Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten Media Partner
RS Kebon Jati Beberkan Fakta di Balik Video Viral Pasien Ngamuk
25 Juli 2018 7:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Kebon Jati, Bandung. (Utara Jaya)
BANDUNG, bandungkiwari - Sebuah tayangan video bikin gaduh di media sosial. Video tersebut menunjukan keluarga pasien yang mengamuk dan melontarkan kata-kata kasar karena merasa tidak dilayani dengan baik oleh pihak Rumah Sakit Kebon Jati.
ADVERTISEMENT
Pembuat video adalah keluarga pasien Reni Muharoni. Tampak keluarga pasien terus meluapkan amarahnya di bagian administrasi sampai pelataran parkir rumah sakit.
Video yang diunggah di jejaring sosial Facebook itu menuding bahwa Rumah Sakit Kebon Jati tidak menyediakan kamar bagi pasien BPJS.
Namun kemudian setelah dilakukan pertemuan pada Senin (23/7/2018), keluarga pasien pembuat video tersebut membuat kembali tayangan di media sosial yang mengakui kesalahannya. Ia juga meminta maaf kepada pihak rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit Kebon Jati, Junandi Surjautama menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak membedakan layanan bagi pasien umum ataupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Adapun semua yang tertera dalam tayangan video bersurasi 4 menit 12 detik tersebut merupakan luapan emosi semata.
ADVERTISEMENT
“Inti permasalahan adalah komunikasi yang kurang baik. Dia udah buat permohonan maaf, dia menyadari kekhilafan dan mungkin kesalahpahaman dan emosi,” kata Junandi saat ditemui di Rumah Sakit Kebon Jati, Selasa (24/7).
Junandi kemudian memaparkan sejak awal kedatangan pasien atas nama Didin (keluarga Reni Muharoni) juga tidak datang dengan sistem rujukan yang baik. Karena, sambung dia, diketahui ternyata sebelumnya Didin diberi rujukan oleh Klinik Avisena, Cimahi.
“Karena dari rujukan di sana minta dirawat di ICCU, harus cepat ditangani, harus cepat dirujuk ke rumah sakit setempat,” ujarnya.
Junandi menuturkan bahwa pasien sempat dibawa ke Rumah Sakit Dustira Cimahi sampai akhirnya memutuskan menuju ke Rumah Sakit Santosa. Namun, belum juga sampai malah masuk ke Rumah Sakit Kebon Jati.
ADVERTISEMENT
Atas pesan dalam rujukan tersebut, Junandi menilai keluarga pasien menjadi panik dan meminta untuk segera dimasukan ke ruang Intensive Cardiologi Care Unit (ICCU). Padahal, di Rumah Sakit Kebon Jati ini tidak memiliki fasilitas tersebut.
“Karena kita kan rumah sakit tipe C, jadi hanya tersedia ruangan ICU saja,” cetusnya.
Menurut Junandi sistem rujukan yang diberikan harus dilakukan secara tepat, lantaran hal itu juga menyangkut dengan keselamatan pasien. Untuk itu, rujukan yang tepat seharusnya berkoordinasi dengan pihak rumah sakit tujuan terlebih dahulu.
“Sistem rujukan harus betul, sebelum rujukan dalam keadaan darurat harusnya kan ada telepon dulu ke sini, menanyakan apakah fasilitas ICCU tersedia atau tidak, apakah alatnya ada atau tidak, jadi setelah semua dikonfirmasi siap, baru berangkat. Terus apabila kondisi pasien memang darurat harusnya ditangani dulu distabilkan,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Junandi menjelaskan bahwa ketika dilakukan pemeriksaan di bagian administrasi ternyata BPJS yang dimiliki oleh Didin terdeteksi tidak aktif. Hal itu disebabkan Didin tidak membayar premi BPJS.
Junandi pun menyatakan pihak rumah sakit memberi waktu kepada keluarga Didin untuk mengaktifkan kembali BPJS. Akhirnya, Didin pun tetap dirawat di Rumah Sakit Kebon Jati dengan status menggunakan layanan BPJS.
“Ke depan saya harapkan kalau BPJS memang benar iuran jangan lupa bayar premi, kalau tidak bayar otomatis kartu tidak bisa digunakan jadi non aktif, bahkan ditambah denda. Karena sistem BPJS sistem gotong royong karena kalau tidak sakit juga tetep bayar karena membantu orang lain,” ujarnya.
Ia juga menyatakan, 80 persen pasien yang berobat jalan dan dirawat inap di Rumah Sakit Kebon Jati menggunakan layanan BPJS.
ADVERTISEMENT
Jumlah ruangan di Rumah Sakit Kebon Jati sebanyak 132 kamar yang terdiri dari semua kelas mulai ruang suite room dan kelas III.
“Semua sudah memenuhi standar minimal pelayanan rumah sakit. Okupansi rate 60-70 persen dan itu 80 persennya pakai BPJS. Setiap hari kalau di poliklinik bisa lebih dari 200 bisa sampai 300 untuk berobat jalan yang pakai BPJS,” katanya. (Utara Jaya)