Konten Media Partner

Foto: Putu Wijaya Hadirkan "Bertolak dari yang Ada" di YPK Bandung

2 Maret 2019 9:26 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Naestro Indonesia, Putu Wijaya, dalam pembukaan pameran "Bertolak Dari Yang Ada" di Gedung YPK, Jalan Naripan, Bandung. (Foto-foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
zoom-in-whitePerbesar
Naestro Indonesia, Putu Wijaya, dalam pembukaan pameran "Bertolak Dari Yang Ada" di Gedung YPK, Jalan Naripan, Bandung. (Foto-foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Wajah maestro seni Indonesia, Putu Wijaya, kuyup diguyur hujan Jumat (1/3) malam. Namun kalimat tegas "Bertolak Dari Yang Ada", seolah menawarkan keberanian pengunjung untuk melarungkan tubuh dan pikiran dengan kekaryaan seorang Putu Wijaya yang dipamerkan di Gedung YPK/PPK, Jalan Naripan, Bandung.
ADVERTISEMENT
Malam itu Institut Nalar Jatinangor dan Second House menyelenggarakan pembukaan acara bertajuk Putu Wijaya: Bertolak dari yang Ada.
Sebuah perhelatan yang menghadirkan, pameran lukisan, arsip, poster pementasan, pertunjukan teater dan seminar itu mengeksplorasi beragam pemikiran dari Putu Wijaya yang telah mendarmabaktikan dirinya di dunia seni selama 74 tahun.
Acara yang didatangi sejumlah seniman, penulis, jurnalis dan sejumlah mahasiswa ini dibuka dengan aksi melukis dan orasi Tisna Sanjaya bersinergi bersama seni Reak Tibelat. Tidak tertinggal aktor ternama Indonesia, Rahman Sabur menyuguhi pengunjung dengan payung hitam dan topeng kelam.
Dalam sambutannya Ketua Pelaksana Mona Sylvia menyoroti kondisi perpolitikan Indonesia yang mengakibatkan rakyat terbagi menjadi pihak yang berhadapan atas nama kebaikan dan masa depan.
ADVERTISEMENT
"Di tengah kondisi itu 'Bertolak Dari Yang Ada' karya Putu Wijaya terasa membangun sebuah ruang pintu dan jendelanya terbuka mengundang siapapun untuk datang, saling bersapa, saling berbincang hingga pandangan yang beku dan membekukan yang menegakkan dinding-dinding akan mencair," ucapnya.
Lebih lanjut Mona menjelaskan tentang suhu politik Indonesia yang panas mengantarkan kemungkinan revolusi mental yang memungkinkan rakyat bersatu dalam gotong royong menuju Indonésia yang merupakan satu rumah semua warganya.
Sementara itu menurut Koordinator Acara dan Pameran Hikmat Gumelar, semua acara diadakan dengan formula berkesenian 'Bertolak Dari Yang Ada'. Putu Wijaya mampu mengeksplorasi apa yang ada di dalam dirinya dan lingkungan sekitar dengan optimal.
"Cara pandangnya yang unik. Imajinasinya yang liar, dan bahasanya yang menggedor persepsi dengan cepat dan penuh energi, membuat karya-karya Putu Wijaya potensial merevolusi mental para apresiatornya," ujar Hikmat.
Konsistensi Putu Wijaya dalam kesenian tentu tidak bisa dipungkiri. Hal tersebut membuat Presiden Joko Widodo pada hari terakhir Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI), Minggu 9 Desember 2018, memberikan penghargaan kebudayaan kepada Putu Wijaya.
ADVERTISEMENT
Dalam pembukaan acara tersebut, sang bintang yang bersinar; Putu Wijaya didaulat untuk berbicara. Dirinya pun menjelaskan kondisi tubuh yang mengalami sakit, sehingga tidak bisa bergerak.
"Saya tidak terima dengan keadaan dan ingin berontak. Tapi apabila saya melakukan itu akan merusak keadaan, orang-orang yang menjaga saya tambah berat. Jadi yang paling bagus adalah menikmati apa yang ada pada saya," ungkapnya.
Putu pun kemudian memaparkan persoalan yang dialaminya saat sakit sampai akhirnya dia kembali teringat apa yang telah dialami pada waktu lalu.
"Bertolak Dari Yang Ada, saya ingin mengatakan bukan pasrah, bukan menyerah, dan bukan seadanya. Bertolak Dari Yang Ada adalah menerima apa yang ada dalam cermin. Apa yang ada itu kemudian mendorong kita untuk bekerja, mencari, berkreasi, dengan kreatifitas tidak ada yang tidak mungkin," ungkap Putu yang selalu mengajak pengunjung agar tidak terjebak dengan keterbatasan dalam hal apapun.
ADVERTISEMENT
Uraian Putu wijaya yang panjang lebar penuh pilosopi dan motivasi itu mengajak pengunjung untuk memaknai Hidup lebih berarti dan mampu menerima kondisi apapun.
Seremoni acara yang dikhidmati dengan pemotongan tumpeng oleh maestro pelukis Indonesia Jeihan Sukmantoro tersebut memersilahkan pengunjung untuk menyaksikan pameran lukisan bertajuk “Menghadirkan yang Meminta Ada”.
Pada kesempatan melihat karya Putu Wijaya, Jeihan mengatakan jika Putu bukan dari akademisi resmi senirupa tapi dia dari sastra tetapi dirinya melihat karya Putu memiliki kekaryaan yang luar biasa.
Menurutnya Putu ikut meramaikan khasanah senirupa Indonesia dan penuh makna. Jeihan berharap para calon pelukis muda bisa melihat karya Putu.
"Jangan terpaku pada latar belakang pendidikan banyak seniman hebat yang otodidak. Yang penting niat dan semangat. Itu modal penting berkarya," tegasnya.
Selain pameran acara yang bertajuk “Menghadirkan yang Meminta akan diisi pula dengan pameran dokumentasi “Stasiun-Stasiun Putu Wijaya”. Seminar “Mengaji Kreativitas Putu Wijaya” dengan pembicara Lina Meilinawati, Herry Dim, Putu Fajar Arcana, dan Asep Salahudian. Kemudian diisi pementasan “Peace” dan “Perempuan Sejati” dengan pemain antara lain Taksu, Putu Wijaya, Dewi Pramunawati dan Jais Darga.
ADVERTISEMENT
Tentunya jika anda hendak berlibur di Bandung, atawa urang Bandung yang bingung dengan 'keterbasan' gelaran acara ini mampu menjadi alternatif ruang tamasya rasa, sekaligus memantik sisi kesenimanan yang tersembunyi.
Siapa tahu sejatinya sisi kesenimanan anda menunggu untuk dibuka katupnya. (Agus Bebeng)