Konten Media Partner

Ada Desakan Pengembalian Rumah Lanting di Kota Banjarmasin

12 Mei 2018 14:11 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banjarhits.id, Banjarmasin - Festival Kolaborasi Nyawa Sungai Banjarmasin Masa Depan digelar di Menara Pandang Siring Sungai Martapura, Jalan Piere Tendean, Kota Banjarmasin, Sabtu (12/5/2018). Agenda ini membincang isu persoalan sungai di Kota Banjarmasin.
ADVERTISEMENT
Dosen Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat, Ira Mentayani, mengatakan Kota Banjarmasin masih mencari jati diri sebagai Kota Seribu Sungai. Sebab, Ira melihat pola pengembangan sungai di Banjarmasin seolah ingin meniru negara-negara lain dalam mendesain sungai.
Itu sebabnya, Ira Mentayani berkukuh Kota Banjarmasin seharusnya mengembangkan sungai sesuai karakteristik budaya asli Suku Banjar, salah satunya mengembalikan rumah lanting yang berdiri di atas sungai. Ira tidak sepaham ketika Pemkot Banjarmasin menggusur paksa warga yang tinggal di rumah lanting demi mengejar estetika kota.
“Tak mungkin memerintahkan masyarakat yang berada di rumah lanting untuk pindah ke daratan," ucap Ira Mentayani, Sabtu (12/5). Mengutip hasil wawancara 11 orang masyarakat yang mempunyai rumah lanting, Ira cuma mendapati satu orang pemilik rumah lanting dipindah ke daratan.
ADVERTISEMENT
Ira berkata arsitektur rumah lanting mesti dilestarikan dengan tetap menjaga ekosistem sungai tetap bersih. Mempertahankan rumah lanting sejatinya turut melestarikan budaya Banjarmasin sebagai kota berbasis sungai.
“Kebudayaan sungai perlu dijaga. Kalau kita sama dengan negara lain, maka corak budaya kita akan hilang," kata Ira Mentayani. Dia sepakat corak arsitektur budaya sungai mesti dipertahankan dipadu dengan bahan material yang lebih modern, seperti rumah lanting dan jamban apung.
"Contoh jamban, sudah memakai teknologi seftythank yang mampu mencerna kotoran ke sungai," ujar Ira. Ia mengkritik cara pembangunan jamban komunal di daratan karena menyingkirkan nilai budaya sungai.
Rumah lanting merupakan salah satu jenis rumah tradisional khas Suku Banjar di Kalimantan Selatan. Bangunan lanting semacam rumah terapung berbahan kayu dengan bagian bawah memakai pelampung. Suku Banjar membangun rumah lanting sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap kondisi geografis lingkungan.
ADVERTISEMENT
Banjarmasin yang dikenal sebagai Kota Seribu Sungai, jelas banyak ditemukan anak-anak sungai dan rawa yang mengepung penjuru kota. Melihat kondisi lingkungan, orang Banjar menciptakan rumah lanting sebagai identitas kearifan lokal. Mereka hidup bergantung di aliran sungai.
Persoalannya, Pemkot Banjarmasin justru menggusur rumah lanting yang berdiri di tepi Sungai Martapura karena mengganggu estetika kota. Rumah lanting berbeda dengan rumah panggung adat Banjar. Sebab, rumah lanting berada di atas sungai yang memakai bantuan pelampung dan bambu atau kayu.
Adapun Kepala Sub Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian LHK, Restu Yuliani, mengatakan pemerintah kota dan masyarakat mesti bersinergi mengatasi
persoalan lingkungan dan ekosistem sungai di Kota Banjarmasin. Ia menghimbau masyarakat mengubah pola hidup di sungai demi menjaga ekosistem sungai. “Jangan membuang sampah dibantaran sungai," ujar Restu.
ADVERTISEMENT
Ia mengingatkan Indonesia harus bersih dari sampah pada 2025. Melalui pola hidup bersih di lingkungan terkecil dan diri sendiri, Restu berharap target tersebut bisa direalisasikan. Menurut Restu, pemerintah daerah bisa membuat regulasi untuk mendukung bersih dari sampah dengan mengacu Perpres 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. (Muhammad Robby) Foto: Blog Arif Riduan