Mantan Gubernur Jabar Dilaporkan ke KPK Terkait Deposito

Konten Media Partner
15 Juni 2018 9:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Gubernur Jabar Dilaporkan ke KPK Terkait Deposito
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Gedung KPK. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
BANDUNG, bandungkiwari Beyond Anti Corruption (BAC) dan Perkumpulan Inisiatif melaporkan mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini terkait dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan deposito Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) di bank BJB.
ADVERTISEMENT
Ketua Beyond Anti Corruption (BAC) Dedi Haryadi menyatakan, laporan yang dilakukan Kamis (31/5) lalu itu telah diterima oleh KPK dengan tanda bukti penerimaan bernomor agenda: 2018-05-000114 dan nomor informasi: 96790.
“Hasil studi BAC dan Inisiatif menemukan adanya kejanggalan besaran nilai deposito dan nilai bunga yang diperoleh Pemprov Jabar pada periode tahun 2016 dan 2017,” kata Dedi Haryadi, melalui siaran pers yang diterima Bandungkiwari.com.
Studi yang dilakukan menggunakan data laporan keuangan Pemprov Jabar kepada Kementerian Keuangan. Ditemukan pada tahun 2016 rata-rata deposito yang disimpan di Bank BJB sebesar Rp 3,75 trilliun per bulan. Adapun, penyimpananan deposito terbesar terjadi di bulan Juli yaitu Rp 6,7 trilliun.
Sekjen Inisiatif Donny Setiawan mengatakan, temuan studi ini menunjukkan dugaan kebohongan publik yang dilakukan Pemprov Jabar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelusuran BAC dan Inisiatif, selama ini Pemprov Jabar mengklaim jumlah deposito perbulan hanya berkisar antara Rp 1,5 trilliun-Rp 2 trilliun saja.
“Selama ini Pemprov mengakui bila uang yang didepositokan hanya berupa sisa anggaran saja. Studi ini menunjukkan bila hal tersebut tidak benar,” kata Donny.
Praktik penyimpanan deposito oleh pemerintah daerah memang diperbolehkan dan diatur Peraturan Menteri Keuangan No.53/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No.3/PMK.05/2014 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum.
Namun, lanjut Donny, untuk kasus Jabar kejanggalan terlihat dari besaran bunga yang diperoleh Pemprov. Studi memperlihatkan Pemprov Jabar memperoleh bunga senilai Rp 1,035 triliun di 2017.
“Berdasarkan hitungan yang dilakukan oleh BAC dan Inisiatif dengan menggunakan tingkat suku bunga pasaran, sebesar 0,5% per bulan, seharusnya nilai bunga yang diperoleh adalah Rp 190,4 miliar. Artinya ada selisih sekitar Rp 844,6 miliar akibat perbedaan nilai suku bunga,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Dedi Haryadi menambahkan, Pemprov Jabar mendapatkan tingkat suku bunga yang sangat tinggi untuk deposito yang disimpan. Hasil perhitungan menunjukkan suku bunga yang diterima Pemprov Jabar berkisar 2,75% per bulan, lebih dari lima kali lipat suku bunga pasaran.
Pemberian tingkat bunga yang tidak wajar inilah yang dipertanyakan oleh BAC dan Inisiatif. Kedua organisasi ini menduga pemberian bunga yang tinggi ini rawan dengan praktik gratifikasi, suap, kick back, dan lain sebagainya.
Terlebih, lanjut Dedi, dana Pemprov disimpan di Bank BJB di mana Pemprov Jabar merupakan salah satu shareholder-nya. Sehingga potensi adanya konflik kepentingan cukup kuat terjadi di kasus ini.
“Untuk itu, BAC dan Inisiatif meminta KPK menyelidiki lebih jauh kasus ini,” katanya.
ADVERTISEMENT
Terkait alasan di balik penyebutan jabatan Gubernur secara khusus dalam laporannya ke KPK, ia menjelaskan hal itu tidak terlepas dari pentingnya peran Gubernur dalam proses penyimpanan deposito Pemprov.
Permenkeu No.53/PMK.05/2017 secara jelas menyebutkan bila Kepala Daerah memiliki peranan dalam menentukan besaran nominal deposito, jangka waktu beserta bank yang ditunjuk.
“Oleh karena itu Gubernur merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab bila ada pelanggaran hukum dalam pengelolaan deposito di Provinsi Jawa Barat,” kata Dedi. (Iman Herdiana)