Marak Penagih Utang Pinjaman Online, LBH Buka Pos Pengaduan

Konten Media Partner
10 November 2018 7:41 WIB
Marak Penagih Utang Pinjaman Online, LBH Buka Pos Pengaduan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ilustrasi pengguna ponsel pintar. (Foto:Niekverlaan via Pixabay)
BANDUNG, bandungkiwari – Sistem penagihan yang dilakukan pinjaman online (pinjol) terhadap konsumen disinyalir rawan pelanggaran hukum. Bentuk penagihan dilakukan tidak patut seperti dengan cara mempermalukan, memaki, mengancam, memfitnah, bahkan dalam bentuk pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Karena itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membuka posko pengaduan pinjol. Pengacara publik LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan, pelanggaran hukum perusahaan pinjol diketahui usai adanya peminjam yang mengadukan hal tersebut.
Sebelum pos pengaduan yang menerima pengaduan dari seluruh Indonesia kata Jeanny, sebanyak 283 korban pinjol mengadukan tindakan tersebut sejak Mei 2018 lalu.
"Sedangkan setelah pos dibuka dari tanggal 4 November sampai hari kemarin 8 November pukul 12.00 WIB, saya belum cek lagi untuk hari ini, itu sudah ada 418 pengaduan lainnya. Tapi belum tahu apakah ada yang double nama itu totalnya sekitar 600-an (pengaduan)," kata Jeanny saat dihubungi Bandungkiwari.com.
Jeanny mengatakan seluruh pengaduan dari korban pinjol di luar daerah Jabodetabek terdapat pula dari daerah Kalimantan, Batam dan beberapa kota lainnya.
ADVERTISEMENT
Jeanny menuturkan banyaknya pengaduan korban pinjol akibat kebutuhan biaya yang mendesak seperti harus berobat secara berkelanjutan dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun karena bunga pinjaman yang sangat tinggi dan tidak terbatas lanjut Jeanny, mereka kesulitan untuk segera membayar angsuran. Tetapi cara penagihan seringkali dilakukan sebelum waktunya dan tanpa kenal waktu.
"Pos pengaduan ini bertujuan untuk menginventarisir pelanggaran aplikasi pinjaman online dan korban. Tentu nantinya ada langkah-langkah hukum yang akan dilakukan dalam advokasi kecil atau pun besar," ujar Jeanny.
Jeanny menjelaskan langkah advokasi kecil itu berupa pelaporan pidana, sedangkan advokasi besar adalah mendorong kebijakan dan sistem yang lebih baik lagi. Alasannya karena peraturan akan tidak berguna apabila tidak melindungi masyarakat.
Awalnya pemerintah menganggap bahwa perusahaan-perusahaan peer-to-peer (P2P) lending atau Pinjol yang beroperasi sejak 2013 ini ilegal karena tidak berizin.
ADVERTISEMENT
Namun lambat laun, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian merestui mereka dengan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
"Percuma jika sistemnya tidak berjalan dengan baik, enggak akan sampai perlindungan masyarakatnya juga kan gitu," tutur Jeanny.
Kasus Pinjol sempat marak diberitakan pada Juni 2018 karena cara-cara penagihan yang tidak patut. Namun kini lebih meluas permasalahannya yaitu cara penagihan dilakukan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel konsumen atau peminjam seperti ke atasan kerja, mertua, teman SD dan sebagainya.
Diketahui pula dari korban Pinjol yang kini ikut membantu di pos pengaduan, adanya tindakan dari perusahaan peminjaman uang daring melakukan pengambilan data pribadi yaitu kontak, SMS, panggilan, kartu memori dan lainnya di telepon seluler konsumen.
ADVERTISEMENT
Pelanggaran lainnya adalah tidak dicantumkannya nomor pengaduan dalam aplikasi peminjaman serta alamat kantor perusahaan penyelenggara pinjaman online yang tidak jelas.
"Aplikasi pinjaman online yang berganti nama tanpa pemberitahuan kepada konsumen atau peminjam selama berhari-hari, namun bunga pinjaman selama proses perubahan nama tersebut terus berjalan," ungkap Jeanny.
Bebrbagai permasalahan yang merupakan temuan awal tersebut membawa dampak yang tidak ringan. Akibat penagihan ke nomor telepon yang ada di ponsel, peminjam menjadi di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, diceraikan oleh suami atau istri mereka karena menagih ke mertua, mengalami trauma karena pengancaman, kata-kata kotor, dan pelecehan seksual.
Akibat bunga yang sangat tinggi misalnya, banyak peminjam yang tidak mampu membayar akhirnya frustasi, mereka kemudian berupaya menjual organ tubuh (ginjal) sampai pada upaya bunuh diri.
ADVERTISEMENT
LBH Jakarta menganggap bahwa kewajiban membayar pinjaman adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua konsumen atau peminjam, namun persoalan-persoalan yang muncul akibat dari pelanggaran hukum, bahkan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penggunaan aplikasi Pinjol tentu tidak dapat dibenarkan.
Pos Pengaduan Korban Pinjol akan dibuka pada tanggal 4 November 2018 sampai dengan 25 November 2018. Pengaduan dapat dilakukan secara online dengan mengisi formulir di situs LBH Jakarta (https://www.bantuanhukum.or.id/web/formulir-pengaduan-pos-korban-pinjaman-online-pinjol/) dengan menyertakan bukti-bukti terkait. (Arie Nugraha)