Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Sejarah Ucapan Salam dari Era Sukarno, Soeharto, hingga Jokowi
9 November 2018 14:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
BANDUNG, Bandung Kiwari - Ucapan salam di Indonesia seakan mengalami metamorfosa. Jika pada zaman perjuangan orang-orang mengucapkan salam dengan kata “merdeka!”, kini ucapan salam lebih panjang dan mencerminkan kebinekaan negeri meski belum semua terwakili.
ADVERTISEMENT
Kebinekaan itu tampak dari ucapan salam di era Pemerintahan Joko Widodo saat ini. Dalam sebuah acara kenegaraan atau saat mengawali pidato, Jokowi biasa mengucapkan salam yang diawali dengan, “Assalamualaikum, warahmatullahi wabarakatuh”.
Ucapan salam umat Islam itu lalu dilanjutkan dengan kata “Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om swastiastu, Namo buddhaya, Salam kebajikan."
Dalam literatur, ucapan-ucapan salam tersebut berasal dari ucapan salam keagamaan yang ada di Indonesia. Ucapan salam “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” berasal dari agama Islam yang artinya: semoga Allah SWT. melimpahkan keselamatan, rahmat dan keberkahan untukmu/kalian.
Kemudian, “Salam sejahtera bagi kita semua” diucapkan umat Kristen, “Shalom” diucapkan umat Katolik, “Om swastiastu” dari Hindu Bali, “Namo buddhaya” dari Buddha, dan “Salam kebajikan” dari Konghucu.
ADVERTISEMENT
Jadi, tampak ada lima salam dari lima agama resmi yang ada di Indonesia, yang biasa disampaikan Presiden Jokowi. Lima salam tersebut sekaligus mencerminkan bahwa Indonesia sebagai negara majemuk atau bineka yang penduduknya menganut agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Namun, di samping lima agama resmi, sebenarnya masih banyak warga Indonesia yang menganut kepercayaan lokal, seperti Sunda Wiwitan, Parmalin, dan lainnya yang tentunya punya salam sendiri-sendiri yang bila semua dimasukkan ke dalam pidato kenegaraan bisa jadi lebih panjang salamnya dari isi pidatonya.
Sejarawan Asvi Marwan Adam pernah mencermati ragam salam yang ada di Indonesia dalam sebuah seminar di sebuah kampus di Bandung.
“Di Jawa Barat ada salam 'Sampurasun', salam yang dipakai warga Jawa Barat dan tidak ada di daerah lain di Indonesia,” tutur Asvi.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan Bandungkiwari.com, kata salam "Sampurasun" sempat memicu polemik antara Dedi Mulyadi yang masih menjabat Bupati Purwakarta dan pemimpin FPI Rizieq Shihab. Oleh karena polemik ini, ucapan salam “Sampurasun” semakin populer, terutama di media sosial.
Menurut Dedi Mulyadi, “Sampurasun” memiliki terusan “pun sampun” yang mengandung makna “sampurnakeun ingsun” yang artinya “sempurnakanlah dirimu”.
Salam "Sampurasun" merupakan bagian dari kearifan lokal yang mengandung nilai dan rasa. Lebih lanjut, kata Dedi, "Sampurasun" bermakna ajakan untuk menyempurnakan diri, menyempurnakan panca indra, menyempurnakan pendengaran, penglihatan, penciuman, lidah atau kata-kata, dan hati dengan penuh keikhlasan.
Mengenai ucapan salam di zaman kemerdekaan, Asvi mengatakan salam yang populer dipakai ialah kata “Merdeka”. Kata “merdeka”, misalnya, dipakai Presiden pertama Republik Indonesia (RI) Sukarno dalam setiap pidato resmi kenegaraannya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, ucapan “Assalamualaikum” semakin populer di era Orde Baru yang dipimpin Soeharto (Presiden kedua RI). Walau begitu, tutur Asvi, Sukarno memakai salam “Assalamualaikum” pada Sidang Istimewa MPRS 22 Juni 1966.
Waktu itu, Sukarno menyampaikan “Assalamualaikum” untuk pidato berjudul Nawaksara di hadapan MPRS. Pidato ini sebagai respons presiden terhadap Gerakan 30 September (Gestapu) tentang penculikan dan pembunuhan para jenderal—Sukarno menolak menyebutnya "Gestapu", melainkan "Gestok (Gerakan 1 Oktober)" karena kejadiannya terjadi 1 Oktober dini hari tahun 1965.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan, pidato Nawaksara ditolak oleh MPRS. MPRS kemudian memutuskan memberhentikan Sukarno dari jabatannya sebagai presiden seumur hidup, dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI.
Ucapan salam kembali berkembang di era Reformasi dengan munculnya “Salam sejahtera bagi kita semua,” lalu ada kata “Salom”. Di zaman Megawati Sukarnoputri, kata salam bertambah lagi dengan “Om swastiastu” yang artinya mendoakan lawan bicara agar selalu bahagia dan sejahtera.
ADVERTISEMENT
“Sekarang ditambah lagi dengan salam kebajikan dari Konghucu,” kata Asvi. “Ucapan salam di Indonesia ini menarik.”
Bila dirangkaikan semua salam itu menjadi: “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om swastiastu, Namo buddhaya, Salam kebajikan.” Dan masih memungkinkan ditambah dengan “Sampurasun” dan salam lainnya.
Namun, dari semua salam yang ada, maknanya sama-sama mendoakan kebaikan bagi yang mengucapkan, maupun yang mendengar. Bukankah lebih baik memperbanyak salam daripada bertukar kebencian? (Iman Herdiana)