Konten Media Partner

Doel Sumbang, Mbak Iie Hingga Budi Dalton Kritik RUU Permusikan

6 Februari 2019 9:54 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trie Utami atau Mba Iie dan Doel Sumbang di acara talkshow "Ngobat" di Kantin Panas Dalam, Bandung. (Ananda Gabriel)
zoom-in-whitePerbesar
Trie Utami atau Mba Iie dan Doel Sumbang di acara talkshow "Ngobat" di Kantin Panas Dalam, Bandung. (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BANDUNG, bandungkiwari – Sejumlah musisi Bandung mulai dari Doel Sumbang, Trie Utami alias Mba Iie, sampai Budi Dalton mengkritisi Rancangan Undang Undang (RUU) Permusikan. Mereka mempertanyakan apa tujuan regulasi yang mengatur seniman tersebut. Musikus Doel Sumbang bahkan meminta RUU tersebut harus ditinjau ulang. "Tadi pagi saya baca sebanyak 11 lembar. Kalau saya bukan berarti menolak seratus persen, tapi harus ditinjau lagi," tandas musikus pop Sunda ini, di sela talkshow bertajuk "Ngobat" di Kantin Nation Panas Dalam, Jalan Ambon, Bandung, Senin (4/2/2019) malam. Doel berharap, anggota dewan tidak buru-buru meneken RUU Permusikan. "Harus dijelaskan batasan-batasannya apa. Saya harapannya tidak menolak seratus persen tapi ada yang harus direvisi. Jangan cepat diteken," ujarnya. Penyanyi sekaligus pencipta lagu, Trie Utami, juga mempertanyakan tujuan RUU Permusikan. Jika RUU Permusikan dibikin untuk kesejahteraan musisi, hal itu tentu positif. “Tapi kalau bicara konteksnya kita telusuri dulu. RUU ini kan ada kronologinya, itu harus dicermati. Bagaimana dari sebuah aspirasi dikumpulkan, ditulis, dicatat kemudian perjalanan selanjutnya aspirasi diolah oleh siapa itu harus jelas. Setelah itu harus ada kajian dulu," kata Mba Iie. Ia menilai, penggunaan diksi pada isi dari RUU masih bias. Sedangkan Undang Undang haruslah berlaku umum sehingga tidak bisa multi tafsir. Misalnya pada pasal 5 yang berbunyi, "Dalam proses kreasi musisi dilarang mendorong khalayak melakukan kekerasan serta melawan hukum, dilarang membuat konten pornografi, dilarang memprovokasi pertentangan antarkelompok, dilarang menodai agama, dilarang membawa pengaruh negatif budaya asing dan dilarang merendahkan harkat serta martabat manusia." "Membawa pengaruh budaya asing misalnya, kalimat ini harus jelas mana yang asing mana yang tidak. Gitar saja sudah budaya asing," ucapnya. Iie juga mengkritisi adanya ketentuan pidana dari pasal 5 yang diatur dalam Pasal 50. "Ini bicara Undang Undang, bukan surat menyurat. Kalau kita terkait pada diksi yang tidak jelas, hati-hati kalau RUU ini lolos kita wassalam," ujarnya. "Sekali lagi, bukan soal lebay atau pranoid. Tetapi mari kita teliti hal-hal yang sifatnya mengacu pada kepentingan orang banyak," tambahnya. Iie juga menilai RUU Permusikan memuat sejumlah pasal yang tumpang tindih dengan UU lain seperti UU Pemajuan Kebudayaan. "Jangan lupa buat teman semua, Desember kemarin sudah dilaksanakan kongres kebudayaan. Kongres itu didasari adanya UU pemajuan budaya Indonesia. Kita memasuki tahap kesadaran mesti ada langkah kongkrit segala sesuatu terkait kebudayaan lokal dan akan dilindungi negara. Setiap UU yang terkait pemajuan budaya sebaiknya mengacu pada payung budaya yang mengacu ada kongres pemajuan budaya Indonesia. Tapi pada saat melihat RUU Permusikan malah berlawanan," ungkapnya. Sementara Budi Dalton yang turut pada acara Deklarasi Konferensi Musik Nasional di Ambon pada Desember lalu mengatakan, terdapat 12 poin yang dimunculkan dalam acara tersebut. "Saya ikut acara kongres di Ambon. Dari sana menghasilkan 12 poin yang menurut saya tidak ada korelasinya dengan RUU Permusikan terutama pasal 5. Kalau RUU Permusikan ini dari konferensi musik di Ambon, korelasinya tidak nyambung," ujarnya. (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT