Peneliti Ungkap Kronologi Terjadinya Tanah Menjadi Lumpur Akibat Gempa Bumi

Konten Media Partner
9 Oktober 2018 16:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti Ungkap Kronologi Terjadinya Tanah Menjadi Lumpur Akibat Gempa Bumi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
TNI membantu prosesi pemakaman masal korban gempa dan tsunami Palu. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Likuifaksi yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), menyibak bahaya lain dari gempa bumi di samping gelombang tsunami dan bangunan roboh. Walau para peneliti menegaskan tidak setiap gempa bumi berpotensi mengubah tanah menjadi lumpur atau likuifaksi.
Peneliti dari Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi, Taufiq Wira Buana, mengatakan kasus likuifaksi dalam skala luas seperti yang terjadi di Palu dan sekitarnya jarang terjadi. Ia menduga, likuifaksi yang terjadi di Palu diperkuat dengan gerakan tanah.
Tidak setiap gempa bumi berpotensi likuifaksi sama halnya dengan tidak semua gempa bumi berpotensi tsunami.
“Melihat kejadian likuifaksi di Palu, pengalaman kami selama ini dari gempa yang ada kebanyakan likuifaksi lokal. Untuk Palu efeknya sudah campur aduk dengan gerakan tanah,” kata Taufiq, dalam Geoseminar “Jejak Patahan Palu-Koro: Gempa Donggala & Palu 2018” di Museum Geologi Geologi, Bandung, pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Kegiatan penelitian bidang likuifaksi juga tergolong belum lama dilakukan. Beda dengan studi gempa bumi dan tsunami yang jauh lebih mapan. Di Badan Geologi, kata Taufiq, studi likuifaksi mulai konsentrasi dilakukan sejak tahun 2000-an. Bahkan salah satu studi dilakukan di Palu pada 2012, jauh sebelum terjadi gempa bumi 28 September lalu.
Jarangnya penelitian likuifaksi karena tidak setiap gempa bumi berpotensi memicu likuifaksi. “Likuifaksi tidak serta menyertai aktivitas gempa yang ada di Indonesia. Bisa dibilang kejadian ini tidak sering terjadi, tidak selalu ketika gempa terjadi likuifaksi. Dia butuh syarat tertentu untuk terjadi likuifaksi,” terangnya.
Dalam kalimat ilmiahnya, likuifaksi adalah fenomena pada masa tanah yang kehilangan sebagian besar tahanan geser ketika mengalami pembebanan monotonik, siklik, mendadak dan mengalir menjadi cair sehingga tegangan geser pada masa tanah menjadi rendah seperti halnya tahanan gesernya.
ADVERTISEMENT
Ketika masa tanah tiba-tiba kehilangan sebagian besar resistensi geser kemudian mengalami guncangan, maka masa tanah akan mengalami regangan geser yang sangat besar, dan mengalir dengan cara menyerupai cairan. Aliran akan berlangsung terus menerus sampai tegangan geser serendah atau lebih rendah dari besaran resistensi geser.
“Jadi likuifaksi efek dari kehilangan kekuatan tanah ketika terjadi guncangan, ada proses pencairan yang tadinya padat menjadi cair. Ada peran air di situ,” terangnya.
Dilihat secara kronologis, gempa bumi menghasilkan energi yang merambat dari perut bumi yang terdiri dari batuan, sedimentasi, sebelum sampai ke permukaan tanah. Dalam kasus likuifaksi, struktur batuan dan tanah ini sangat menentukan.
Gelombang gempa akan tertahan terlebih dahulu oleh batuan sebelum mencapai sedimen. Sedimen sendiri terdiri dari berbagai macam material. Material yang rentan likuifaksi ialah jenis alluvium, pasir, lempung, kerikil dan lainnya. Semua materi tersebut ada yang bersifat lengket dan tidak.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, material tersebut tidak akan menjadi likuifaksi manakala tidak ada air. “Ketika terjadi gempa, dia akan bekerja. Terguncang sehingga pada titik batas kekuatannya akan hilang dratis. Ketika kondisinya lunak tidak padat, syarat selanjutnya jenuh air,” terangnya.
Tekanan air harus memenuhi pori-pori setiap material. Dalam kondisi ini, guncangan gempa akan membuatnya naik ke permukaan sampai terjadilah likuifaksi berupa semburan tanah, pasir yang menjadi lumpur.
Taufiq mengatakan, jangkauan likuifaksi secara luas bisa membahayakan bangunan yang berdiri di atas permukaan tanah seperti yang terjadi di Palu.
Kasus likuifaksi juga terjadi di pada gempa bumi Lombok, Nusa Tenggara Barat, Agustus lalu. Taufiq yang turut meninjau lokasi, menemukan sejumlah titik likuifaksi. Namun likuifaksi Lombok dan Palu berbeda. Pada kasus Lombok, likuifaksi bersifat lokal sehingga tidak menimbulkan kerusakan. Kerusakan lebih banyak disebabkan goncangan gempa buminya.
ADVERTISEMENT
Temuan likuifaksi lokal di Lombok, antara lain, di sumur gali, jalan raya, ruang terbuka, sawah, dan fondasi rumah warga. Pada sumur gali, air sempat naik sampai dua meter ketika terjadi gempa. Hal ini ditandai dengan ditemukannya pasir pada bibir sumur.
Taufiq juga menemukan likuifaksi Lombok menyerang fondasi rumah warga. “Kalau fondasi kena otomatis atasnya kena. Dia nyerangnya ke fondasi,” ujarnya. Menurutnya, likuifaksi tidak masalah jika terjadi di lahan non pemukiman padat penduduk, seperti di sawah atau lahan pertanian. (Iman Herdiana)