Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Rakyat Indonesia Hadapi Masalah Perampasan Tanah
15 September 2018 19:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Tanah. (Pixabay)
BANDUNG, bandungkiwari - Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin mengungkapkan sejumlah faktor penyebab konflik agraria di Indonesia masih banyak yang belum sepenuhnya tuntas. Bahkan, beberapa di antaranya justru malah berkembang menjadi konflik sosial.
ADVERTISEMENT
Menurut Iwan, salah satu penyebab konflik agraria di Indonesia adalah ketika pemerintah menggunakan hukum formal sebagai instrumen penyelesaian masalah tanah. Padahal, dia menilai hukum formal yang digunakan oleh pemerintah acap kali mengabaikan asas keadilan.
"Ada dua pandangan, pertama pemerintah memandang penyelesaian konflik agraria itu berdasarkan hukum formil, tetapi sesungguhnya hukum formil untuk kasus hukum di Indonesia tidak menemukan keadilan, jadi tidak sama antara melakukan penegakan hukum dengan penegakan keadilan," kata Iwan di Bandung, baru-baru ini.
Sebagai dampaknya, di lain sisi Iwan melihat masyarakat cenderung lebih banyak menjadi korban dari konflik agraria, baik itu dengan pemerintah ataupun sengketa bersama korporasi. Walaupun masalahnya sudah diputuskan atau telah ada solusi akhir, namun menurutnya masyarakat tetap menjadi pihak yang dirugikan.
ADVERTISEMENT
"Sementara masyarakat ingin agar penyelesaian konflik agraria berdasarkan pemulihan hak korban kemudian menjadi dasar bagi agrarian reform atau redistribusi tanah," jelasnya.
Untuk itu, Iwan menilai sangat pantas apabila konflik agraria diangkat menjadi isu utama dalan konferensi tingkat dunia Global Land Forum (GLF) 2018, yang akan berlangsung di Bandung pada 22-27 September mendatang. Karena fenomena soal agraria di Indonesia bukan hanya menimbulkan konflik tetapi menciptakan ketimpangan yang semakin luas menyangkut banyak aspek.
Sehingga, lanjut Iwan, dalam GLF 2018 nanti akan turut dibahas soal 'peace and justice' dalam menangani permasalahan agraria. Terlebih, di Indonesia konflik agraria juga melibatkan kasus perampasan tanah, di mana hal itu turut dipengaruhi oleh karakter investor yang rakus untuk menggasak tanah seluas-luasnya.
ADVERTISEMENT
"Hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia itu kita mengalami apa yang namanya perampasan tanah fenomena land grabbing, khusus di Indonesia itu karena ada tipikal investor yang diundang ke Indonesia itu tipikal investor rakus tanah, yaitu untuk perusahaan-perusahaan perkebunan, kehutanan pertambangan atau tipikal investor yang membutuhkan lahan tanah kemudian proyeknya membutuhkan konversi lahan luas, misalnya proyek jalan tol yang mengkonversi lahan pertanian atau membuka kota baru tanpa ada perencanaan yang baik," katanya. (Utara Jaya)