Jalan Berliku Berantas Pinjol Ilegal

Konten Media Partner
16 Januari 2020 18:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi (Sumber: Pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (Sumber: Pixabay.com)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Ribuan orang mengaku menjadi korban aplikasi pinjaman online (pinjol). Mereka terjerat utang dengan bunga dan denda yang tinggi. Kondisi mereka diperparah dengan aksi intimidasi, teror, persekusi, dan penyalahgunaan data oleh penyelenggara aplikasi pinjol. Tercatat sebanyak 3 orang nasabah aplikasi pinjol bunuh diri selama 2019.
ADVERTISEMENT
“Banyak nasabah yang shock, belum ditambah cercaan sama makian orang-orang di sekitarnya, makanya sampai ada yang bunuh diri,” ujar Ketua Posko Pelayanan Bantuan Korban Pinjol, Elliswida saat dihubungi bandungkiwari.com, Sabtu (11/1).
Korban pinjol yang datang ke posko, kata Elliswida, membawa bemacam alasan. Ada yang dengan kondisi utang sedemikian banyak, ada yang datang sambil menangis, hingga yang mencoba bunuh diri dua kali. Ada pula yang sudah bercerai dengan pasangan, ada yang dipecat, dan yang akan menjual ginjalnya. “Pokoknya macam-macam, baik yang datang langsung ke kantor maupun yang direct message dan Whatsapp,” katanya.
Sejak berdiri 2017, posko telah menerima pengaduan dari 5000 lebih nasabah. Mereka mengeluh tak mampu membayar utang yang membengkak dan mendapat teror, intimidasi, serta persekusi dari penagih. Korban kebanyakan dari Jawa Barat, tapi ada juga dari Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lain.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, sebagian besar korban terjerat aplikasi pinjol ilegal atau tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kalau yang ilegal kita gimana mau bantu masalahnya. Kantor mereka aja gak jelas, contact center juga gak jelas,” ujar dia.
Keberadaan aplikasi pinjol ilegal sudah terendus oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) yang dibentuk OJK pada Juni 2016. Bahkan, SWI berhasil mendata aplikasi pinjol ilegal yang beroperasi di Indonesia. Jumlahnya mencapai ribuan aplikasi.
“Tercatat fintech lending (teknologi finansial pinjaman/pinjaman online) saat ini jumlahnya mencapai 1.898 aplikasi. Nah, ini yang sangat membahayakan masyarakat,” kata Ketua SWI, Tongam Lumban Tobing kepada bandungkiwari.com, Jumat (10/1).
Disebut membahayakan lantaran aplikasi pinjol ilegal ini dalam praktiknya melakukan tindakan kriminal. Selain membahayakan masyarakat, menurut Tongam, pinjol ilegal pun merugikan negara. Karena mereka tidak terdaftar melakukan kegiatan di Indonesia sehingga tidak diketahui berapa keuntungan yang didapat. Ini artinya, negara kehilangan potensi penerimaan pajak.
ADVERTISEMENT
“Kita tidak punya laporan sehingga tidak mengetahui data-data nasabah yang riil dan jumlah dana yang disalurkan di Indonesia. Kita tidak dapat secara pasti,” ujar Tongam.
Tongam menyakini terjadi praktik pencucian uang di aplikasi pinjol ilegal. Ia menduga uang yang disalurkan di Indonesia bersumber dari praktik pencucian uang di Rusia, Cina, India, Singapura, dan Malaysia. “Pasti ada (praktik pencucian uang) karena mereka melakukan kegiatan secara gelap,” kata Tongam.
Karena itu Tongam mengimbau agar masyarakat tidak berhutang ke aplikasi pinjol ilegal. Ciri-cirinya, lanjut Tongam, tidak terdaftar di OJK dan tidak diketahui identitas dan alamat kantornya. Aplikasi pinjol ilegal biasanya memberikan pinjaman dengan cepat dan mudah, tapi bunga, biaya, dan dendanya tinggi.
“Minjam satu juta rupiah dikasih hanya 600 ribu rupiah. Kemudian, selalu meminta izin mengakses kontak dan data-data di handphone. Nah, ini yang jadi masalah,” kata Tongam.
ADVERTISEMENT
Padahal, penyelenggara aplikasi pinjol hanya boleh mengakses tiga hal, yakni lokasi, kamera, dan mikrofon.
Tongam mengaku banyak menerima pengaduan dari nasabah yang dirugikan aplikasi pinjol ilegal. Jika terbukti, SWI akan melakukan langkah represif yang diawali dengan monitoring, penghentian aplikasi pinjol ilegal, yang kemudian diumumkan ke masyarakat. “Kami meminta situsnya diblokir melalui Kementerian Kominfo. Kami laporkan juga kepada Bareskrim Polri, apabila ditemukan tindak pidana supaya dilakukan tindakan hukum,” papar Tongam.
SWI juga melakukan tindakan prefentif, yakni mengedukasi masyarakat tentang aplikasi pinjol legal dan ilegal. Sejauh ini, baru 164 aplikasi pinjol legal yang terdaftar di OJK per Desember 2019. Datanya bisa dicek di website www.ojk.go.id.
Langkah serupa dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang mewadahi penyelenggara aplikasi pinjol legal atau telah terdaftar di OJK. Asosiasi yang terbentuk pada 2018 ini juga melakukan sosialisasi dan edukasi agar masyarakat bijak menggunakan aplikasi pinjol.
ADVERTISEMENT
“Kalau masyarakat bisa mengakses aplikasi Google harusnya punya kemampuan mengecek terlebih dulu (aplikasi pinjol legal), baik itu di web AFPI maupun OJK. Kalaupun mau meminjam, masyarakat agar bijak sesuai dengan kemampuan keuangannya,” ujar Tumbur Pardede, juru bicara AFPI, Jumat pekan lalu.
Mengenai banyaknya korban pinjol, Tumbur menegaskan, pihaknya hanya bisa menindaklanjuti pengaduan nasabah aplikasi pinjol legal yang menjadi anggota AFPI. Sedangkan, aplikasi pinjol ilegal di luar jangkauan AFPI. “Ya, kalau tidak terdaftar di OJK bagaimana? Wong bukan anggota AFPI dan tidak pernah mengikuti aturan,” kata Tumbur.
Anggota AFPI, lanjut Tumbur, terikat kode etik yang wajib dipatuhi oleh seluruh anggota. Kode etik itu antara lain mengatur besaran bunga, denda, dan biaya, juga keamanan data nasabah.
ADVERTISEMENT
“Kami (anggota AFPI) dibatasi di 0,8 persen untuk semua, total. Jadi bisa saja ada biaya administrasi, ada biaya lainnya, termasuk ditambah bunganya. Totalnya adalah 0,8 persen per hari dan itu kita sangat strict sekali kepada anggota, tidak boleh melebihi itu,” jelas Tumbur.
Sementara mengenai keamanan data nasabah, anggota AFPI wajib bersertifikasi ISO 27001. “Dari tingkat keamanan data nasabah, kita diaudit tiap tahun. Baik dari OJK dan khususnya lembaga yang memberikan ISO 27001. Jadi sulit melakukan pelanggaran,” kata Tumbur.
Meski demikian, Tumbur mengakui ada oknum penagih dari anggotanya yang bertindak tidak etis saat menagih. Sanksinya langsung dipecat. “Diberhentikan oleh penyelenggara aplikasi pinjolnya. Semua tenaga penagihan harus mengikuti pelatihan dan sertifikasi di asosiasi. Itu wajib,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Memberantas ribuan aplikasi pinjol ilegal itu memang tidak mudah. “Jadi kita blokir hari ini, dia buka baru ganti nama. Dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, orang mudah membuat situs. Tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan orang membuat aplikasi, tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan orang mengirim sms ke kita. Kemajuan teknologi informasi memudahkan semua orang membuat apapun saat ini,” kata Tongam.
Sementara secara aturan, Tongam mengakui belum ada undang-undang yang menetapkan sanksi secara tegas terhadap aplikasi pinjol tak berizin ini. Jadinya, SWI baru sebatas melakukan langkah-langkah preventif dan represif sesuai kewenangannya saja.
Aplikasi pinjol ilegal baru bisa dihukum jika terbukti melakukan tindak pidana, seperti penyalahgunaan data nasabah, pelecehan, dan teror. “Kalau ada tindak pidana, segera lapor ke polisi, agar polisi memberikan tindakan dan memberikan efek jera kepada mereka,” saran Tongam.
ADVERTISEMENT
Namun lapor polisi pun, menurut Ellis, belum memberikan hasil yang memuaskan bagi para korban. Berdasarkan pengalaman korban yang melapor, polisi bukannya langsung menindak, tapi malah menyarankan korban untuk melunasi utangnya.
“Kita laporkan itu bukan masalah utang. Kalau masalah utang larinya ke unsur perdata. Yang kita laporkan itu pidana penyalahgunaan data yang dilakukan para penagih. Jadi gak semua polisi paham,” ujar Ellis.
Karena itu, edukasi masyarakat terus dilakukan, baik oleh SWI, AFPI, maupun Posko Pelayanan Bantuan Korban Pinjol yang digawangi Ellis. Tapi, selama aturan dan tindakan hukumnya belum ditegakkan, pemberantasan aplikasi pinjol ilegal nampaknya masih akan menempuh jalan berliku. (Yuli Krisna)