Baju Kulit Deluang dari Suku Dayak Deah yang Terlupakan

Konten Media Partner
25 Agustus 2018 17:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baju Kulit Deluang dari Suku Dayak Deah yang Terlupakan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
banjarhits.id, Banjarmasin - Pernak-pernik pakaian adat berbahan kulit kayu terpacak di pojok kiri deretan stan Festival Budaya Pasar Terapung 2 di Siring Nol Kilometer, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di bawah terik matahari yang mulai condong ke barat, seorang lelaki tua piawai merajut kulit kayu menjadi pakaian adat masyarakat Dayak Deah.
ADVERTISEMENT
Ia adalah Wincen, warga Desa Upau, Kecamatan Haruai, Kabupaten Tabalong. Jemarinya lincah ketika menjahit pakaian tradisional itu memakai mesin jahit modern berkelir kuning. Selain itu, peralatan lainnya seperti palu, mandau, dan belayung (kapak tua) sebagai pelengkap saat menggarap baju adat dari kulit kayu Deluang.
"Bukan hanya baju adat, tapi topi dan rok juga dibuat," kata Wicen kepada banjarhits.id, Sabtu (25/8/2018).
Ia belajar membuat baju dari kulit kayu secara otodidak setelah mendengar cerita masa lalu Dayak Deah. Wicen memang punya garis keturunan dari leluhur Dayak Deah yang punya tradisi baju berbahan kulit kayu. Kerajinan membuat baju dari kulit kayu ia geluti sejak 2015 silam. "Sejak tahun 2015 sudah membuat ini," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dengan nada yang santun, Wincen menjelaskan tips cara membuat baju, topi, atau rok berbahan kulit kayu Deluang. Ia lebih dulu mencari batang pohon Deluang yang berukuran minimal berdiameter 10 sentimeter. Pohon ini diambil kulitnya, kemudian dipukul merata agar halus berbentuk menyerupai kain yang siap dijahit.
Menurut dia, ada kesulitan dalam membuat pakaian dari kulit kayu Deluang. Ia mesti hati-hati saat menghaluskan kulit kayu dengan alat pemukul.
"Kalau memukulnya tak merata, maka kain yang dihasilkan akan terlihat kasar," ujarnya.
Wicen berkata bahwa satu buah baju bisa menghabiskan waktu pembuatan selama 3 jam. Sedangkan pengerjaan rok perempuan dapat selesai setiap satu hari. Semakin besar diameter sebuah pohon, maka semakin banyak pula kulit kayu yang diperoleh.
ADVERTISEMENT
Kalau batang pohon itu berdiameter 40 sentimeter, ia bisa dapat membuat 4 buah baju rompi. Adapun bila pohon memiliki diameter 15 sentimeter, maka hanya dapat 1,5 buah baju.
"Kayu Deluang dapat ditemui di kebun atau di hutan," ungkap Wincen.
Sejak 2015, pesanan demi pesanan terus membanjiri usahanya itu. Bahkan, ia sempat kewalahan menggarap pesanan pelanggan. Menurut perhitungannya, terdapat pesanan sekitar 20-30 buah baju adat dalam sebulan.
"Apalagi antara bulan Juli-September, karena banyak kegiatan," ucapnya.
Baju adat yang terbuat dari kulit kayu Deluang itu, kata Wincen, biasanya dipakai untuk acara adat dan festival. Namun di zaman modern, sudah jarang orang memakai pakaian adat tersebut.
"Bahkan anak muda sekarang ada yang belum mengetahui baju adat dari kulit kayu Deluang ini," kata Wincen.
ADVERTISEMENT
Pembina Sanggar Tatao Dayo (yang bermakna kaya budaya) ini bersyukur bahwa dirinya bisa turut melestarikan budaya Dayak Deah, khususnya dalam mengembangkan pakaian adat. Wincen pun mengaku mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabalong. (M Robby)