Pamer Satwa Sesatkan Netizen?

Konten Media Partner
8 Januari 2020 12:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Harimau benggala Alshad Ahmad (sumber: layar tangkap youtube Alshad Ahmad)
zoom-in-whitePerbesar
Harimau benggala Alshad Ahmad (sumber: layar tangkap youtube Alshad Ahmad)
ADVERTISEMENT
LAYAKNYA kado akhir tahun, berakhirnya 2019 ditandai dengan kehadiran seekor harimau benggala di halaman “rumah” Alshad Ahmad di Kawasan Bandung Utara. Sang pemilik “rumah” nampak girang. Dia mengaku sudah lama menantikan kehadiran si raja hutan ini, bahkan kedatangannya dianggap sebagai The Big Day.
ADVERTISEMENT
Eshan, nama sang harimau jantan, bakal jadi satwa utama karena dianggap satwa paling megah dan keren. Menarik, Alshad pun mengklaim Jinora, harimau lainnya, akan datang menyusul. Kenangan kedatangan satwa utama ini dibagikan Alshad dalam akun Youtube miliknya yang diunggah pada 30 Desember 2019. Unggahan video berdurasi 15 menit dan 46 detik bertajuk “Datangnya Kucing Oren Si Raja Hutan Ke Rumah Gue” ini cukup fenomenal, dalam waktu dua hari sudah ditonton sebanyak 1,8 juta kali!
Sekilas nampaknya Alshad gemar mengumpulkan satwa liar di halaman rumahnya yang mewah. Dalam video itu, nampak burung kakatua, burung macau dan binturong berada di kandang depan pintu masuk. Sejumlah burung unta pun nampak berdampingan di sisi kandang berisi merak hijau. Tak lupa, seekor rusa kecil berusaha menarik perhatian Alshad.
ADVERTISEMENT
Tak cukup sekedar mengoleksi satwa, belakangan ini Alshad mulai tertarik memamerkannya lewat media sosial, Youtube pun menjadi pilihan. Lalu, apa yang salah dari pamer satwa semacam ini?
Raih Popularitas Tak dipungkiri, media sosial menjadi salah satu cara meraih popularitas. Social networks atau jejaring sosial menjadi jenis media sosial yang paling umum dikenal masyarakat. YouTube, Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan Line adalah sosial network yang banyak digunakan saat ini. Siapa yang menguasai social network, niscaya dia jadi sosok populer!
Bagaimana cara menjadi populer? Sebagai media komunikasi alternatif bagi masyarakat, pemilik akun media sosial kerap menyiasati penggunaan akunnya sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Aktualisasi diri, mengembangkan komunitas, menjalin hubungan pribadi sampai mengembangkan pemasaran adalah tujuan pemakaian media sosial yang bisa dipilih.
ADVERTISEMENT
Dari semua tujuan bermedia sosial, aktualisasi diri nampaknya yang bisa kita persepsi dari konten Youtube Alshad Ahmad. Jika pemilik akun lain menunjukkan bakat dan keunikan di media sosial agar bisa dilihat banyak orang, Alshad cukup menunjukkan koleksi kebanggaannya kepada publik.
Sejatinya dia memiliki akun Youtube Alshad Ahmad sejak lima tahun lalu. Akun itu seolah mati suri setelah dua unggahan saja (empat tahun lalu). Tahun 2019 jadi momentum kembalinya Alshad di Youtube. Bedanya, kali ini akun Alshad Ahmad diisi konten tentang koleksi satwa miliknya.
Strategi baru ini nampaknya berhasil menarik perhatian netizen. Bila postingan pertama pada lima tahun lalu mengulas IRS Super Sport hanya ditonton 21.000 kali, konten koleksi satwa berhasil menarik perhatian minimal 170.000 viewers. Unggahan terakhir malahan lebih fenomenal, ditonton lebih 1,8 juta kali! Di sinilah popularitas Alshad di dunia per-Youtube-an meroket.
ADVERTISEMENT
Jangan bandingkan akun ini dengan akun Rans Entertainment milik kerabatnya yang selebritas. Akun sang kerabat memiliki 11,8 jutaan subscribers dengan pengelolaan professional, akun Youtube milik Alshad terasa sangat seadanya. Akun ini baru menghasilkan enam video dengan 104.000 subscribers. Kalo kata orang Sunda, sakieu oge uyuhan (sudah bagus).
Disadari atau tidak, popularitas Alshad terbangun dengan memanfaatkan komunitas online yang sangat mudah ditemukan di situs social network. Memang, media sosial menjadi wadah tempat berkumpulnya masyarakat publik yang memiliki minat yang sama untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi atau pendapat. Unggahan koleksi satwa Alshad mengundang komunitas “pecinta satwa” untuk mengakses dan menikmati konten unggahannya. Ini berarti langkah Alshad mulai bergeser dari memamerkan koleksi ke arah meraup popularitas.
ADVERTISEMENT
Rentan Menyesatkan Perlu dipahami, apa yang diunggah dan sebarkan di media sosial berada pada wilayah publik. Kesalahan dalam penggunaan media sosial bisa menyesatkan bahkan bisa berimplikasi secara hukum. Prinsip kehati-hatian harus selalu dikedepankan dalam mengunggah dan menyebarkan pesan di media sosial. Judul buku Nadirsyah Hosen, Saring sebelum Sharing, kiranya jadi pengingat penting dalam mengunggah dan menyebarkan pesan di media sosial.
Prinsip saring sebelum sharing inilah yang perlu dilakukan oleh Alshad. Tengok saja, dalam video bertajuk “Datangnya Kucing Oren Si Raja Hutan Ke Rumah Gue” bertebaran informasi dan tayangan yang rentan menyesatkan netizen.
Judul video bisa mengecoh publik, mengesankan satwa liar seperti harimau benggala, bisa dipelihara di rumah. Sejak kapan rumah bisa menjadi tempat memelihara harimau benggala? Bila menelisik Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi; Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.31/Menhut-II/2012 tentang Lembaga Konservasi dan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, rasa-rasanya tidak disebutkan rumah bisa menjadi tempat tinggal harimau benggala.
ADVERTISEMENT
Akan sangat wajar bila netizen mempersepsi ada kemungkinan untuk memelihara harimau benggala di rumah. Apalagi di akhir video, Alshad mengungkapkan rasa terima kasih ke sejumlah pihak yang berjasa mendatangkan Eshan ke rumahnya. Tak main-main, sejumlah Lembaga beserta nama pejabatnya disebutkan satu per satu. Dalam komunikasi, penyebutan ini mengandung konsep peneguhan.
Mari beranjak pada bagian lain video tersebut. Pada saat kendaraan yang membawa Eshan memasuki halaman rumah, nampak burung macau dan kakatua berada dalam satu kandang. Muncul pertanyaan, apakah dua jenis satwa yang berasal dari belahan dunia yang berbeda akan nyaman berada dalam satu kandang? Apakah hal ini tidak menyalahi kaidah kesejahteraan hewan (animal welfare)?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kiranya kita perlu menelisik isi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Setidaknya ada tiga dari lima prinsip kebebasan hewan yang perlu diperhatikan dalam tayangan itu. Keberadaan kedua jenis satwa yang berbeda dalam satu kendang berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan bagi keduanya. Hal ini sangat mungkin menimbulkan rasa takut dan tertekan yang pada akhirnya menyebabkan keduanya tidak bisa mengekspresikan perilaku alami.
ADVERTISEMENT
Unggahan lain dalam akun Youtube Alshad Ahmad juga rentan informasi menyesatkan (misleading information). Dalam video bertajuk “Memelihara Satwa Dilindungi di Rumah Kok Bisa! Binturong Jawa, Kakatua, Merak Jawa” yang telah ditonton 318.000 kali, pertanyaan yang sama juga patut diajukan pada penggunaan kata “rumah”. Sejak kapan rumah bisa menjadi tempat memelihara binturong jawa? Sejak kapan rumah bisa menjadi tempat penangkaran satwa dilindungi sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, seperti yang dirujuk Alshad?
Selanjutnya, dalam video tersebut Alshad hanya memamerkan seekor binturong jawa sebagai koleksinya. Hal ini rentan dipersepsi netizen bahwa izin penangkaran bisa berlaku saat kita punya satu ekor satwa. Padahal, berdasarkan peraturan yang dipaparkan Alshad itu, penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Kalo cuma satu ekor binturong jawa yang dimiliki, bagaimana mungkin bisa dilakukan pengembangbiakan? Sepanjang video kan hanya Ano, binturong jawa yang diperlihatkan.
ADVERTISEMENT
Hal penting dalam video itu terkait kesejahteraan hewan. Binturong adalah satwa nocturnal yang berarti aktif di malam hari dan tidur di siang hari. Dalam video itu, Alshad nampak mengajak Ano, si binturong jawa, bercanda pada siang hari. Hal ini berarti binturong diajak berperilaku di luar kebiasaan alaminya.
Di sisi lain, tayangan tersebut kembali rentan menimbulkan mispersepsi di kalangan netizen. Netizen bisa beranggapan mengajak satwa nocturnal beraktivitas di siang hari adalah hal wajar. Sejatinya hal itu bertentangan dengan prinsip kebebasan hewan.
Bahaya Ditiru McQuail dalam bukunya bertajuk Mass Communication Theory, Sixth Edition (2010) mengulas tentang media baru menimbulkan adaptasi publikasi dan peran-peran audiens. Pada era media sosial, audiens bukan hanya melakukan encoding pesan, namun juga memproduksi pesan yang tersebar secara massif layaknya komunikasi massa.
ADVERTISEMENT
Layaknya pesan di media massa, pesan yang disebarkan media sosial diharapkan dapat membantu masyarakat dalam berbagai hal yang bersifat positif. Teori Belajar Sosial yang dikembangkan Albert Bandura nampaknya bisa berlaku pada situasi ini. Pakar psikologi ini memaparkan bahwa manusia belajar tidak hanya melalui pengalaman langsung, melainkan juga melalui peniruan (modelling).
Dalam konteks peniruan, Teori Peniruan (modelling theory) bisa jadi rujukan. Dalam teori ini individu dipandang secara otomatis cenderung berempati dengan perasaan orang-orang yang diamatinya dan cenderung meniru perilakunya. Komunikasi massa menampilkan berbagai model untuk ditiru oleh khalayaknya. Layaknya komunikasi massa, hal inipun bisa terjadi dalam proses komunikasi yang melibatkan media sosial.
Lalu, apa kaitan teori di atas dengan konten akun Youtube Alshad Ahmad? Alshad Ahmad sangat berpotensi menjadi model yang menginspirasi netizen untuk kemudian ditiru perilakunya. Misleading information sangat mungkin diserap netizen sebagai sebuah kebenaran, berlanjut pada netizen terinspirasi dan menirunya.
ADVERTISEMENT
Kenyataannya, tidak semua netizen mampu menyerap seluruh pesan yang ditayangkan di media sosial. Sangat mungkin netizen terinspirasi pada perilaku memelihara satwa liar dilindungi maupun satwa eksotis di rumah. Di sisi lain, tidak semua netizen memiliki kemampuan finansial yang sama, mampu menyediakan uang sebesar Rp45 juta untuk menghadirkan seekor binturong jawa di rumah.
Tak tertutup kemungkinan netizen mengambil jalan pintas, melalui perdagangan ilegal. Hal ini bisa meningkatkan permintaan satwa liar dilindungi dan satwa eksotis di pasar gelap. Peningkatan permintaan tentu saja dapat berakibat pada maraknya perburuan liar di alam. Ini berbahaya!
Prinsip saring sebelum sharing menjadi sangat penting. Sebagai komunikator kita memang tidak bisa mengontrol persepsi netizen, namun alangkah bijaknya jika kita berupaya menghasilkan pesan yang jernih. Apalagi bila kita memiliki niat melakukan edukasi melalui media sosial. Prung!***
ADVERTISEMENT
Rinda Aunillah Sirait Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi-Universitas Padjadjaran & Peneliti Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Universitas Padjadjaran