Nasib Martapura Lama, Pelabuhan yang Jaya di Zaman Belanda

Konten Media Partner
30 Mei 2019 12:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dermaga kayu di Pelabuhan Martapura Lama, Kota Banjarmasin. Foto: Zahidi/banjarhits.id
zoom-in-whitePerbesar
Dermaga kayu di Pelabuhan Martapura Lama, Kota Banjarmasin. Foto: Zahidi/banjarhits.id
ADVERTISEMENT
Dermaga berlantai kayu ulin itu sudah compang-camping dimakan usia. Sebagian lantai kayunya bolong, dengan semak belukar di sekelilingnya. Dua pancuran air atau ponten umum berdiri di pinggir dermaga itu. Sejak dibangun awal abad ke-19, kondisi Dermaga Pelabuhan Martapura Lama ini menjadi tak terurus seiring perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT
Berdiri di bantaran Sungai Martapura, dermaga itu jadi saksi bisu geliat perekonomian lokal Kota Banjarmasin. Pelabuhan Martapura Lama sempat mencorong di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim), sebelum meredup sejak enam dekade lalu. Kapal-kapal rakyat pengangkut kebutuhan pokok kerap singgah untuk bongkar muat barang.
Menurut sejarawan Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur, pamor Martapura Lama meredup sejak 1965-an seiring beroperasinya Pelabuhan Trisakti yang lebih modern pada eranya. Mansyur mencatat Pelabuhan Martapura Lama sudah dikenal mentereng ketika awal berdiri sebagai mata rantai jalur perdagangan lewat perairan di Kalsel dan Kaltim.
Mansyur mengungkapkan meredupnya Martapura Lama juga karena gejala alam yang memicu pendangkalan air Sungai Martapura. Alhasil, aktivitas pelayaran pun sering terganggu karena jalur keluar masuk kapal tak lagi lega. Draft kapal sering kandas ketika menyusuri Sungai Martapura.
ADVERTISEMENT
"Karena sistem Sungai Martapura ini merupakan sistem pasang-surut. Saat terjadi pendangkalan, maka terjadilah endapan lumpur yang menyebabkan kapal yang sandar tidak bisa bergerak kecuali menunggu air pasang lagi," ujar Mansyur kepada wartawan banjarhits.id, Selasa (21/5).
Bukan perkara sepele mengurai kusut pendangkalan di sana. Pemerintahan kolonial Belanda, Mansyur menjelaskan, juga pernah berupaya mengeruk dasar sungai untuk menambah kedalaman. Namun, upaya itu tak membuahkan hasil optimal.
"Hingga tahun 1965 pemerintah resmi memindah fungsi Pelabuhan Martapura Lama ke Pelabuhan Trisakti yang saat itu baru dibangun. Pelabuhan Trisakti ini tidak ada endapan lumpur seperti di muara Sungai Martapura di Pelabuhan Martapura Lama," ujar Mansyur.
Kandasnya kapal uap De Weer milik Belanda pada 21 Desember 1918 merupakan salah satu contoh akibat pendangkalan sungai itu. Kemudian kapal itu baru bisa lolos dari endapan setelah air pasang sehingga badan kapal bisa terangkat.
ADVERTISEMENT
"Pukul lima sore ketika air mulai pasang, jangkar diangkat kembali dengan susah payah. Dengan perjalanan yang sangat lambat, kapal bisa mencapai Sungai Barito sebelum malam. Atas kejadian ini kapal telah kehilangan waktu selama 17 jam dari waktu normalnya," kata Mansyur.
"Di era kolonial, Martapura Lama punya nilai historis sebagai poros utama jalur keluar-masuk perdagangan via laut dari dan ke Banjarmasin. Keberadaan pelabuhan ini berkontribusi menopang geliat perekonomian lokal kala itu, sampai era kemerdekaan," sambungnya.
Kondisi dermaga Pelabuhan Martapura Lama, Kota Banjarmasin tak terurus. Pelindi III hendak menjadikan RTH kawasan ini, tapi kunjung terealisasi. Foto: Zahidi/banjarhits.id
PT Pelindo III dan Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin sudah berencana menyulap kawasan Martapura Lama lebih modern pada akhir 2018. Dikabarkan bahwa Pelindo ingin menjadikannya ruang terbuka hijau.
Namun saat itu, Pemkot Banjarmasin belum mendapat rencana rinci soal lahan seluas 5,3 hektare tersebut, bahkan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Banjarmasin belum mengetahui rencana Pelindo III sebagai pemilik lahan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin, Mukhyar, menyebut Pelindo III mesti melampirkan perizinan dan Detail Engineering Design (DED) terkait tata ruang ke Pemkot Banjarmasin jika ingin mengubah peruntukan Martapura Lama.
"Sesuai peruntukkannya akan dijadikan sebagai apa lahan ini. Semua tergantung Pelindo memanfaatkan untuk apa, yang penting sesuai peruntukan dan tata ruang. Misal ingin di bangun mal atau hotel, kalau tata ruangnya pas saja maka tidak masalah," ujar Mukhyar.