Menurut Pencintanya, Pisau adalah Seni dan Bukan Hanya Senjata Tajam

Konten Media Partner
8 Mei 2018 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menurut Pencintanya, Pisau adalah Seni dan Bukan Hanya Senjata Tajam
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Andrizal (50) memerlihatkan dua bilah pisau buatan di bengkel produksinya Pisau Krakatau. (istimewa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Terkait dengan pisau. Benda tajam satu ini tentu merupakan alat bantu fungsional yang paling banyak dimiliki dan diminati manusia di dunia. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa lepas dari ketergantungan pisau.
Apalagi para ibu yang berkutat setiap hari dengan kegiatan potong memotong, tentu menyimpan beberapa bilah pisau tajam yang menjadi dewa penolongnya di dapur.
Memang berbicara pisau tentu tidak bisa lepas dengan sebutan benda tajam dan berbahaya dalam cara pandang publik. Namun tentunya pisau menjadi berbahaya apabila disalahgunakan untuk hal tidak baik.
Akan tetapi, sesungguhnya pisau lebih menitikberatkan pada alat bantu, fungsi dan keperluan untuk memudahkan manusia dalam melakoni realitas keseharian.
ADVERTISEMENT
Cara pandang masyarakat awam yang melihat pisau sebagai benda berbahaya diamini oleh Thomas K. Saputra, pecinta pisau sekaligus pegiat Indonesia Blades Chapter Bandung Raya (IBBR).
“Perspektif pisau pada masyarakat masih dianggap senjata berbahaya. Padahal apabila memahami pisau kita akan menemukan banyak hal di luar persoalan itu,” ujar Thomas, di sela acara GP2 2018 Ciwidey, Kabupaten Bandung, baru-baru ini.
Menurut Thomas yang juga Ketua pelaksana GP2, dengan memahami pisau secara menyeluruh justru membuat masyarakat lebih bijak dalam memperlakukan pisau. Tidak akan sembarang menggunakan, menyimpan dan membawa pisau, karena mengetahui aspek pisau dengan segala aturannya.
“Kita tidak mungkin membawa pisau ke mana-mana karena mengerti juga tentang regulasi pisau.”
Thomas menambahkan orang yang tergabung dalam komunitas IBBR, lebih santun dalam menggunakan pisau. Hal tersebut tiada lain karena mereka dibekali dengan pemahaman yang lebih dari pada masyarakat awam.
ADVERTISEMENT
“Bagi saya pisau bukan senjata tajam. Tapi tools atau alat bantu,” timpal Rizal seorang pembuat pisau dan pemilik brand Pisau Krakatau.
Menurut Pencintanya, Pisau adalah Seni dan Bukan Hanya Senjata Tajam (1)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyelesaikan proses pembuatan pisau di Pisau Krakatau. (istimewa)
Pernyataan Rizal tentu membuat benturan di kepala orang awam. Namun secara mendalam Rizal menjelaskan pisau lebih memiliki fungsi utama sebagai kelengkapan alat bantu manusia. Fungsi tersebut tercatat dalam sejarah, pisau hadir dari peradaban masa lalu sampai saat ini menemani manusia.
Pisau sebagai alat bantu manusia, tentu menjadi salah satu barang yang dimiliki setiap orang. Fungsi utama sebagai alat untuk memotong, mengiris, menyayat atau membelah hadir melarung dalam setiap detik manusia bergerak. Apalagi para ibu yang dijamin sangat akrab dengan pisau pasti memiliki lebih dari satu buah pisau andalan untuk legalitasnya sebagai koki di rumah.
ADVERTISEMENT
Senada dengan itu, Bayu Chairudin seorang peserta kompetisi, menilai pisau pada wacana kebutuhan. Tidak hanya dilihat sebagai senjata tajam semata, tetapi bagaimana memaknai pisau untuk digunakan.
“Setiap pisau memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya,” ujarnya.
Semisal untuk keperluan keseharian yang terbatas memotong hal kecil masyarakat bisa menggunakan pisau yang masuk dalam kategori EDC (every day carry). Ada pula pisau yang diperlukan untuk kondisi tertentu semisal survival atau bertahan hidup.
Pada perkembangannya selain digunakan sebagai alat bantu, pisau yang diklaim sebagai mainan kaum lelaki ini hadir menjadi identitas personal pemiliknya. Personifikasi simbolik hadir umumnya disertai sentuhan seni dalam produk pisau.
Hal tersebut diungkapkan Rizal yang acapkali menerima pesanan pisau dari para kolektor yang lebih menginginkan pisau dengan nilai estetika tinggi.
ADVERTISEMENT
“Sejauh yang saya tahu orang yang mencintai pisau ingin memiliki kebanggaan tersendiri dengan bilah yang dimilikinya. Itu yang menjadi dasar pemesan selain ingin memiliki pisau yang tajam, tetapi mengandung unsur seni di dalamnya” imbuh Rizal.
Rizal menambahkan bentuk pisau atau senjata tradisional di Indonesia saat ini masih memungkinkan untuk diolah dengan pendekatan seni. Bentuk pisau tradisi akan lebih menarik dan bernilai tinggi apabila mendapat sentuhan seni dengan pendekatan teknologi saat ini.
Meski tidak bisa dipungkiri harga bilah pisau yang bernilai seni lebih mahal, tetapi peminatnya masih terbuka.
“Harga mahal itu relatif, karena pemesan biasanya mengetahui bahan dan proses pengerjaan yang lebih lama dan detail,” imbuhnya.
Namun biasanya untuk produk tersebut Rizal sendiri membuat dengan kapasitas terbatas. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kenyamanan dan kepuasan para pelanggan. Menurut pengalaman Rizal, kolektor bilah akan memiliki kebanggaan apabila pisaunya berbeda dan tidak dimiliki orang lain.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi ada pula pemesan membuat pisau darinya karena tertarik melihat motif dan bentuk pisau di internet buatan luar negeri. Namun karena kendala jarak dan takut tidak sampai ke Indonesia, akhirnya ia membuat di tempatnya.
Meski demikian, bukan berarti produksinya merupakan pelarian dari hal tersebut. Kualitas pisau lokal sebenarnya mampu berbicara di ranah internasional. Beberapa maker pisau Indonesia namanya berkibar dan acapkali menerima pesanan dari luar negeri.
“Produk pisau lokal tidak kalah dengan buatan luar” ujar Rizal ketika ditanya persoalan kualitas pisau buatan Indonesia. Bahkan menurutnya beberapa brand pisau Indonesia telah lama menembus pasar dunia. (Agus Bebeng)