Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Beda Nasib Antara Jangga dan Langitan
20 April 2025 19:49 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Abdullah Muzi Marpaung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perjalanan kata-kata dalam bahasa Indonesia dari masa ke masa tak kekurangan catatan yang menarik. Di antaranya yang hendak diangkat pada artikel ini ialah kata jangga dan langitan yang paling tidak memiliki lima hal yang sayang kalau tak dicatat.
ADVERTISEMENT
Pertama, dalam percakapan sehari-hari mungkin kita tak pernah mendengar kata jangga. Beda hal dengan kata langitan yang sesekali kita dengar sebagai nama sebuah pondok pesantren ternama di Jawa. Bedanya, jangga ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan diterangkan sebagai kata dari bahasa Jawa yang berarti bagian berwarna kuning pada papan sasaran (tentang panahan). Langitan tidak ada dalam KBBI.
Kedua, langitan dan jangga sama-sama dikenal dalam bahasa Melayu lama. Di antara kamus yang memuat kata langitan dan jangga ialah kamus Melayu-Belanda Klinkert (1902, 1910, 1916) dan Akkerman (1910) serta kamus Jawa-Belanda Grashuis (1898). Kamus yang hanya memuat langitan ialah kamus Melayu-Belanda Klinkert (1901), Bading (1913), van Ronkel (1926), Ridderhof (1935), dan Lameijn (1938), serta kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (1954). Kamus yang hanya memuat jangga ialah kamus Melayu Belanda Pijnappel (1875), Melayu-Inggris Crawfurd (1852), von de Wall (1877), Wilkinson (1901), serta kamus Jawa-Belanda Jansz (1906) dan Pigeaud (1938).
ADVERTISEMENT
Ketiga, dalam sebagian besar kamus yang memuat langitan dan jangga diungkapkan bahwa keduanya merupakan sinonim yang berarti verhemelte dalam bahasa Belanda atau palate dalam bahasa Inggris, yang dalam bahasa Indonesia sekarang kita kenal dengan langit-langit: bagian rongga mulut sebelah atas. Sungguh jauh berbeda dengan arti jangga yang dipakai sekarang.
Keempat, selain langitan, dijumpai pula varian lain seperti langitan mulut (Klinkert 1901, 1902, 1916; Akkerman 1910, Badings 1913), lalangit (Crawfurd 1852; Pijnappel 1863), lalangitan (Rigg 1862), langit-langit mulut (Marsden 1812; Crawfurd 1852; Eysinga 1852; Klinkert 1901; Shellabear 1916) dan varian yang bertahan hingga sekarang, yaitu langit-langit (Crawfurd 1852; Pijnappel 1863, 1875; Badings 1913).
Kelima, selain bagian rongga mulut sebelah atas, jangga juga memiliki arti lain yang tetap jauh berbeda dibandingkan maknanya sekarang. Pada Crawfurd (1852), von de Wall (1877, Grashuis (1898), Jansz (1906) dan Pigeaud (1938) jangga diartikan sebagai kerongkongan atau leher. Pada Wilkinson (1901) kata ini diartikan sebagai dunia.
ADVERTISEMENT
Beberapa abad berlalu, jangga berjumpa nasib yang baru. Maknanya yang lama mesti ia tinggalkan berganti makna baru yang boleh jadi membuatnya jarang digunakan. Sementara itu langitan harus menerima kenyataan lebih pahit. Kehadirannya hanya sampai pada kamus Poerwadarminta (1954). Selepas itu ia digantikan oleh saudara dekatnya, langit-langit.