Konten Media Partner

Rupa Musik Indie Dalam Pameran Visual Strikes di IFI Bandung

11 Agustus 2018 9:04 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rupa Musik Indie Dalam Pameran Visual Strikes di IFI Bandung
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pengunjung mengamati karya di pameran Visual Strikes 1 yang berlangsung di Galeri IFI Bandung, Jumat (10/8/2018). (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Sejak musik mulai memasuki era rekaman populer, musik dan karya rupa berkelindan sedemikian rupa saling berpengaruh satu dan lainnya.
Dalam prosesnya, kita menyaksikan bahwa musik tak berjalan sendirian sebagai medium ekspresi, ia tak pernah bisa dilepaskan dengan budaya visual alias seni rupa yang menyertainya.
Hal itu terungkap dalam pameran rupa bertajuk Visual Strikes 1 yang berlangsung di Galeri Institut Français Indonesia (IFI) Bandung, Jumat (10/8/2018).
Setidaknya, 8 perupa menghadirkan karya-karya yang telah mereka kerjakan. Mereka di antaranya adalah Morrg, Ken Terror, Tremor, Enrico Harinatta, Riandy Karuniawan, Luke Heartwork, Senartogok dan Rivaldy Edywar.
Dengan bantuan kurasi oleh Herry Sutresna, pameran kali ini menampilkan peran perupa dalam menghasilkan karya-karya yang digunakan oleh para musisi lokal.
ADVERTISEMENT
"Kami ajak mereka untuk memilih sendiri dan menginterpretasikan album favorit mereka ke dalam bentuk rupa, dengan spektrum teknis berbeda, sekaligus bercerita tentang peran dan inspirasi musik dalam karya mereka," kata Herry kepada Bandungkiwari.
Pria yang akrab disapa Ucok itu menjelaskan, para perupa mengerjakan karyanya selama 3 bulan.
"Visual Strikes ini diselenggarakan sebagai bentuk apresiasi kami pada hubungan inspirasional dan mutual antara wilayah musik dan rupa tersebut mengingat hal inilah yang menjadi tulang punggung subkultur," tuturnya.
Ucok lebih jauh mengungkapkan, Bandung merupakan laboratorium subkultur sejak tiga dekade lalu. Skena musik independen memiliki sejarah yang cukup panjang di sini.
Irisan musik dan rupa hadir secara intens sejak skena ini manghasilan artefak-artefak rekaman dari pertengahan 90-an hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
"Jika seseorang menyebut skena musik, sudah secara langsung atau tidak, itu pula berarti 'skena' seni rupa yang khas. Ketika independensi hadir sebagai alternatif dari industri musik besar, otonomi band yang diinisiasi di skena ini pula berarti otonomi menentukan ekspresi seperti apa yang hadir di sampul album mereka," paparnya.
Selama itu pula, kata dia, artwork selalu menjadi bagian dari perjalanan skena musik independen.
Seiring dengan perkembangannya, lanjut Ucok, artwork tak melulu artinya sampul rekaman berupa kaset, CD dan piringan hitam.
"Sebagai bagian dari wilayah ekonomi komunitas, ilustrasi dan desain grafis memiliki peran yang sangat penting pada pembuatan merchandise dan elemen pendukung promosi lainnya. Selama itu pula budaya rupa memiliki ruang apresiasinya sendiri, di skena musik dan menghasilkan banyak catatan menarik," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain pameran, penyelenggara juga akan menggelar diskusi panel yang membicarakan dinamika dan apresiasi karya rupa di skena musik lokal.
Semua hal terkait bagaimana karya rupa diproduksi, diakses, dihargai dan dipakai pada produk-produk musik, dari mulai t-shirt, merchandise, sampel rekaman, poster acara dan lain sebagainya akan dibahas pada Minggu (12/8/2018) pukul 19.15 WIB di Auditorium IFI Bandung.
"Dengan adanya diskusi diharapkan dapat memantik wacana tentang kesadaran publik yang tercipta dalam upaya mengapresiasi karya rupa secara kultural maupun ekonomi," kata Ucok. (Ananda Gabriel)