Psikolog Kenalkan Bahaya Bully Pada Anak SD

Konten Media Partner
4 September 2018 10:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Psikolog Kenalkan Bahaya Bully Pada Anak SD
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Psikolog Puspaga DP3APM Kota Bandung, Agnia Amalia. (Utara Jaya)
BANDUNG, bandungkiwari - Ratusan siswa SD 023 Pajagalan berkumpul di halaman sekolah, mereka diberikan penyuluhan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan perundungan. Sosialisasi tampak seru karena sejumlah materi dikemas melalui lagu.
ADVERTISEMENT
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung terjun ke lapangan merespons kasus perundungan yang terjadi di SDN 023 Pajagalan. Tim psikolog dari Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) diturunkan ke sekolah untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya perundungan alias bullying.
"Tadi kita prepentif, lebih ke pencegahan kan ini sudah terjadi. Jadi kita berikan sosialisasi apa bahayanya dari bully, kemudian hak-hak dasar anak, sehingga mengajarkan apa yang dilakukan anak-anak ada kepentingan anak yang lain," kata Agnia Amalia, praktisi psikolog Puspaga DP3APM Kota Bandung, di SDN 023 Pajagalan, Senin (3/9/2018).
Agnia menuturkan perilaku anak-anak memang harus selalu dalam pemantauan. Termasuk untuk tindakan perundungan ini menurutnya perlu diberikan pemahaman sejak dini sehingga batasan dalam kekerasan bisa diketahui oleh anak guna menjaga sikapnya agar tetap terkendala dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Bagian tubuh mana yang bisa termasuk kekerasan dan bahaya. Setelah mengerti bahaya kekerasan seksual, nanti anak sadar apa yang dilakukan itu bahaya, ketika sudah tahu itu bahaya diharapkan terkontrol perilakunya," tambahnya.
Dipaparkan Agnia, unsur terpenting dalam menjaga anak dari bahaya perundungan adalah peran orang tua. Karena, sambung dia, rumah merupakan lingkungan pertama yang menjadi referensi anak dalam berperilaku sehari-hari.
Agnia melanjutkan, ketika orang tua sudah tidak memberikan perhatian kepada anaknya, maka peran rumah sebagai tempat pertama untuk memberikan pendidikan karakter akan semakin memudar. Akibatnya, anak akan meniru dari lingkungan luar yang tidak bisa tersaring sebagai masukan baik atau bahkan contoh buruk.
"Karena tidak ada kelekatan kepada orang tua sehingga anak melihat dari orang lain, dari tontonan tv dan melihat yang sekitar ditemui dari teman-temannya kayak berantem dan lainnya. Ketika peran orang tua tidak ada, mereka akan mencari contoh dari lainnya, contoh melihat yang merokok akan ikut merokok, melihat pertengkaran keluarga," bebernya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Agnia mengimbau agar orang tua bisa memberikan perhatian khusus kepada anak dengan menciptakan banyak kesempatan berinteraksi. "Orang tua mulai dari adanya waktu tertentu untuk anak, ngobrol ada waktu khusus mengajarkan perilaku yang boleh dan tidak," cetusnya.
Selain itu, Agnia juga menyerukan bagi pihak sekolah agar tidak hanya menjalankan fungsi untuk memberikan pendidikan moral semata. Namun harus ikut berperan aktif dalam membentuk karakter anak, salah satunya dengan menjalin komunikasi intensif bersama para orang tua murid.
"Keterlibatan sekolah dengan orang tua juga penting. Sekolah mengundang bukan hanya pada saat pembagian raport, tapi dalam waktu tertentu juga memberitahu kegiatan apa yang akan dilakukan, jadi nanti terjalin kesepahaman untuk mendidik anak," katanya. (Utara Jaya)
ADVERTISEMENT