Fenomena El Nino Diprediksi Bakal Perpanjang Musim Kemarau Tahun Ini

Konten Media Partner
5 Agustus 2018 20:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fenomena El Nino Diprediksi Bakal Perpanjang Musim Kemarau Tahun Ini
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ilustrasi musim. (Foto: Iman Herdiana/Bandungkiwari)
BANDUNG, bandungkiwari – Bulan Agustus 2018 ini dinyatakan sebagai puncak musim kemarau. Awal musim kemarau sendiri sudah terjadi sejak Juni 2018.
ADVERTISEMENT
Anggota tim variabilitas iklim 2018 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (PSTA LAPAN), Erma Yulihastin, menyatakan musim kemarau terlihat dari aspek angin Monsun dari arah timur atau tenggara yang sudah seragam (homogen) terjadi di selatan Indonesia.
Erma menjelaskan selain angin Monsun, tingkat suhu dan aspek kekeringan di udara serta liputan awannya mennguatkan prakiraan puncak musim kemarau yang terjadi saat ini.
"Biasanya puncak kemarau itu akan terjadi di bulan Agustus dan akan berakhir di bulan Oktober normalnya, kemudian November sudah berganti arah angin sudah berubah dari angin timuran menjadi baratan hingga menjadikan tanda-tanda sinyal datangnya musim hujan. Nah jadi kita perlu memantau terus ini, seperti apa perubahan anginnya kalau dari secara umum seperti itu," kata Erma Yulihastin melalui telepon, Minggu (5/8/2018).
ADVERTISEMENT
Erma melanjutkan, sekarang ini di Samudera Pasifik sedang terjadi dua gangguan anomali cuaca yaitu berpeluang El Nino dan La Nina. Erma menyebutkan kemungkinan terjadinya gangguan El Nino dan La Nina terus meningkat sebesar 65 persen.
El Nino diperkirakan akan terjadi pada September, Oktober dan November 2018. Hal itu berdasarkan penelitian internasional yang diterbitkan oleh Universitas Columbia.
Dikuatkan pula oleh pemantau cuaca Australia yang memperlihatkan dari delapan model pemantauan pemanasan global, lima model pemantauan global cuaca di antaranya menunjukkan akan terjadinya anomali cuaca El Nino pada tiga bulan menuju penghujung tahun 2018.
Tetapi, kata Erma, model otoritas pemantau cuaca Australia sendiri disebutkan normal. "Sedangkan lima model pemantau cuaca global diantaranya dari Amerika dan Inggris memperkirakan adanya El Nino di September, Oktober dan November. Ini jadi masalah kalau El Nino ke wilayah kita," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Prakiraan terjadinya El Nino tersebut berdampak panjangnya musim kemarau di Indonesia yang memicu di antaranya musim kekeringan dan asap kebakaran hutan yang sulit dipadamkan.
Pemerintah Indonesia diharapkan harus mengantisipasi akan dampak kondisi cuaca global tersebut.
LAPAN memperkirakan pada November 2018, musim kemarau akan terus berlanjut akibat adanya anomali El Nino. Namun perkembangan cuaca tersebut akan dipantau kembali pada bulan September 2018 kemungkinan perubahan kondisi cuaca.
Untuk diketahui, El Nino ditadai dengan kenaikan suhu di samudera. Sedangkan La Nina biasa ditandai adanya suhu yang rendah di samudera. (Arie Nugraha)