Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Akibat perkembangan digital ekonomi, Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalimantan Selatan mencatat inflasi di Banjarmasin meningkat selama setahun sebesar 4,11 persen. BI menargetkan tingkat inflasi pada angka 3,5% +/- 1% seiring keseimbangan perkembangan inflasi di berbagai daerah di Kalsel.
ADVERTISEMENT
Deputi Direktur BI Kalsel, Dadi Esa Cipta, mengatakan digital ekonomi berdampak terhadap laju inflasi di berbagai daerah, baik sektor keuangan dan UMKM.
“Multi-inflasi dari bulan Januari hingga Oktober, naik sebesar 03,22 persen. Kita perbulannya, kisaran sebesar 0,16 persen saja," ucap Dadi Esa Cipta kepada banjarhits.id saat refreshment media di Yogyakarta, Jum'at malam (1/11).
Agenda BI Kalsel ini mengusung tema, "Refreshment Kebanksentralan: Jurnalis Ekonomi Kalimantan Selatan," di hotel Sahid Raya, Yogjakarta. Kata Dadi, inflasi tinggi karena banyak permintaan konsumen, apalagi pada November dan Desember setiap tahun. Siklusnya, hari-hari besar seperti Natal dan tahun baru memicu lonjakan harga sembako dan tiket pesawat.
"Jika misalnya naiknya satu dan turunnya satu, tidak masalah. Kalau capaiannya rendah sekali, maka kurang baik pula untuk inflasinya," kata dia.
ADVERTISEMENT
Untuk bahan pangan, Dadi menyebut salah satu pemicu inflasi dari daging ayam. Inflasi mesi dilihari dari sisi stok dan distribusi. Kalaupun ada persoalan di antara keduanya, BI perlu merangkul instansi lain dan pemerintah daerah dalam wadah Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPPID).
"BI bukan anti kenaikan harga, tetapi bagaimana mencari harga yang stabil dan yang menguntungkan masyarakat sesuai kebutuhannya. Dan inflasi tertinggi, masih Banjarmasin dan Tanjung," bebernya.
Manajer fungsi pengembangan UMKM Aryo Wibowo menyebut pembukaan klaster pada 13 kabupaten/kota di Kalsel membantu pengendalian inflasi. Ia mencontohkan pembukaan lahan 10 ribu meter persegi Agro Edu Park di Kota Banjarbaru.
Ia mendorong para pelaku UMKM dan pondok pesantren dapat memanfaatkan dan meningkatkan daya saing tersebut. Menurut Aryo, pesantren dengan jumlah santrinya yang banyak dapat dipotensikan dari segi tenaga dan halaman pesantren yang cukup luas.
ADVERTISEMENT
Namun, kata dia, ada penolakan dari pihak pondok pesantren karena berasumsi BI berpolitik. Alhasil, kata Aryo, upaya meningkatkan potensi kedaerahan dari sektor tersebut menjadi terhambat karena rendahnya kesadaran daerah.
"Kami, BI pernah berkunjung ke sebuah pesantren tradisional di Kalsel, awal rencana hanya mengajak tawaran kerjasama dalam penanaman bibit pohon hidroponik. Kami kasih Rp 500 juta buat modal tanam, malah mereka tolak. Mungkin kiranya BI berpolitik," ujarnya.
Ia berharap UMKM dan petani klaster terus meningkatkan kualitas produk demi stabilitas inflasi di daerah. Menurut Aryo, perlu keseimbangan di antara konsumen dan produsen (petani) agar kebutuhan masyarakatnya terpenuhi.