Foto: Peringatan Hari Satwa Internasional Bersama Sugih dan Beuti

Konten Media Partner
5 Oktober 2019 10:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peringatan Hari Satwa Internasional di Bandung Zoological Garden (Bazoga). (Foto-foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
zoom-in-whitePerbesar
Peringatan Hari Satwa Internasional di Bandung Zoological Garden (Bazoga). (Foto-foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Siang itu Jumat (5/10) di Bandung Zoological Garden (Bazoga) sepasang Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas), menarik perhatian para fotografer. Di sela akar pepohonan yang rindang, sepasang Macan Tutul Jawa menikmati sore berpijar larik emas.
ADVERTISEMENT
Sore itu mungkin tidak banyak orang tahu jika 4 Oktober masyarakat dunia memperingati Hari Satwa Internasional. Sebuah peringatan untuk mewacanakan bagaimana pelestarian satwa agar tetap lestari dan terjaga.
Salah satu satwa yang terancam punah tersebut adalah Macan Tutul Jawa. Dalam Konferensi yang digelar Forum Konservasi Macan Tutul Jawa (Formata) belum lama ini dihasilkan keputusan agar lembaga konservasi yang memiliki Macan Tutul Jawa, wajib melestarikan dan menjaganya dengan baik.
Seperti dilakukan Bazoga yang telah berusaha mengawinkan Macan Tutul Jawa koleksinya yang terdiri dari dua jantan, satu betina yang telah ditangkar sejak 2009.
Dua ekor Macan Tutul Jawa diberi nama Sugih berumur 16-17 tahun dari Desa Sugihmukti, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung dan Beuti berumur 14-15 tahun dari Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis. Sementara betina diberi nama Maya berumur 19-20 tahun dari Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung.
Meski memiliki tiga ekor Macan Tutul Jawa, bukan berarti hal yang mudah untuk mengembangbiakkan satwa tersebut.
ADVERTISEMENT
"Sudah hampir 10 tahun menyatukannya. Namun belum menghasilkan keturunan. Pernah satu kali hamil, tapi keguguran" ucap Head Keeper Asep Heri.
Bah Heri demikian panggilannya, berharap proses perkawinan mampu melestarikan keberadaan Macan Tutul Jawa. Sehingga kelak mampu menjaga keberlangsungan satwa yang hampir punah ini.
Namun di sisi lain Macan Tutul Jawa betina terkendala umur yang tua, jauh dengan dua jantan lain yang masih produktif untuk menghasilkan keturunan.
"Kendala lain Macan tidak bisa langsung disatukan. Harus ada proses adaptasi untuk bisa dijadikan pasangan" ucapnya lagi.
Mengetahui kondisi yang seperti itu, Bah Heri mengajak semua lapisan masyarakat untuk menjaga keberlangsungan hutan. Hal tersebut tiada lain demi menjaga mangsa untuk Macan Tutul Jawa tidak habis, yang akan berimbas Macan masuk ke pedesaan.
"Masyarakat, hentikan berburu Macan," tegas Bah Heri yang sudah tujuh kali menangani Macan Tutul Jawa yang merambah ke pemukiman.
ADVERTISEMENT
Sementara itu di alam liar sekitar 50 persen Macan Tutul Jawa hidup di hutan konservasi atau hutan milik Perhutani yang rentan terhadap konflik dengan manusia.
Jika terus terjadi pengrusakan alam dan perburuan tentunya Macan Tutul Jawa hanya akan menjadi cerita untuk generasi yang akan datang.
Percakapan mulai kehilangan fokus saat tubuh gemulai Macan Tutul Jawa bergerak. Mereka bercengkrama di dalam kandang dengan kekhasan suara dan taring mengkilat yang siap mengoyak senja. (Agus Bebeng)