Lena Guslina Terjemahkan Puisi Saini KM Lewat Tarian

Konten Media Partner
5 Oktober 2018 15:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lena Guslina Terjemahkan Puisi Saini KM Lewat Tarian
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Lena Guslina, penari sekaligus koreografer Bandung, sedang menafsirkan puisi berjudul 'Sisyphus', karya Sani KM di Wot Batu Selasar Sunaryo. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Dalam bayangan senja temaram, di antara deretan batu yang berdiri kokoh tubuh perempuan itu menggeliat. Ditemani selendang dan nyanyian tonggeret yang mengabarkan kemarau, dirinya berkisah tentang kebimbangan, cinta dan perjuangan hidup yang tidak pernah usai.
Perempuan yang menari di Wot Batu Selasar Sunaryo, Bandung, tersebut adalah Lena Guslina. Seorang penari sekaligus koreografer Bandung yang sedang menafsirkan puisi berjudul 'Sisyphus', karya Sani KM.
Pementasan yang menghadirkan bahasa tubuh tersebut merupakan rangkaian kegiatan 80 tahun Saini KM yang mengabdikan dirinya pada dunia sastra dan teater.
Mengusung tema Saini KM: Guru, Humanis, dan Inspirator pada kegiatan 80 tahun Saini KM, Lena menghadirkan pertunjukkan tari kontemporer sarat makna tanpa kata.
Lena Guslina Terjemahkan Puisi Saini KM Lewat Tarian (1)
zoom-in-whitePerbesar
Lena Guslina, penari sekaligus koreografer Bandung, sedang menafsirkan puisi berjudul 'Sisyphus', karya Sani KM di Wot Batu Selasar Sunaryo. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
Diakui oleh Lena, waktu yang kurang dari seminggu untuk memilih puisi berjudul 'Sisyphus' menjadi ruang untuk dirinya membaca karya Saini KM lebih dalam. Sementara dirinya harus mencari tempat yang tepat untuk pementasan tersebut.
"Saya memilih puisi berjudul 'Sisyphus' karya pak Saini karena menceritakan tentang eksistensi manusia," ujar Lena usai menampilkan tariannya.
Lena yang merupakan lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (ISBI-saat ini) dan acap kali merespons ruang publik di Bandung ini, menjelaskan manusia sebagai mahluk konyol yang menciptakan peradaban dan menghancurkannya sendiri.
Untuk itulah dirinya memanifestasikan karya tersebut dengan beragam gerakan tubuhnya dan langsung bersentuhan dengan instalasi batu.
Lena yang merasa dirinya merupakan bagian 'Sisyphus' itu sendiri, merasa menemukan makna perjuangan untuk memertahankan hidup. Meski harus berulang kali terjatuh dan bangun.
Lena Guslina Terjemahkan Puisi Saini KM Lewat Tarian (2)
zoom-in-whitePerbesar
Lena Guslina, penari sekaligus koreografer Bandung, sedang menafsirkan puisi berjudul 'Sisyphus', karya Sani KM di Wot Batu Selasar Sunaryo. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
Di sisi lain pementasan yang disaksikan dua seniman termasyhur di Indonesia, yakni Sunaryo dan Saini KM, membuat Lena merasa bahagia.
"Bisa mempertemukan seniman dan budayawan senior merupakan kebahagian buat saya. Apalagi saya bisa mempertemukan batu dan puisi," ucapnya sambil menikmati teh panas.
Sosok Saini KM bagi Lena memiliki peran penting dalam sejarah berkesenian. Saini KM merupakan sosok yang sangat inspiratif. Bahkan sejak dirinya kuliah dulu, setiap kali diundang selalu hadir menyaksikan pementasannya.
"Karya ini merupakan hadiah ulang tahun ke-80 dan sebagai wujud terimakasih saya kepada pak Saini," tegasnya.
Lena Guslina Terjemahkan Puisi Saini KM Lewat Tarian (3)
zoom-in-whitePerbesar
Lena Guslina, penari sekaligus koreografer Bandung, sedang menafsirkan puisi berjudul 'Sisyphus', karya Sani KM di Wot Batu Selasar Sunaryo. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
Selain terkait rangkaian kegiatan 80-tahun Saini KM, tari tersebut menurut Lena merupakan respons dirinya terhadap bencana alam yang terjadi di kota Palu.
"Meski porak poranda kita harus bangkit kembali," ucapnya.
Lena Guslina Terjemahkan Puisi Saini KM Lewat Tarian (4)
zoom-in-whitePerbesar
Sastrawan Sani KM di Wot Batu Selasar Sunaryo. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
Untuk memahami tarian Lena Guslina, tentu alangkah bijak membaca kembali puisi karya Saini KM yang berjudul "Sisyphus":
Sisyphus mendorong batu ke puncak gunung
dan batu kembali ke jurang menggelundung.
Bolak-balik beribu tahun: beribu tahun
kau mendaki dan tergelincir, jatuh dan bangun.
Jatuh dan bangkit di Babil, Sodom dan Gomorrah,
Auschwitz, Hiroshima-Nagasaki dan Vietnam.
Dan dari dasar derita, dengan napas tersengal
kau berseru ke langit,
ADVERTISEMENT
“Apakah artinya ini?”
Langit menjawabmu dengan biru, dengan bisu.
Kau pun bangkit lagi; pucat, berdebu dan luka
kembali mendaki dan memandang Angkasa. Mungkin itulah artinya: Payah dan luka kau tak tunduk.
Saini KM-1974. (Agus Bebeng)