Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bedah Data Inflasi dan Proxy Inflasi, Apa Bedanya?
3 Juli 2024 18:18 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari ALDI FIRMANSYAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini data inflasi menjadi salah satu data yang sangat penting bagi pemerintah daerah dalam menyusun berbagai kebijakan terutama untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat. Namun, ditengah pentingnya data ini, nyatanya masih ada sebagian orang yang belum paham terkait asal muasal, pengertian, dan makna dari data ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis berusaha menguraikan secara ringkas terkait konsep dan makna dari data inflasi beserta proxy inflasi untuk daerah yang bukan termasuk Kabupaten/Kota inflasi dalam beberapa poin.
ADVERTISEMENT
1. Sebelum menyelam lebih dalam, mari kita pahami terlebih dahulu kosep dan definisi dari inflasi.
Menurut N. Gregory Mankiw dalam buku makro ekonominya disebutkan bahwa inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh di sebuah negara. Sebagai contoh di Amerika Serikat pada tahun 1970 rata-rata harga sebuah rumah adalah $23.400, kemudian upah di bidang manufaktur adalah $3,36 per jam. Lalu, pada tahun 2011 rata-rata harga rumah di Amerika Serikat naik menjadi $209.100 dan rata-rata harga manufaktur juga naik menjadi $23,09 per jam.
Namun untuk menyederhanakan presepsi terkait inflasi maka secara umum pengertian Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus (bisa bulan ke bulan (m to m), tahun ke tahun (y to y), dan tahun ke tanggal tertentu (year to date)).
ADVERTISEMENT
Secara umum, dalam ilmu ekonomi jika ditinjau dari sisi supply (penawaran) dan demand (permintaan) maka inflasi disebabkan oleh dua hal diantaranya demand pull inflation (inflasi akibat tarikan permintaan), sederhananya inflasi ini disebabkan banyaknya permintaan terhadap suatu komoditas tetapi stok terhadap komoditas tersebut tidak mencukupi. Kemudian disebabkan oleh cost push inflation (inflasi akibat dorongan harga produksi), inflasi ini sederhananya disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku dan kenaikan upah pekerja.
2. Lalu bagaimana caranya mendapatkan data inflasi ?
Saat ini perhitungan angka inflasi yang sering kita lihat, dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini diperoleh melalui penghitungan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK), dimana data IHK diperoleh melalui Survei Harga Konsumen (SHK). Setidaknya terdapat lebih dari dua ratus komoditas yang dicatat untuk menghasilkan Indeks Harga Konsumen (IHK).
ADVERTISEMENT
3. Apakah data inflasi ada untuk setiap daerah ?
Jawabannya tentu tidak, saat ini hanya terdapat 150 Kabupaten/Kota yang termasuk daerah yang memiliki data inflasi (daerah inflasi), sedangkan Kabupaten/Kota lain yang tidak termasuk daerah inflasi, dalam memonitoring perkembangan harganya dilakukan melalui pembentukan Indeks Perubahan Harga (IPH) atau biasa disebut proxy inflasi.
4. Lalu apa bedanya inflasi dan proxy inflasi ?
Sederhananya perbedaan proxy inflasi dengan inflasi terletak pada komoditas yang dicatat. Jika inflasi melibatkan ratusan komoditas, maka proxy inflasi hanya melibatkan 20 komoditas utama yang dicatat perubahan rata-rata harganya untuk menghasilkan data ini. Tapi perlu diingat 20 komoditas utama penyusun proxy inflasi merupakan komoditas yang juga tercatat dalam penghitungan inflasi.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itulah disebut sebagai proxy karena data ini hanya sebagai pendekatan penghitungan inflasi dengan komoditas yang jauh lebih sedikit. Kemudian dari sisi periode waktunya, inflasi dihitung dalam periode bulanan, sedangkan proxy inflasi dihitung dalam periode mingguan. Kemudian perbedaan lainnya adalah dari sisi pengumpulan data, jika inflasi didapat dari perubahan data IHK (data BPS) maka proxy inflasi didapatkan dari data SP2KP (Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok) dari Kementerian Perdagangan (bukan data BPS).
Nah, jika diibaratkan dengan sebuah kue, dimana inflasi melibatkan resep kue dengan bahan yang detil, sedangkan proxy inflasi hanya dengan bahan yang seadanya tetapi cukup mewakili. Maka pembaca setidaknya dapat memahami bahwa angka yang dihasilkan dari inflasi dan proxy inflasi tentulah berbeda. Namun, meskipun berbeda tetapi informasi yang diberikan dari data proxy inflasi tetaplah sangat berguna bagi pemerintah daerah dalam memonitoring harga komoditas yang andilnya cukup besar dalam mempengaruhi konsumsi masyarakat.
ADVERTISEMENT
5. Apakah cara baca data inflasi dan proxy inflasi sama ?
Meskipun data inflasi dan proxy inflasi berbeda, tetapi baik inflasi maupun proxy inflasi sama-sama menunjukkan perubahan rata-rata harga suatu barang secara menyeluruh. Bedanya kalau inflasi, jenis barang yang berubah cakupannya lebih dari 200, sedangkan proxy inflasi perubahan harganya hanya dalam 20 jenis barang (komoditas utama). Kemudian yang paling membedakan data inflasi dan proxy inflasi adalah dari sisi waktunya.
Sebagai contoh Angka Inflasi Indonesia (y o y) pada Juni 2024 adalah sebesar 2,51% berarti secara umum dari ratusan komoditas yang dicatat terjadi peningkatan harga sebesar 2,51 persen dibanding dengan bulan Juni 2023. Begitujuga dengan (m to m) berarti cukup dibandingkan dengan bulan sebelumnya pada tahun yang sama.
ADVERTISEMENT
Sedangkan khusus untuk proxy inflasi, sebagai contoh di Kabupaten A angka proxy inflasinya pada minggu pertama (M1) bulan Juni adalah 2,4% berarti secara umum terjadi kenaikan rata-rata harga sebesar 2,4% dari 20 jenis barang (komoditas) yang dicatat selama seminggu pertama di bulan Juni (terhitung dari hari senin pertama awal bulan) dibandingkan rata-rata harga 20 jenis komoditas selama bulan Mei.
Kemudian kalau proxy inflasi di Kabupaten A pada minggu kedua (M2) di bulan Juni sebesar 2,6% maka, secara umum terjadi kenaikan rata-rata harga sebesar 2,6% dari 20 jenis komoditas yang dicatat selama periode 2 minggu di bulan Juni (terhitung dari hari senin pertama awal bulan) dibandingkan rata-rata harga 20 komoditas tersebut selama bulan Mei.
ADVERTISEMENT
Kemudian kalau proxy inflasi di Kabupaten A pada minggu ketiga (M3) di bulan Juni sebesar 2,7% maka, secara umum terjadi kenaikan rata-rata harga sebesar 2,7% dari dari 20 jenis komoditas yang dicatat selama periode 3 minggu di bulan Juni (terhitung dari hari senin pertama awal bulan) dibandingkan rata-rata harga 20 komoditas tersebut selama bulan Mei.
Lalu kalau proxy inflasi di Kabupaten A pada minggu keempat (M4) di bulan Juni sebesar 2,8% maka, secara umum terjadi kenaikan rata-rata harga sebesar 2,8% dari 20 jenis komoditas yang dicatat selama periode 4 minggu di bulan Juni (selama bulan Juni) (terhitung dari hari senin pertama awal bulan) dibandingkan rata-rata harga 20 komoditas tersebut selama bulan Mei.
ADVERTISEMENT
Kemudian, jika dalam satu bulan hanya terdapat 4 minggu maka, angka proxy inflasi pada M4 sebenarnya mirip interpretasinya dengan angka inflasi month to month (m to m), yang membedakannya hanya pada jumlah komoditas yang dicatat saja. Namun, kalau dalam satu bulan ada 5 minggu, maka proxy inflasi M5 yang mirip dengan interpretasi inflasi bulanan (m to m).
6. Lalu kalau angkanya bernilai negatif, apa artinya ?
Baik inflasi maupun proxy inflasi jika angkanya bernilai negatif berarti terdapat penurunan harga barang yang dicatat (atau disebut deflasi). Perlu menjadi catatan, angka inflasi maupun proxy inflasi yang nilainya lebih rendah dibanding periode sebelumnya, tetapi nilainya masih tetap positif maka tetap disebut terjadi kenaikan harga, tetapi kenaikannya lebih rendah.
ADVERTISEMENT
Misal, di Kabupaten A nilai inflasi (m to m) pada Juni tahun 2023 adalah 2,3 persen turun 0,3 persen dari bulan lalu. Berarti tetap terjadi kenaikan rata-rata harga secara umum terhadap barang yang dicatat, meskipun kenaikannya lebih rendah 0,3 persen dari bulan Mei tahun 2023.
Untuk lebih mencerahkan imajinasi pembaca maka, bisa diibaratkan rata-rata harga bawang merah 1kg di bulan Juni tahun 2023 adalah 35 ribu/kg lalu di bulan Juli tahun 2023 naik menjadi 40 ribu/kg, dan di bulan Agustus tahun 2023 naik lagi menjadi 41 ribu/kg. Secara logika kenaikan harga bawang merah di bulan Juli lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga bawang merah di bulan Agustus.
Berbeda halnya jika inflasi (m to m) bernilai -2,5 persen maka hal ini berarti harga komoditas secara umum turun 2,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sederhananya jika harga bawang merah di bulan Juni 2023 adalah 35 ribu/kg maka di bulan Juli 2023 turun menjadi sekitar 34 ribu/kg.
ADVERTISEMENT
Intinya baik inflasi maupun proxy inflasi kalau nilainya positif tetap terjadi kenaikan rata-rata harga, tetapi kalau nilainya negatif maka disebut deflasi dan terjadi penurunan rata-rata harga.
Ditulis oleh : Aldi Firmansyah, S.Tr.Stat
Sumber :
[1] https://sirusa.web.bps.go.id/metadata/indikator/5812
[2] N. Gregory Mankiw (2013) Macroeconomics Eight Edition