Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten Media Partner
Media Luar Ruang Masih Efektif untuk Kampanye
27 Juni 2018 8:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
![Media Luar Ruang Masih Efektif untuk Kampanye](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1530061835/P_20180322_104930_cd4yjj.jpg)
ADVERTISEMENT
Petugas Satpol PP dan Panwaslu Kota Bandung sedang membereskan cetakan reklame yang diturunkan di Jalan Pelajar Pejuang, Kota Bandung beberapa waktu lalu (Foto: Utara Jaya)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 khususnya pemilihan walikota (Pilwalkot) Bandung, para pasangan calon dan pendukungnya sudah riuh kampanye melalui berbagai cara. Ada yang kampanye langsung dialog dengan calon pemilih, baik yang direncanakan maupun blusukan mendadak, ada juga yang memanfaatkan media populer terutama untuk menyasar pemilih pemula.
Selain itu para pasangan calon pun memasang iklan di media massa dan gencar kampanye di media sosial. Media yang disebut terakhir menjadi media yang paling mudah diakses karena tak mengenal waktu dan tempat, terutama bagi generasi milenial.
Namun ada hasil yang menarik dari sebuah penelitian yang dilakukan dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Telkom University. Untuk mengetahui media populer mana yang kiranya lebih dilirik oleh publik, tim peneliti menyebarkan angket kepada 353 responden yang instrumennya disebar melalui fitur Google Form sepanjang bulan Mei 2018.
ADVERTISEMENT
“Pertanyaan penelitiannya kira-kira terkait dengan media populer mana yang membuat mereka menjadi akrab dengan pasangan calon, baik terkait visualisasi maupun teks slogannya,” ujar Ketua Tim Peneliti, Ratih Hasanah, Senin (26/6/2018).
Para responden adalah remaja berusia 17 - 21 tahun atau didominasi oleh pelajar SMA. Ternyata, mereka yang mendapat informasi dari media cetak luar ruang meraih respon terbesar yaitu 32,6 persen. Adapun media sosial 22,7 persen, internet 15,8 persen, media elektronik 20 persen, dan media cetak 8,9 persen.
“Di era digital seperti sekarang ini, jawaban responden semacam itu tergolong mengejutkan. Ternyata, media sosial tidak memegang tampuk teratas sebagai media populer yang paling tinggi dalam memberikan tingkat keterpaparan pada calon pemilih pemula,” ujar Ratih.
ADVERTISEMENT
Media cetak luar ruang yang dimaksud dalam penelitian ini seperti spanduk, poster, baliho, dan billboard. Media-media ini masih mendominasi karena muncul hampir di setiap ruas jalan seperti tikungan, tanjakan, tiang listrik, tembok, hingga pepohonan.
Dari sejumlah media luar ruang, spanduk menempati urutan teratas yang paling banyak dilirik dengan persentase 38,9 persen. Setelah itu poster 21 persen, baliho 18,1 persen, brosur 9,2 persen, stiker 6,9 persen, dan 5,9 persen billboard.
“Ukuran spanduk yang cenderung besar dan mudah ditempatkan di posisi-posisi strategis di pinggir jalan memang relatif lebih menarik perhatian ketimbang media cetak luar ruang lainnya,“ kata Ratih.
Sementara itu, secara spesifik, dalam konteks media populer dengan subkategori media sosial, aplikasi yang digemari adalah Instagram di angka 48,5 persen, Facebook menyusul berikutnya dengan 19,9 persen, Line di angka 19,5 persen, Whatsapp 10,9 persen, Path 0,6 persen, Youtube 0,4 persen, dan Twitter 0,2 persen.
ADVERTISEMENT
“Hal yang mengejutkan adalah kenyataan bahwa popularitas Instagram ternyata jauh meninggalkan media-media lainnya. Ini menunjukkan bahwa Instagram berhasil menyuguhkan fitur yang praktis dan ramah pengguna. Selain itu, Instagram juga langsung menyasar cara berpikir publik kontemporer yang segala sesuatunya mesti menitikberatkan pada visual - ketimbang teks atau audio,“ ujar anggota tim peneliti, Iis Kurnia.
Sementara itu, kategori literasi publik terhadap pasangan calon dari media massa cetak, peringkat pertama adalah koran sebesar 51,6 persen, disusul majalah 8,6 persen, dan sisanya adalah media lain seperti misalnya brosur dan pamflet dengan angka cukup besar yaitu 39,8 persen.
“Meskipun beberapa perusahaan koran gulung tikar dan beralih pada digital, namun ternyata tingkat pengetahuan publik terhadap pasangan calon lewat koran masih cukup tinggi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, dalam konteks media elektronik, televisi bertahta sendirian dalam survei. Meskipun akses televisi sudah dapat dilakukan melalui media internet, namun televisi sebagai medium tersendiri ternyata masih digemari dan masih merupakan sarana berkampanye yang cukup sering digunakan.
Tim peneliti menegaskan, hasil akhir pemilihan Walikota Bandung hari ini memang tidak hanya ditentukan oleh kampanye yang dilakukan di media populer saja. Ada kampanye yang sifatnya lebih terencana dan menyasar publik yang sudah lebih terukur. Ini belum termasuk juga upaya mesin partai untuk memobilisasi kader dan simpatisannya di berbagai lini.
Artinya, media populer hanya salah satu bagian dari upaya kampanye saja, dan bisa jadi signifikansinya patut dipertanyakan. Meski begitu, survei ini merupakan bagian dari referensi untuk mengetahui bagaimana pemetaan media populer hari ini di tengah-tengah situasi yang serba disruptif.
ADVERTISEMENT
“Apapun yang terjadi pada teknologi, niscaya banyak wilayah juga terkena dampaknya, tidak terkecuali wilayah politik,“ kata Ratih. (Rana Akbari Fitriawan)