Tanjung. (Ananda Gabriel)
BANDUNG, bandungkiwari - Bos CT Corp Chairul Tanjung mengatakan, pegerakan revolusi industri khususnya bidang digital tak bisa dibendung lagi. Ini menjadi tantangan bagi penggerak usaha.
ADVERTISEMENT
"Semuanya mengarah pada internet of things. Mau informasi transaksi apa pun bisa dilakukan lewat smartphone," jelas Chairul Tanjung, dalam Seminar Nasional dan Kongres ISEI di Ballroom Trans Luxury Hotel Bandung, Jumat (10/8/2018).
Ia menyebutkan, pada generasi muda hambatan culture dan behavior hampir tidak terjadi kesulitan. Tinggal bagaimana menghadapi evolusi yang terjadi 5-10 tahun mendatang.
"Bicara soal produktivitas belum beres datang lagi soal revolusi digital. Ini merupakan era baru yang akan dihadapi," katanya.
Dulu, kata dia, aset pengusaha adalah berupa bangunan, tanah dan peralatan. "Sekarang ini the most valuable asset adalah data. Orang mau bakar uang untuk dapatkan data," tuturnya.
"Jadi bapak ibu sekalian naik gojek segala macam itu bukan berarti bapak ibu tidak disubsidi. Bapak ibu bayar di bawah ongkos sebenarnya. Tidak kurang tiap bulan gojek membakar uang 30 juta USD atau senilai RP 400 miliar untuk mendapatkan database," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Dari database tersebut, lanjut dia, perusahaan nanti mencoba membuat ekosistem lalu akan menguasai ekonomi.
Selain tantangan di era digital, hal yang ia soroti juga adalah soal otomasi industri. "Nah yang berikut kita lihat teknologi semakin murah tapi sumber daya manusia semakin mahal," ucap Chairul.
Ia mencontohkan, buruh di Karawang saat ini ber-UMR Rp 3,8 juta. Dengan rumus inflasi dan segala macamnya, maka 10 tahun kemudian UMR-nya diperkirakan Rp 15 juta. “Kalau sampai 15 juta orang mau pakai robot atau pakai manusia?" kata Chairul.
Menurut Chairul, hal ini adalah tantangan bagi semua pihak. "Ini adalah pekerjaan rumah kita ke depan yang sering kali kita lupa dan tidak memikirkan ini secara baik. Diperkirakan 5 juta pekerjaan akan hilang karena ada otomasi industri. Artinya ada masalah serius. Tapi kita juga harus move ke digitalisasi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Chairul Tanjung juga mengatakan saat ini produktivitas menjadi kata kunci dari yang namanya kemajuan sebuah bangsa. Tidak mungkin sebuah bangsa maju jika produktivitasnya rendah.
Ia memaparkan pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 2010-2014 dan 2014-2017.
"Kalau kita lihat pertumbuhan PDB 2010-2014 sebesar 5,7% dikontribusi produktivitas tenaga kerja 4,2% dan pertumbuhan tenaga kerja 1,5%. Sedangkan 2014-2017 pertumbuhan PDB 5% dikontribusi produktivitas tenaga kerja 3,2% dan penambahan tenaga kerja 1,8%. Kenapa bisa terjadi karena kontribusi sektor usaha informal terhadap PDB membesar," paparnya.
Artinya, kata dia, sektor informal saat ini bergeser jauh lebih besar. Mayoritas sektor informal pun banyak di pedesaan sehingga banyak mayoritas kontributornya dari sektor pertanian.
"Ternyata kalau kita lihat sektor informal dan formal, output yang dihasilkan signifikan sekali. Usaha formal pasti lebih besar produktivitasnya tapi output tenaga kerjanya juga jauh lebih signifikan. Mencapai 320 juta orang per tahun dibanding dengan 13 juta orang per tahun pada sektor informal," kata Chairul.
ADVERTISEMENT
Hal ini jelas memiliki implikasi serius pada perekonomian Indonesia.
"Jadi ini adalah sebuah keniscayaan, kita berharap ISEI bisa menghasilkan terobosan pemikiran yang bisa menyelesaikan masalah ini," harapnya. (Ananda Gabriel)