Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Bocah berumur 8 tahun itu piawai memainkan ukulele seraya melantunkan lagu Kasih Ibu. Ketika beranjak dini hari, Jumat 23 Agutus 2019, ia masih sibuk mengais rezeki di bawah temaram lampu Siring Patung Bekantan, Kota Banjarmasin.
ADVERTISEMENT
Kimin—begitu ia disapa— sebagai anak putus sekolah yang tinggal di kawasan Gang Gandapura, Jalan Tembus Mantuil, Kecamatan Banjarmasin Selatan. Tengah malam itu, Kimin dengan raut wajah letih masih terus mencari peruntungan memainkan petikan senar ukulele. Ia sudah keliling ngamen sejak pukul 08.00 wita.
Kimin terpaksa banting tulang bersama kakaknya, Dani (11) menjadi seorang pengamen jalanan yang mengitari seluruh ruas Kota Banjarmasin. Nasib malang dimulai sejak satu tahun terakhir ketika sang bapak tutup usia.
"Jadi saya sempat sekolah sampai kelas 2 SD. Tapi putus sekolah, akhirnya karena harus kerja seperti ini untuk membantu penghidupan mama di rumah. Kakak saya juga sama ngamen tapi di tempat lain," ucap Kimin kepada wartawan banjarhits.id, Jumat.
ADVERTISEMENT
Kimin sebenarnya masih ingin bersekolah, tetapi terkendala biaya untuk masuk sekolah dan biaya hidup. Alih-alih bersekolah, ia kerap kesulitan mencukupi biaya makan harian. Alhasil, Mimin pun mencari siasat lewat ngamen untuk meraup uang.
“Padahal saya ingin sekali lagi masih bersekolah," bebernya.
Kimin tak kecil hati. Ia tetap berjuang menyambung hidup bersama kakaknya berangkat dari jam 08.00 pagi dengan mengitari beberapa ruas jalan di Banjarmasin. Ia cuma berharap belas kasih dari warga yang mendengar petikan ukulele dan suaranya.
"Saya sudah terbiasa begini, hampir setahun sudah begini saja pagi berangkat nanti jam segini baru pulang, ini pun dapatnya paling cuma 100 ribu dikasihkan ke mama untuk di belanjakan makan dirumah sehari hari," ungkap Kimin.
ADVERTISEMENT
Kimin ingin meraih sukses di tengah serba keterbatasan ekonominya. "Tidak mau saya berterus terusan seperti ini, namun karena tuntutan hidup saat ini saya harus melakukannya," katanya.
Kendati hibup di jalanan saban hari, Kimin belum pernah menerima kekerasan fisik. "Dengan kakak biasanya jalan pulang. Paling sampai jam 1 malam sudah pulang, kadang tidur cuma 5 atau 6 jam paginya ngamen lagi," sebutnya seraya meneteskan air mata.
Ihwal alat musik ukulele, Kimin mengaku membelinya hasil keringat dan jerih payahnya bersama kakaknya agar dalam keseharian mengamen bisa menjadi lebih menarik.
"Lebih ramai kan kalau pakai ini, kalau suara aja tidak seru," pungkasnya.