news-card-video
14 Ramadhan 1446 HJumat, 14 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner

Budayawan Sunda Tulis Surat untuk Almarhum Ging di Surga

29 Januari 2019 18:32 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Budayawan Sunda Tulis Surat untuk Almarhum Ging di Surga
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Budayawan Sunda, Hawe Setiawan, membacakan surat untuk Ging. (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Budayawan Hawe Setiawan menulis surat untuk almarhum Ging Ginanjar, seniman sekaligus jurnalis senior yang meninggal sepekan lalu. Surat ini ditulis dalam bahasa Sunda.
Bagaimana cara Hawe Setiawan menyampaikan surat kepada tokoh yang juga pejuang di masa Orde Baru itu? Surat ini dibacakan saat acara “Doa untuk Ging” di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, Minggu lalu (27/1/2019), dihadapan ratusan seniman, jurnalis, aktivis dan keluarga besar almarhum Ging.
Berikut bunyi surat yang ditulis dosen sastra Universitas Pasundan (Unpas) Bandung tersebut, yang terjemahan bebasnya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
Kepada pangersa, almukarom, kang raka, almarhum Ging Ginanjar Ra
Di surga
Assalamualaikum Wr., Wb.,
Apa kabar, sehat, Ging? Semoga selalu bahagia dan gembira. Lagi musim apa di situ? Kalau di sini, ya, beginilah lagi musim berisik, orang-orang saling bertengkar dan berdebat, terlalu banyak bicara, perang hoaks, membanggakan diri, tak mau mengalah, meresa diri jadi pendukung yang terbaik, merasa punya kandidat yang mumpuni. Katanya tahun politik. Tapi yang jelas mereka bertengkar sungguh berisik sekali.
ADVERTISEMENT
Pasti sangat berbeda dengan situasi di sana, Ging. Di alam baka sana yang sepi tenteram, tidak berisik dan menyejukkan mata dan hati.
Di hari kamu meninggalkan alam dunia yang berisik ini, sebenarnya saya merasa iri. Saya juga mau diayun ambing sama doa, diantar kasih sayang yang membukakan pintu surga. Bahagia sekali. Ratusan orang-orang yang melayat dari jauh maupun dekat. Mereka semua berdoa, semoga kamu bertemu jalan yang terang. Itu menjadi ciri dan bukti bahwa kamu adalah orang yang luar biasa dalam menjalin silaturahmi. Asli saya iri. Asli saya ingin seperti itu. Asli saya pengin hafal ilmunya, ilmu yang tak ada di buku maupun teori. Mungkin itulah penyebabnya mengapa saya merasa kehilangan. Kehilangan bukan karena kamu hilang begitu saja. Kehilangan karena terutama makin ke sini makin langka orang sepertimu, teladan dalam memelihara tali kebersamaan.
ADVERTISEMENT
Kamu adalah orang yang memegang teguh keyakinan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sambil membangun semangat kemanusiaan, bukan hanya di lingkungan terdekat, melainkan di luar negeri. Kamu orangnya merdeka dan pemberani berkelana ke dunia luar, melampaui pagar perbedaan buatan manusia. Dan itu kamu lakukan dengan penuh gembira.
Sulit melakukan seperti apa yang kamu lakukan itu. Sehingga langka sekali orang seperti dirimu. Itulah yang membuat saya curhat. Saya tidak akan panjang-panjang. Pokoknya tabik, salut.
Wasalam.
Si Hawe.
Demikian surat singkat Hawe Setiawan, yang isinya kontekstual dengan tahun politik di mana orang-orang bertengkar gara-gara berbeda pilihan politik nomor 1 atau nomor 2. Hawe ketika masih menjadi jurnalis merupakan rekan Ging. Kini Hawe selain mengajar juga aktif menulis sastra dalam bahasa Sunda, Indonesia, dan Inggris. (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT