Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten Media Partner
Koreografi Bencana dari Penari Lena Guslina
25 November 2018 10:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Lena Guslina tampil membawakan tarian 'Gemuruh Sunyi' pada acara 'Charity Event Donation for Palu-Donggala' di Babakan Siliwangi Bandung. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Bencana yang terjadi di Palu dan sekitarnya memicu rasa iba dari berbagai kalangan di sejumlah tempat di Indonesia, tak terkecuali di Bandung. Solidaritas datang dari koreografer sekaligus penari Lena Guslina.
Lena menampilkan performance bersama para penggemar fotografi dan model lewat acara “Charity Event Donation for Palu-Donggala” di hutan kota Babakan Siliwangi, Bandung, pekan lalu.
Lena menghadirkan irama emosi yang bergejolak melalui simbol selendang yang melekat pada pakaiannya lewat tarian berjudul 'Gemuruh Sunyi'.
“Ini saya persembahkan sebagai pengingat kita akan banyak hal. Bencana, kemanusiaan, emosi dan Tuhan di dalamnya,” ucap Lena sambil mengatur napas usai menari.
Tari kontemporer yang berdurasi 15 menit tersebut, tentu harus ditafsir dengan pemaknaan terhadap kondisi saat ini. Menurut Lena tari tersebut mencoba mengingatkan kita agar selalu mengingat Tuhan, dalam setiap napas yang terhirup dan darah yang mengalir dalam aorta tubuh.
ADVERTISEMENT
Lena Guslina tampil membawakan tarian 'Gemuruh Sunyi' pada acara 'Charity Event Donation for Palu-Donggala' di Babakan Siliwangi Bandung. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
“Jangan hanya dengan bencana manusia tersadar akan dirinya dan Tuhan,” tegas Lena.
Acara yang terus begulir sampai senja hadir menampilkan pula beberapa Kelompok Penyanyi Jalanan Bandung yang ikut mengasah kesadaran akan kemanusiaan.
Para pemusik dengan iramanya, fotografer dengan citra visual, model dengan kencantikan dan konsep, begitupun Lena Guslina dengan tariannya. Hari itu tentu menjadi oksigen yang memompa kesadaran akan kemanusiaan, kepedulian akan sesama.
Melintas batas profesi mereka mengingatkan betapa pentingnya kebersamaan tumbuh untuk menjadi hutan yang menampung rasa kesadaran. (Agus Bebeng)