Kematian Mendadak, Apa yang Salah?

Konten Media Partner
20 Mei 2018 18:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kematian (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kematian (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Penulis: Pribakti B (Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat dan dokter di RSUD Ulin Banjarmasin). Tulisan ini opini pribadi penulis yang dikirimkan untuk banjarhits.id
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id - Kematian akan datang pada siapa dan kapan saja, ketika gowes atau tidur sekalipun. Acap kita mendengar ungkapan terkejut ketika merespons atas kematian seseorang: “Baru kemarin masih tertawa, bercengkerama, ikut reuni, hari ini sudah pergi meninggalkan kita.”
Kita mengira kematian mendadak seolah tak terelakkan. Namun bagi dunia medis, sesungguhnya masih ada celah menghindari kematian tiba-tiba. Ilmu kedokteran punya catatan ihwal mati prematur atau prematur death.
Secara statistik kejadian, mati prematur atau seturut logika medis, mati sebelum waktunya. Ada yang bisa dilakukan pihak medis agar terhindar dari kematian mendadak. Ilmu dan teknologi medis yang makin maju dapat mengubah nasib pasien.
Mati muda tidak perlu terjadi. Ambil contoh orang kaya bisa membayar fasilitas ICU untuk mengatasi penyakitnya, sehingga nyawa si pasien bisa tertolong dan tak perlu berujung maut. Tidak demikian kasus yang sama, tapi kesulitan membayar ongkos ICU. Penyakitnya seolah menggali kubur sendiri.
ADVERTISEMENT
Nalar medis yang sama untuk potensi biologis manusia, bahwa gen manusia sejagad semua sama. Kalau orang Zimbabwe, misalnya, umur harapan hidup (LifeExpectancy) tidak lebih 50 tahun, sedangkan orang Okinawa di Jepang bisa mencapai 90-an tahun. Apa yang salah?
Yang pasti potensi biologis semua orang sama. Tapi yang membedakan soal kesempatan menerima peran tangan medis. Makin besar intervensi medis didapat, makin besar peluang pasien memperpanjang umur. Bahwa menjadi sehat itu ada di tangan kita masing-masing.
Demikian halnya bila kita membahas kasus kematian mendadak atau sudden death. Tidak selalu jantung penyebabnya, bisa jadi penyakit otak atau ada kelainan di pembuluh darah. Toh, serangan jantung kerap menjadi pemicu dominan sudden death.
ADVERTISEMENT
Oleh karena bisa tahu penyebabnya, maka dunia medis bisa berperan menggagalkan kematian mendadak. Jenis penyakit jantung terdiri ada lima, satu di antaranya yang kerap kita dengar adalah serangan jantung karena sumbatan koroner.
Selain koroner, jantung juga bisa bengkak. Jantung bengkak akibat hipertensi tak diobati, kalau bukan kelainan katup jantung, selain bisa ada masalah paru.
Jenis penyakit jantung yang lain bisa ada gangguan listrik jantung, kelainan jantung bawaan, berubahnya otot jantung, dan infeksi jantung. Dua penyakit jantung yang dominan sering menimpa orang masa kini, yakni jantung koroner tersebab pembuluh darah sebagai pemasok makanan ke otot jantung tersumbat, selain jantung bengkak.
Keduanya bisa berjalin kelindan, walau tidak selalu berujung mati mendadak. Otot jantung bisa berubah sifat yang memicu kematian mendandak. Pada hipertrophycardiomyopathy, misalnya.
ADVERTISEMENT
Kelainan ini umumnya genetik, sebagian kecil bisa akibat efek samping obat anti kolesterol yang umum dikonsumsi. Umumnya tanpa gejala, namun curiga bila ada keluarga yang mati muda. Mati mendadak terjadi juga bila ada kelainan irama jantung.
Ilustrasi penyakit jantung. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penyakit jantung. (Foto: Thinkstock)
Salah satunya Sindroma Brugada. Sindroma ini nyaris tanpa keluhan dan gejala, dan baru diketahui bila lewat pemeriksaan ECG, selain treadmill. Orang dengan kasus ini sering mimpi buruk, selain punya riwayat pingsan, jantung berdebar dadakan, sampai laju degup jantung dua kali lebih cepat.
Seperti kasus jantung bengkak, jantung tak optimal memompa darah. Kematian mendadak terjadi juga bila ada gangguan listrik jantung. Dokter menyebutnya suddencardiac arrrest.
Fungsi jantung tidak optimal. Sama halnya dengan Sindroma Brugada pemompa darah tidak memadai. Cukup dengan memeriksa ECG, sudah mengenali gangguan jantung ini dan koreksi bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT
Mati mendadak terjadi juga bila pembuluh darah aorta robek. Aorta adalah pembuluh darah terbesar yang keluar dari jantung mengalami kerapuhan. Kerapuhan aorta sehingga koyak bisa terjadi tanpa sebab.
Biasanya mendadak nyeri dada dan dokter menemukan darah tumpah di rongga dada. Singkatnya, kalau saja semua penyandang kelainan di atas diperiksa dan dokter melakukan tindakan koreksi, mati mendadak mestinya tidak perlu terjadi.
Namun kebanyakan kita kurang peduli melakukan general check up untuk tahu seperti apa potret kondisi tubuh. Bahwa kondisi tubuh masing-masing hari ini merupakan otobiografi dari apa yang kita makan sejak kecil, bagaimana cara kita bekerja, memperlakukan tubuh, seberapa cukup tidur, dan gaya hidup yang kita pilih.
Namun bila kita tidak pernah general check up, maka “bom waktu” dalam tubuh kita yang mestinya terdeteksi lewat serangkaian pemeriksaan medis, suatu saat meledak alias mati mendadak.
ADVERTISEMENT
Seolah-olah ini kejadian tak terduga, padahal seturut medis mestinya terdeteksi. Atas dasar ini, kita harus mulai berbenah dan mengubah pola hidup. Penyakit bisa dicegah sebelum terjadi.
Setiap hari, kita bertanggungjawab membuat keputusan yang tepat dalam memilih asupan makanan.
Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan kita, bahkan di tahun setelahnya. Bagaimana caranya? Simpel, konsumsilah makanan sehat bergizi seimbang. Bukan berarti mengubah menu makanan dengan diet ekstrem. Tidak perlu juga mengorbankan makanan kesukaan.
Mulai dulu dari perubahan kecil yang sederhana, lalu lihat perubahan berarti dalam kesehatan setelah itu. Misalnya, mengenali jenis-jenis nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Lalu coba untuk mulai mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan gizi.
ADVERTISEMENT
Singkirkan makanan-makanan yang tidak berfaedah bagi tubuh. Niscaya secara perlahan niat, kesadaran, dan komitmen untuk hidup lebih sehat akan terbentuk.
Semoga bermanfaat.