Buruh Tuntut Pemprov Jabar Cabut Pergub 54 Tahun 2018

Konten Media Partner
27 September 2018 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Buruh Tuntut Pemprov Jabar Cabut Pergub 54 Tahun 2018
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menuntut Ridwan Kamil mencabut Peraturan Gubernur Nomor 54 Tahun 2018, di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung. (Arie Nugraha)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Sekitar 200 buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menuntut Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk mencabut Peraturan Gubernur Nomor 54 Tahun 2018. Aturan tentang tata cara penetapan dan pelaksanaan upah minimum daerah itu dinilai tidak transparan.
Ketua Dewan Pengurus Wilayah FSPMI Jawa Barat Sabilar Rosyad mengataka, seluruh rancangan peraturan tentang upah dirumuskan oleh para pengusaha yang tergabung di Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) di daerah Karawang usai Hari Lebaran lalu.
Selain itu kata Sabilar, ketidaktransparanan lainnya terlihat dari jarak waktu sosialisasi rancangan Pergub Nomor 54 Tahun 2018, dengan penetapkan berlakunya aturan hanya berselang sehari.
Ia mengatakan, pada 4 September 2018, Kadisnaker melakukan sosialisasi di Karawang tentang rapergub tersebut. Kadisnaker rapergub belum ditandatangani dan belum disahkan.
ADVERTISEMENT
“Tapi hari ini, kemarin saya lihat Pergub itu ditandatangani tanggal 4 September 2018, maka berdasarkan analisa saya Pergub ini disahkan oleh Pjs Gubernur pada waktu itu tanggal 4 September malam," kata Sabilar di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis (27/9/2018).
Sabilar memperkirakan keputusan disahkannya Pergub Nomor 54 Tahun 2018 disebabkan pada 5 September 2018, merupakan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat yang baru. Seharusnya kata Sabilar, draf rapergub itu diserahkan dahulu kepada Gubernur Ridwan Kamil untuk dipelajari.
Dengan terbitnya Pergub Nomor 54 Tahun 2018, dapat menghilangkan upah minimum sektoral kota (UMSK). Hal itu disebabkan dalam tata cara penetapannya dinilai sangat memberatkan.
"Apabila dalam satu daerah belum terbentuk asosiasi pengupahan sektor maka pengusaha artinya APINDO boleh berunding dengan serikat pekerja sektor dengan syarat mendapatkan suarat kuasa dari perusahaan - perusahaan. Pertanyaannya, maukah para pengusaha memberikan surat kuasa untuk merundingkan upah sektoral," ujar Sabilar.
ADVERTISEMENT
Sabilar menambahkan dari sisi jumlah perusahaan yang ada, diperkirakan tidak mungkin dilakukan permintaan surat kuasa untuk merundingkan upah sektoral di seluruh Jawa Barat. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa Pergub Nomor 54 Tahun 2018, merupakan dukungan penuh dewan pengupahan dan APINDO terhadap pengusaha serta tidak pro terhadap buruh.
Tudingan buruh itu disanggah oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat Ferry Sofwan Arief saat pertemuan dengan perwakilan buruh. Ferry mengaku adanya Pergub Nomor 54 Tahun 2018, bukan permintaan dari para pengusaha. Namun, proses rancangan Pergub tersebut telah melibatkan perwakilan dari federasi serikat buruh dan pemerintah daerah setempat.
"Sejak Oktober 2017, kami telah membahas masalah Pergub Nomor 54 tahun 2018 tentang upah minimum. Mari kita sama - sama, kita garap bersama - sama karena nantinya Gubernur dapat menentukan upah minimum dengan pengkajian bersama-sama tidak hanya dengan salah satu pihak saja. Mekanisme ini tahapannya dilaksanakan denga sebaik-baiknya," kata Ferry di Kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari penjelasan Kepala Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat, buruh kembali melakukan aksi penolakkan dilokasi berbeda yaitu di Kantor DPRD Jawa Barat. Penolakan terhadap Pergub Nomor 54 tahun 2018, disebabkan pula banyaknya pasal di dalmnya yang bertabrakan dengan Undang-undang Tenaga Kerja. (Arie Nugraha)