Konten dari Pengguna

Stunting dan Kesejahteraan

Bang Robby Patria
Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
10 Juni 2022 14:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bang Robby Patria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Dalam lima tahun terakhir, pemerintah meningkatkan perhatian dan anggaran untuk mempercepat penurunan angka bayi pendek (stunting) melalui penerbitan Peraturan Presiden 72 Tahun 2021 tentang Pecepatan Penurunan Stunting. Di Kepulauan Riau angka stunting masih di 16,82 persen di tahun 2019 dan naik menjadi 17,6 di tahun 2021. Dan ditargetkan turun dari 17 persen ke 10 persen di 2024.
ADVERTISEMENT
Masalah serius, prevalensi bayi stunting di Indonesia berdasarkan data Surveilans Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2021 masih 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Oleh karena itu harus ada upaya cepat di tingkat pusat, kabupaten, kecamatan dan desa yang dapat membantu menentukan area prioritas intervensi. Dalam RPJMN, pemerintah menargetkan angka stunting 14 persen di tahun 2024. Kepala daerah harus melihat stunting harus secara serius.
Informasi akurat terkait wilayah prioritas dan tingkat prevalensi status gizi sangat dibutuhkan untuk membantu pengambil kebijakan dalam mengalokasikan anggaran dan sumber daya lainnya pada sasaran yang tepat. Informasi akurat dan kredibel bagaikan oksigen yang menyehatkan kita.
Salah satu temuan dalam riset dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan SMERU Research Institute, program intervensi pemerintah seperti perbaikan akses terhadap air bersih dan sanitasi layak dan program terkait kesehatan lainnya, serta perubahan perilaku masyarakat menyebabkan perbaikan status gizi anak secara umum di 6 kabupaten di Indonesia yang menjadi lokasi survei.
ADVERTISEMENT
Artinya jika ada intervensi dari semua stakeholder terkait akan memberikan dampak positif terhadap upaya menurunkan angka stunting dan mencegah jangan anak anak usia 1000 pertama mengalami stunting.
Persoalan sosial yang dihadapi di tengah masyarakat status gizi tersebut meliputi stunting (anak pendek) yang didasarkan pada tinggi badan dan umur, underweight (anak berat kurang) yang didasarkan pada berat badan dan umur, dan wasting (anak kurus) yang didasarkan pada tinggi badan dan berat badan.

Faktor pengubah status gizi

Meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan ayah dan ibu, membaiknya sanitasi layak dan akses rumah tangga terhadap air bersih, naiknya tingkat kesejahteraan rumah tangga, dan perbaikan asupan gizi ibu dan anak baik melalui perubahan pemahaman terkait pola pengasuhan, dan terpapar oleh program-program gizi merupakan faktor-faktor yang mengubah status gizi anak-anak.
ADVERTISEMENT
Sedangkan desa dengan angka status gizi yang stagnan terkait dengan pola hidup bersih dan sehat yang tidak berjalan, ada pernikahan dini, kondisi geografis dan akses ke layanan kesehatan yang sulit, dan potensi kerawanan pangan, maka angka stunting daerah tersebut lambat dalam mengatasi stunting.
Sebagai contoh, ada beberapa desa misalnya, penurunan angka prevalensi stunting cenderung kecil/stagnan. Hal ini disebabkan oleh faktor kondisi geografis wilayah yang luas dengan penduduk yang tersebar, lalu kondisi alam yang cenderung kering dan jauhnya akses sumber air bersih, kesejahteraan rumah tangga yang rendah, dan pemahaman yang rendah terhadap makanan bergizi dan berimbang.

Mencegah masa depan buruk

Penelitian di berbagai negara berkembang menyatakan stunting memiliki banyak dampak buruk pada masa depan anak-anak. Mereka yang stunting cenderung memiliki capaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah dan kemungkinan untuk jatuh dalam kemiskinan yang lebih besar. Hal itu menyebabkan kesejahteraan mereka di masa depan akan mengalami masalah.
ADVERTISEMENT
Karena tinggi badannya yang cenderung lebih rendah, maka anak-anak yang stunting memiliki faktor risiko berat badan berlebih atau obesitas dan penyakit kronis lainnya ketika dewasa. Perempuan yang stunting juga dapat mengakibatkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan komplikasi persalinan.
Bank Dunia mencatat kurangnya tinggi anak 1% secara nasional berkorelasi dengan penurunan produktivitas ekonomi 1,4% di negara berkembang di Asia dan Afrika.
Dan Indonesia masih menghadapi permasalahan kekurangan gizi di kalangan anak-anak di bawah lima tahun. Sampai saat ini, pemerintah Indonesia terus berupaya menurunkan angka stunting dengan dua strategi: intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
intervensi spesifik ditujukan untuk mencegah dan mengatasi stunting secara langsung pada ibu hamil dan balita melalui pemberian zat besi, imunisasi, makanan tambahan, dan suplementasi zat gizi mikro (misalnya zat besi, seng, dan vitamin).
ADVERTISEMENT
Sedangkan intervensi sensitif yang multi-sektoral untuk mengatasi permasalahan sosioekonomi yang dapat berhubungan dengan peningkatan risiko stunting, seperti akses sanitasi dan air bersih, akses terhadap bantuan sosial, peningkatan ketahanan pangan dan peningkatan kesehatan remaja.
Karena itu, data prevalensi yang akurat di level terkecil sangat penting agar intervensinya tepat sasaran. Pemda di mana saja terkhusus di Kepri harus bahu membahu bekerja keras untuk menurunkan angka stunting di daerah masing-masing. Begitu juga perusahaan yang beroperasi di Kepri agar dana sosial perusahaan dapat diberikan kepada keluarga di sekitar perusahaan sebagai tanggungjawab sosial. Dengan kebersamaan semua pihak terkait, maka stunting di Kepri akan diturunkan sesuai target 10 persen di tahun 2024.
Stunting adalah ancaman bagi generasi yang akan datang sehingga perlu tindakan nyata dari pemerintah daerah dan kita semua agar anak anak Indonesia khususnya di Kepri bebas stunting. ***
ADVERTISEMENT
*Robby Patria, Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Satuan Gugus Tugas (Satgas) Stunting Kepulauan Riau