Konten Media Partner

Cerita Nasib Kota Tua Banjarmasin

18 Februari 2018 11:39 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cerita Nasib Kota Tua Banjarmasin
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id – Dinding depan rumah panggung berarsitektur Banjar itu mulai tak simetris. Berbahan kayu, dinding rumah ini condong miring ke dalam. Toh, si shohibul bait, Abdullah Suhairy Syukur, tetap takzim komat-kamit merapal doa sambil menggenggam biji tasbih.
ADVERTISEMENT
Duduk bersila di ruang tamu, pria sepuh berusia 64 tahun ini tak sedikit pun cemas dinding depan rumahnya bakal ambruk. Padahal, rumah yang dibangun sejak 1920-an itu, seperti tak kuasa menahan beban di tengah kayu-kayu penyangga yang digerus usia. Terletak di lingkungan RT. 15 Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, rumah kusam milik Abdullah ini berdiri sedikit menjorok ke dalam dari jalan raya.
Dahulu, kata Abdullah, rumah yang ia tempati milik almarhum Rasidi Abbas, ayah kandungnya. Abbas membeli rumah itu dari Katjil seharga Rp 750 pada 11 Agustus 1938. Abdullah masih menyimpan rapi berkas surat jual beli rumah yang tertulis dalam ejaan bahasa Indonesia tempo dulu.
ADVERTISEMENT
Rumah milik Abdullah hanya satu dari sedikit rumah kuno Banjar yang masih berdiri dan berpenghuni di kawasan kota tua Banjarmasin. Ada sebagian rumah yang sudah lapuk dimakan usia dan ditinggal pemiliknya. Tak sedikit pewaris rumah yang telaten merawat peninggalan orang tuanya.
Hajjah Ramaniah, misalnya. Ia menyulap ruang tamu rumah Banjar berjenis bubungan tinggi menjadi depot makanan. Rumah berkelir cokelat dan kuning tua ini nampak terawat. Ruang tamunya jembar dengan empat jendela muka dibuat lebar yang membuat lancar sirkulasi udara. Bangunan yang berdiri pada 25 Januari 1925 ini punya tinggi langit-langit mencapai 15-an meter yang membuat adem ruang bagian dalam rumah.
Lain hal rumah milik M Rasyid (44). Rumah berkelir kuning gading ini pernah menerima bantuan renovasi dari Kasat Brimob Polda Kalsel pada November 2015 lalu. Rasyid mengaku tidak mengubah bentuk asli rumah Banjar jenis gajah baliku tersebut. Kalaupun ada perbaikan rumah, sebatas menambal atau mengganti kayu-kayu yang lapuk tanpa mengurangi bentuknya.
ADVERTISEMENT
“Saya generasi ketiga yang tinggal di sini. Ada sih perbaikan, tapi tidak mengubah bentuknya,” kata Rasyid. Ia sengaja tak mengubah bentuk bangunan karena ingin menjaga aset sejarah kota.
Walapun berderet banyak rumah kuno lingkungan setempat, Pemkot Banjarmasin hanya menetapkan satu tempat sebagai cagar budaya: rumah dan makam Surgi Mufti. Ia seorang ulama kondang Banjar bernama asli Syeh Jamaluddin Al Banjari di zaman penjajahan Belanda tahun 1890-an.
Kampung ini terletak tepat di tepi Sungai Martapura, jalur utama perdagangan di masa penjajahan Belanda. Pelancong kadang menyambangi ke rumah-rumah lawas tersebut untuk sekedar berwisata sejarah. Pemkot Banjarmasin kabarnya merevitalisasi kawasan Jungai Jingah untuk dijadikan kawasan wisata sejarah. Tapi, tanda-tanda itu tak kunjung nampak.
ADVERTISEMENT
"Kalau mau dijadikan tempat wisata, iya. Tetapi belum kelihatan apa tahapan persiapannya. Belum ada, termasuk regulasinya," kata pakar kebudayaan Banjar, Zulfaisal Putra.
Selain Kelurahan Sungai Jingah, kawasan kota tua Banjarmasin terletak di Kelurahan Kuin, Kecamatan Banjarmasin Utara. Bedanya, rumah kuno di kawasan Kuin sudah banyak beralih fungsi dan terbengkalai akibat perubahan zaman. Di Kuin, hanya menyisakan satu bangunan tempat ibadah Masjid Sultan Suriansyah yang masih tegak berdiri sebagai cagar budaya. (Diananta)