Deposito Provinsi Jabar di Bank BJB Dinilai tidak Wajar

Konten Media Partner
15 Juni 2018 10:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deposito Provinsi Jabar di Bank BJB Dinilai tidak Wajar
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Bank BJB di simpang Jalan Naripan-Braga, Bandung. (Foto: Iman Herdiana/Bandungkiwari.com)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Beyond Anti Corruption (BAC) dan Perkumpulan Inisiatif menelusuri deposito yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat terhadap dana APBD 2016-2017 di Bank BJB. Penelusuran ini mengungkap sejumlah kejanggalan.
Ketua BAC Dedi Haryadi mengatakan, kejanggalan tersebut berupa besaran nilai deposito dan nilai bunga yang diperoleh Pemprov Jabar pada periode tahun 2016 dan 2017.
Studi yang menggunakan data laporan keuangan Pemprov Jabar kepada Kementerian Keuangan menunjukkan, pada tahun 2016 rata-rata deposito yang disimpan di Bank BJB sebesar Rp 3,75 trilliun per bulan.
Deposito terbesar yang terjadi pada 2016 itu ada di bulan Juli yaitu Rp 6.7 trilliun, dengan bunga 26,8 persen. Terkecil terjadi di bulan Januari dan September, masing-masing Rp3,250 triliun dengan bunga 13,0 persen. Pada 2017, deposito terbesar terjadi pada bulan Mei Rp 6.8 triliun dengan bunga 27,2 persen. Terkecil terjadi pada bulan Desember Rp 1 triliun dengan bunga 4,0 persen.
ADVERTISEMENT
Dedi menyatakan, Pemprov Jabar mendapatkan tingkat suku bunga yang sangat tinggi untuk deposito yang disimpannya. Hasil perhitungan menunjukkan suku bunga yang diterima Pemprov Jabar berkisar 2,75% per bulan, lebih dari lima kali lipat suku bunga pasaran yaitu 0,05 persen.
“Pemberian tingkat bunga yang tidak wajar inilah yang kami pertanyakan,” kata Dedi, di Bandung, beberapa waktu lalu.
Memang model deposito sah jika dilakukan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). Namun, Dedi menduga pengelolaan deposito Pemprov Jabar dilakukan secara tertutup alias tidak transparan, sehingga membuka peluang terjadinya korupsi.
Baik BAC maupun Perkumpulan Inisiatif menduga pemberian bunga deposito yang tinggi ini rawan dengan praktik gratifikasi, suap, kick back, dan lain sebagainya. Terlebih, lanjut Dedi, dana Pemprov disimpan di Bank BJB di mana Pemprov Jabar merupakan salah satu pemegang sahamnya.
ADVERTISEMENT
“Sehingga potensi adanya konflik kepentingan cukup kuat terjadi di kasus ini,” katanya.
Sekjen Inisiatif Donny Setiawan menambahkan, temuan studi ini juga menunjukkan dugaan kebohongan publik yang dilakukan Pemprov Jabar. Berdasarkan penelusuran BAC dan Inisiatif, selama ini Pemprov Jabar mengklaim jumlah deposito perbulan hanya berkisar antara Rp 1,5 trilliun-Rp 2 trilliun saja.
“Selama ini Pemprov mengakui bila uang yang didepositokan hanya berupa sisa anggaran saja. Studi ini menunjukkan bila hal tersebut tidak benar,” kata Donny.
Praktik penyimpanan deposito oleh pemerintah daerah memang diperbolehkan dan diatur Peraturan Menteri Keuangan No.53/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No.3/PMK.05/2014 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum.
Namun, lanjut Donny, untuk kasus Jabar kejanggalan terlihat dari besaran bunga yang diperoleh Pemprov. Studi memperlihatkan Pemprov Jabar memperoleh bunga senilai Rp 1,035 triliun di 2017.
ADVERTISEMENT
Jika dihitung dengan menggunakan tingkat suku bunga pasaran, sebesar 0,5% per bulan, seharusnya nilai bunga yang diperoleh adalah Rp 190,4 miliar, bukan Rp 1,035 triliun. “Artinya ada selisih sekitar Rp 844,6 miliar akibat perbedaan nilai suku bunga,” paparnya.
Atas temuan tersebut, BAC dan Perkumpulan Inisiatif melaporkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis 31 Mei 2018. Laporan ini diterima KPK dengan tanda bukti penerimaan bernomor agenda: 2018-05-000114 dan nomor informasi: 96790. (Iman Herdiana)