Konten Media Partner

Rekam Lintasan Matahari Bersama Solargraphy Project

3 November 2019 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Assyifa
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Assyifa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BANDUNG, bandungkiwari - Era digital yang terus berkembang saat ini, tak henti menawarkan berbagai kemudahan bagi masyarakat, tak terkecuali di dunia fotografi. Meski begitu, penggunaan kamera lubang jarum atau pinhole camera yang memanfaatkan alat-alat sederhana, nyatanya masih menyita perhatian berbagai kalangan masyarakat. Solargraphy Project pun menjadi contoh konkrit akan masih eksisnya penggunaan kamera lubang jarum.
ADVERTISEMENT
Solargraphy Project merupakan sebuah proyek perekaman lintasan ekuator matahari menggunakan kamera lubang jarum, khususnya dengan teknik solargraphy atau teknik perekaman gambar dengan cara mengekspos kertas foto emulsi dalam waktu yang lama, baik itu dalam waktu mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. Gerakan ini digeluti oleh para pegiat foto yang memiliki ketertarikan pada penggunaan kamera lubang jarum.
Sebelumnya, Solargraphy Project sudah pernah dilaksanakan pada 2014 silam. Menurut salah seorang penggagas Solargraphy Project, Arie Haryana, proyek tersebut berawal dari kejenuhan yang dirasakan oleh para pegiat kamera lubang jarum. "Kami mencari alternatif lain, ketemulah solargraphy," ujar Arie di Bandung, Minggu (3/11).
Gerakan Solargraphy Project ini dilaksanakan selama satu tahun, yaitu pada Agustus 2019 hingga Agustus 2020 dengan membawa tema 'Merekam Jejak Surya Khatulistiwa'. "Kita ingin menegaskan, bahwa yang direkam adalah suryanya," kata Arie.
ADVERTISEMENT
Arie menambahkan, teknik solargraphy dipilih untuk digunakan sebab teknik ini memiliki keunikan tersendiri. Menurutnya, saat ini masih belum ada kamera yang dapat merekam lintasan matahari. "Gimana caranya supaya bisa merekam pergerakan matahari. Sepertinya akan unik, jika itu bisa terabadikan dengan melalui media foto," tuturnya.
Terlebih, Indonesia merupakan salah satu negara yang dilintasi oleh zamrud khatulistiwa. Sehingga, pergerakan matahari di Indonesia tampak tegak lurus. "Ketika anak-anak bertanya kenapa Indonesia disebut dengan negeri khatulistiwa? Apa buktinya? Kami sudah bisa membuktikan, bahwa di Indonesia matahari berjalan secara tegak lurus. Karena terlihat juga dari karya fotonya," kata Arie.
Tahun 2014 lalu, gerakan ini dimulai serentak di beberapa kota, seperti Jakarta, Bandung, Pekalongan, hingga Bali. Sementara, hingga saat ini total sebelas kota telah mengikuti helatan Solargraphy Project yang kedua dan masih berkesempatan untuk bertambah.
ADVERTISEMENT
Arie pun menyebutkan, mengenai adanya keinginan untuk melakukan pameran hasil karya Solargraphy Project. Pasalnya, pada proyek sebelumnya, Solargraphy Project juga mengadakan pameran yang bertempat di Palembang. "Kalau yang sekarang karena kotanya banyak, mau diseriusin dan mungkin di beberapa kota langsung," ujarnya.
Melalui Solargraphy Project, diharapkan semakin banyak orang yang mendokumentasikan gerak cahaya matahari menggunakan teknik solargraphy. Mengingat, gerakan matahari di setiap kota tentunya akan berbeda. "Gimana caranya mengumpulkan orang-orang untuk bersinergi dalam mengabadikan cahaya matahari bersama-sama," tutur Arie.
Selain sebagai media berkarya, Solargraphy Project juga dapat menjadi wadah untuk berbagi cerita di antara para pegiat kamera lubang jarum. "Di tahun 2014 pun ketika ngobrol dengan para pegiat, jadi banyak hal yang baru dan unik, misalkan cerita ketika mereka memotret, ketika memasang kamera, ketika kameranya hilang, itu seru untuk dibicarakan dan diceritakan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Arie pun berharap, teknik solargraphy dapat semakin ramai digunakan oleh masyarakat, khususnya pegiat kamera lubang jarum. "Supaya orang-orang juga tahu, bahwa movement ini manfaatnya besar dan penting untuk diketahui oleh orang banyak," kata Arie. (Assyifa)