Menguak Kampung Arak di Sidolaju Ngawi

Konten Media Partner
7 Mei 2018 15:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menguak Kampung Arak di Sidolaju Ngawi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
NGAWI, BANGSAONLINE.com - Di Kabupaten Ngawi ada dua kampung yang dikenal sebagai wilayah pemroduksi minuman keras tradisional yang disebut arak jowo (arjo). Yaitu, Desa Sidolaju Kecamatan Widodaren dan Desa Kerek Kecamatan Ngawi.
ADVERTISEMENT
Desa Sidolaju berjarak sekitar 17 km dari Kota Ngawi ke arah barat (Solo). Apabila anda masuk dari jalan Raya Ngawi-Solo, masuk ke arah utara sekitar 5 Km dan menyeberangi sungai Bengawan Solo. BANGSAONLINE.com mendatangi desa tersebut untuk menggali informasi terkait tempat produsen miras jenis arak (arjo), Minggu (06/05/2018).
Didampingi oleh Kasidi selaku Kepala Dusun (kasun) setempat, BANGSAONLINE.com diajak ke tempat warga yang memproduksi miras tradisional. Ada 7 rumah di dusun tersebut yang memproduksi arak. Namun, tempat tersebut sudah hampir 3 pekan ini berhenti memproduksi arak lantaran baru saja digerebek polisi beberapa waktu lalu.
Menurut Kasidi, hingga kini warga yang sebelumnya memproduksi arak masih trauma dengan kedatangan orang baru pasca kampung tersebut digerebek petugas gabungan.
ADVERTISEMENT
Desa Sidolaju dikenal sebagai produsen arak yang cukup lama dibandingkan dengan desa Kerek. Profesi sebagai pembuat arak di desa tersebut telah dilakukan secara turun temurun.
"Saya dulu belajar dari orang tua dan orang tua juga dapatnya dari mbah (nenek). Saya hanya meneruskan saja," jelas Suryani (43) salah satu pembuat arak pada BANGSAONLINE.com.
Kata Kasidi, arak produksi Desa Sidolaju lebih baik dibandingkan arak dari Desa Kerek. "Kalau di desa Kerek bahan bakunya dari tetes tebu, air, dan ragi tape. Lalu direndam selama satu pekan setelah, itu baru dapat dimasak atau disuling. Sedangkan dari desa Sidolaju memakai bahan baku dari gula tebu tradisional (gula merah), air, dan tape ketan hitam lalu direndam selama satu pekan. Untuk pembakaran memakai kayu mahoni, jadi tidak sembarang kayu dapat dipakai. Lama pembakaran sekitar 3 jam untuk sekali masakan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Hal inilah yang membedakan kualitas arak Sidolaju dibanding daerah lain. Kalau orang yang tidak biasa mabuk, kalau minum arak sini tidak mungkin kuat karena kadar alkoholnya sangat tinggi," terang Kasidi.
Menurut warga setempat, sebenarnya arak dari desa Sidolaju tidak diproduksi besar-besaran. Miras tersebut lebih banyak dimanfaatkan sebagai suguhan pada saat ada warga yang mempunyai hajat. Biasanya warga yang mempunyai hajat seperti pernikahan, kelahiran bayi, maupun khitanan, tuan rumah menyediakan arak.
Hal ini dibuktikan dari tahun ke tahun, di mana pembuat arak di kampong tersebut selalu berkurang. "Pada awal saya menjabat Kasun ada sekitar 12 warga, tetapi yang terakhir tinggal 7 warga," urai Kasidi.
Kalau di desa Kerek membuat arak sebagai mata pencaharian utama, akan tetapi di desa Sidolaju hanya sampingan yang hampir semua pembuatnya adalah para petani. (nal/ian)
ADVERTISEMENT
Reporter: Zainal Abidin