Kisah Penyuap Proyek Meikarta yang Ditagih Pejabat Pemkab Bekasi

Konten Media Partner
27 Maret 2019 19:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang perkara suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (27/3). (Ananda Gabriel)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang perkara suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (27/3). (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Sidang perkara suap perizinan proyek Meikarta menghadirkan tiga terpidana pemberi suap untuk menjadi saksi terdakwa yang merupakan para pejabat di Pemkab Bekasi.
ADVERTISEMENT
Ketiga terpidana itu ialah Hendry Jasmen, Fitra Djaja Purnama dan Taryudi. Mereka dicecar Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pemberian suap yang diduga melibatkan petinggi Lippo Group itu.
Sidang sendiri digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (27/3). Selain ketiga orang itu, saksi lain yang dihadirkan adalah Asep Buchori selaku kepala bidang di Dinas Damkar Bekasi, Rohim Sutisna selaku Kadiskominfo dan Abdul Rofik selaku Kadis Perdagangan.
Sedangkan para terdakwa yang duduk di kursi persidangan yakni Bupati nonaktif Neneng Hasanah Yasin. Sedangkan pejabat Pemkab Bekasi yakni Jamaludin sebagai Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor sebagai Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi dan Neneng Rahmi Nurlaili sebagai Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.
ADVERTISEMENT
Di depan majelis hakim, Fitra Djaja mengaku tidak pernah menawarkan atau menjanjikan uang kepada sejumlah ASN di sejumlah dinas jajaran Pemkab Bekasi, untuk memuluskan perizinan. Namun, kata dia, ada beberapa dinas yang meminta uang dengan menyebutkan nominal, ada juga yang tidak sebut nominal.
Menurut Fitra, Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi Jamaludin meminta uang Rp4 miliar terkait perizinan di Dinas PUPR. Termasuk dari Neneng Rahmi selaku Kabid Tata Ruang Dinas PUPR.
"Untuk rekomendasi yang ada di lingkungan PUPR. Saat itu Pak Jamal menyampaikan 3-4 miliar kepada pak Henry," kata Fitra.
Banyaknya permintaan itu membuat Fitra menyampaikan kepada Henry Jasmen. Lalu dari Henry Jasmen, disampaikan ke Billy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Group. Atas saran Billy, Fitra membuatkan bobot pekerjaan dinas-dinas mulai dari yang paling berat hingga paling ringan dari 4 hingga 1. Bobot indeks nilai 4 yakni Dinas PUPR dan BPMPTSP, 3 Dinas Lingkungan Hidup, 2 Dinas Perhubungan dan Damkar serta 1 Dinas Permukiman.
ADVERTISEMENT
"Itu sebagai indeks beban kerja. Bobot pekerjaan 4231," ujar Fitra.
Jaksa KPK lalu menanyakan apakah jumlah Rp4 miliar yang diminta Jamaludin terealisasi. Fitra menyebut jumlah yang akhirnya terealisasi sebesar Rp2 miliar.
Hakim lalu bertanya siapa yang memberikan uang. Fitra menjawab pihak yang memberi adalah Henry.
Jaksa KPK lalu menanyakan apakah tujuan pemberian uang ke PUPR. Menurut Fitra, tujuannya untuk peizinan proyek Meikarta. “Bahasanya kayak Pak Jamal bilang buat teman-temanlah. Intinya untuk pekerjaan ini 'saya mesti dapatlah', kira-kira begitu saya perkirakan. Walaupun itu sudah tugasnya," tutur Fitra.
Fitra pun turut membenarkan saat ditanya bahwa proyek Meikarta tersebut punya Lippo Cikarang.
Saksi lainnya, Taryudi mengaku pernah menyerahkan uang dari Henry kepada pejabat Pemkab Bekasi. "Waktu bulan Juni disuruh ke puncak Bogor, dari pak Henry bilang tolong kasih bu Neneng Rahmi dan Kasimin. Jumlahnya tidak tahu. Uangnya disimpan di dalam kardus air mineral," ujar Taryudi.
ADVERTISEMENT
Sementara saksi lainnya, Henry Jasmen bahkan mengaku harus merekayasa cerita dibuntuti KPK saat ditagih uang terkait perizinan Meikarta.
Henry yang telah divonis 3 tahun penjara bercerita, rekayasa cerita dibuntuti KPK karena merasa risih terus ditagih oleh Asep Buchori yang menjabat Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan pada Dinas Damkar Pemkab Bekasi terkait commitmen fee penerbitan izin alat proteksi kebakaran di Dinas Damkar Kabupaten Bekasi.
Asep, kata Henry, pernah menagih comitmen fee tahap ketiga kepada dirinya pada 9 Juni 2018. Pemberian ke Dinas Damkar senilai Rp1 miliar sendiri diketahui dilakukan melalui 4 tahapan.
"Saya membicarakan itu supaya tidak dikejar-kejar lagi. Saya bicarakan, saya buat cerita," katanya.
Menurutnya, ia menceritakan dibuntuti KPK saat mendapat telepon dari Asep. "Dia sering telepon saya. Ketika dia telepon tanya 'apa kabar?' 'Eh, bagaimana kang?'. Kalau sudah nanya itu saya sudah mikir menanyakan sesuatu itu. Baru saya cerita (narasi KPK membuntuti)," tutur Henry.
ADVERTISEMENT
Mengenai pemberian uang, disebutkan bahwa Dinas Damkar sebesar Rp1 miliar yaitu, pertama Rp200 juta, tahap kedua Rp300 juta. Sementara tahap ketiga setelah dibumbui narasi diintai KPK, Henry Jasmen tetap memberikan pada bulan berikutnya atau bulan Juli 2018. Pengakuan Henry uang yang diberikan kepada Asep sebesar Rp 250 juta. Terakhir pemberian keempat diberikan sebesar 22 SGD. (Ananda Gabriel)