Konten Media Partner

35 Persen Penghuni Panti Rehabilitasi di Surabaya Anak Pacitan

4 April 2018 3:33 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
35 Persen Penghuni Panti Rehabilitasi di Surabaya Anak Pacitan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
PACITAN, BANGSAONLINE.com - Sedikitnya 35 persen dari kuota penghuni panti rehabilitasi anak Marsudi Putra yang bertempat di Surabaya, ternyata dihuni oleh anak-anak dari Kabupaten Pacitan. Tahun 2017 terdapat 19 anak dengan kategori nakal. Mereka dikirim pemerintah daerah untuk direhabilitasi di sana (Marsudi Putra). Padahal kapasitasnya hanya 50 anak.
ADVERTISEMENT
Sementara di triwulan pertama tahun ini sudah ada sedikitnya 11 anak yang dikirim untuk direhabilitasi. Anak -anak yang dikategorikan nakal dan dikirim ke panti rehab tersebut rata-rata adalah anak yang tidak mau sekolah, tidak patuh kepada orangtua, dan tidak pernah mau pulang ke rumah (suka keluyuran). Oleh sebab itu, mereka dikategorikan nakal dan dikirim melalui Dinas Sosial untuk direhabilitasi.
"Anak-anak tersebut dianggap nakal oleh orangtua dan lingkungan. Padahal saat di tempat rehabilitasi mereka mendapat raport sangat bagus. Anak-anak dari Pacitan dinilai cukup kreatif, dan pintar," kata Sukmawati, Kabid Pembinaan Sosial dan Rehabilitasi Anak Dinsos Pacitan, Selasa (3/4).
Sementara itu, angka kasus terlapor anak berhadapan hukum dan anak dalam kasus yang ditangani Dinsos pada triwulan pertama tahun 2018 ini ada sekitar 7 kasus. Jumlah tersebut dibilang naik dibandingkan tahun 2017 sejumlah 10 kasus dan 2016 sejumlah 6 kasus.
ADVERTISEMENT
Semua anak-anak tersebut sebagian besar adalah korban dari tindakan asusila atau pelecehan seksual. Sisanya adalah pelaku dari tindak kriminal atau pencurian di bawah umur.
"Pemerintah daerah melalui Dinas Sosial mempunyai program pendampingan sosial untuk anak yang bermasalah dengan hukum. Kami punya layanan khusus untuk siapa saja warga Pacitan yang anaknya bermasalah dengan hukum," terangnya.
"Sampai saat ini, masih banyak kasus yang belum terungkap atau terlaporkan karena mereka tidak mengerti ada layanan seperti ini. Atau karena mereka takut, kami juga kurang begitu paham," tukas Sukma. (yun/rd)