Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten Media Partner
Untuk Melakukan Pemerasan, Napi Dimodali Ponsel
15 April 2018 11:58 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB

ADVERTISEMENT
Sebagian foto yang digunakan pelaku untuk memikat para perempuan di media sosial (Foto: Arya)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Aksi pemerasan terhadap ratusan perempuan melalui media sosial yang dilakukan oleh napi di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Jelekong, Bale Endah, Kabupaten Bandung, terungkap setelah polisi mencokok tiga pelakunya. Ternyata para napi bisa bebas melakukan kejahatan itu karena mereka dimodali telepon selular (ponsel) untuk melancarkan aksi mereka.
Menurut G, salah satu saksi yang saat ini dilindungi Lembaga Perlidungan Saksi dan Korban (LPSK), pelaku difasilitasi ponsel untuk melakukan modus pemerasan berunsur pornografi. Bahkan, uang hasil pemerasan diberikan kepada oknum petugas Lapas untuk menutupi adanya razia.
Seperti diberitakan sebelumnya, sambil menjalani hukuman sebagai narapidana kasus narkotika di Lapas Narkotika Kelas 2A Jelekong, Bale Endah, Kabupaten Bandung, tiga pria tetap menjalankan kejahatan dari balik jeruji besi. Kali ini mereka memeras ratusan perempuan dengan mengaku sebagai pria tampan melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Pelaku lalu berkenalan dengan korban. Setelah akrab dan menjadi pacar atau caon istri, mereka merayu korban untuk mau berkomunikasi melalui video bahkan meminta korban untuk membuka busananya.
Tanpa sepengetahuan korban, adegannya direkam melalui aplikasi pesan Whatsapp (WA) dan video tersebut menjadi senjata para pelaku untuk melakukan pemerasan terhadap korban. Akibatnya, tiga tersangka yang berinisial IQ (25), JN (30), dan FA (29) ini dicokok oleh aparat dari Kepolisian Resort Kota Besar Bandung.
"Handphone ini difasilitasi sama kepala kamar. Biar bisa masukin handphone, kita kerjasama dengan para petugas Lapas, hampir 85 persen petugas," kata G di Markas Polisi Resor Kota Besar Bandung, Kamis (12/4/2018).
G mengatakan, setelah berhasil mendapatkan uang, korban pun dimintai resi atau struk tanda pengiriman. Setelah struk berada di tangan napi yang bertugas sebagai adminstrasi, kemudian uang pun diambil oleh orang luar lalu masuk ke dalam Lapas.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, uang tersebut pun tidak langsung menjadi milik para napi yang berkerja. Melainkan ada di tangan kepala kamar, kemudian diberikan kepada oknum petugas Lapas.
Untuk nominal setoran, kata G, diberikan kepada petugas Lapas dengan jumlah yang berbeda setiap hari. Bagi para pelaku yang melakukan pemerasan dibayar dengan sistem gaji setiap minggu.
G sendiri mengaku dalam seminggu pernah meraih Rp 40 juta dari hasil memeras korban. Dia bersama napi lain. Uang sebesar itu dari usaha mulai jam 7 pagi hingga 9 malam.
"Peran saya di sini sebagai pelaku pencari korban. Satu minggu dapat per orang biasanya 20 juta, untuk saya paling besar 40 juta satu minggu. Dalam satu minggu 2 sampai 3 orang yang diperas," kata G.
ADVERTISEMENT
G menambahkan, napi yang melakukan aksi ini sekitar 1,000 orang. Mereka berada di 16 kamar, setiap kamar dihuni 13 orang. Dari 13 orang dikurangi 3 orang karena satu kepala kamar, satu administrasi, dan satu yang bersihin kamar.
“Jadi perhitungannya satu kamar 10 orang perkerja, dikali 16 kamar jadi 160 orang satu blok, khusus untuk blok saya. Di sana ada empat blok, dan 1 blok karantina," ujar G. (Arya Wicaksana)