Pakai Tongkat, Ulama Arsyad Al-Banjari Membuat Aliran Sungai Tuan

Konten Media Partner
7 Maret 2018 20:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakai Tongkat, Ulama Arsyad Al-Banjari Membuat Aliran Sungai Tuan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id - Sebagian urang Banjar, pasti pernah mendengar sosok ulama kharismatik Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Ia seorang ulama fiqih mazhab Syafi'i yang berasal dari Kota Martapura, Kabupaten Tanah Banjar (dulu disebut Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Arsyad Al-Banjari hidup pada masa tahun 1122-1227 hijriyah atau 1702-1812 masehi, yang mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian.
ADVERTISEMENT
Dia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara. Selain piawai di bidang agama, Arsyad Al Banjari mahir sebagai ahli teknik dan arsitek ulung setelah sukses membikin aliran Sungai Tuan sebagai irigasi pertanian semasa itu.
Karya di luar bidang agama ini yang mendorong dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (Uniska), Adhi Surya Said, rela selama dua bulan mengumpulkan literatur dan wawancara ke beberapa sumber, baik ke museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru, tokoh masyarakat, serta menggali referensi lain. Riset kecil ini demi mengupas sosok Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai ahli teknik
Sungai Tuan kini dibagi menjadi dua administrasi desa: Sungai Tuan Ulu dan Sungai Tuan Ilir, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar. “Tampaknya Sungai Tuan yang dibikin oleh ulama Arsyad Al Banjari saat ini masih berfungsi teknis, untuk itu wajib dijaga dan dilestarikan demi keberlanjutan warisan atau pusaka untuk masa depan sebagai karya teknis Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang sudah berumur 2 abad,” kata Adhi usai Diskusi Publik “Heritage Sungai Tuan Yang Berfungsi Teknis Sebagai Karya Tuan Haji Besar Muhammad Arsyad Al Banjari Dalam Perspektif Teknik Sipil,” di Kampus Uniska Banjarmasin, Rabu (7/3)
ADVERTISEMENT
Arsyah Al Banjari membuat aliran Sungai Tuan untuk kebutuhan sistem irigasi pertanian, persawahan, dan perkebunan. Selain itu, aliran sungai berfungsi menopang transportasi air. Adhi mengusulkan Sungai Tuan harus segera dinormalisasikan karena kondisinya kritis dengan adanya pendangkalan dan penyempitan sungai.
Menurut dia, kajian teknis dan perhitungan Sungai Tuan bisa lewat penelitian mendalam. “Normalisasi Sungai Tuan bertujuan dijadikan sebagai heritage atau warisan dunia melalui PBB (UNESCO),” ujarnya.
Adhi menceritakan, niatan Arsyah Al Banjari membuat Sungai Tuan karena kawasan Martapura Lama sering kebanjiran. Alhasil, si ulama menyudet Sungai Martapura, dan bencana banjir di Martapura lama dapat ditangani. Saat itu, fungsi Sungai Tuan sebagai sistem pengendali banjir memang mumpuni, karena menekan aliran air Riam Kiwa yang masuk ke Sungai Tuan.
ADVERTISEMENT
Sehingga pertemuan debit aliran Riam Kiwa dengan Riam Kanan menjadi berkurang, setelah disudet lewat Sungai Tuan yang titik awalnya berada di Jembatan Astambul. Sehingga debit banjir di Martapura Lama dapat dikendalikan.
Aliran air di Sungai Tuan kemudian mengairi persawahan. Sungai Tuan adalah sungai buatan berupa sudetan dari Sungai Martapura Ulu ke Sungai Martapura Ilir. Pertemuan arus air dari Riam Kiwa dan Riam Kanan. Uniknya, Arsyad Al Banjari menggoreskan tongkatnya sepanjang 8 kilometer untuk membuat anak sungai yang dapat mengalirkan airnya ke daratan di sepanjang Sungai Tuan.
Goresan tongkat yang menjadi anak sungai inilah yang menjadi sumber nama kampung itu, yakni dua ungkapan yang terdiri dari Sungai dan Tuan, sehingga tergabunglah keduanya menjadi nama suatu kampung yaitu kampung Sungai Tuan. Mayoritas penduduknya adalah zuriat Syekh Muhammad Arsyad dari isteri beliau bernama Tuan Palung.
ADVERTISEMENT
Terusan atau anak sungai itu disempurnakan, sehingga berfungsi sebagai irigasi yang mengatur pasokan air. Aliran irigasi ini mampu memproduktifkan ladang pertanian. Konsep ihya ul mawat dalam Islam sudah diterapkan oleh Syekh Muhammad Arsyad sejak dua abad yang silam (200 tahun masehi yang lalu).
“Dan beliau sangat paham dengan ilmu falak, mengetahui kapan debit air maksimal (pasang) dan kapan air minimal (surut). Beliau menarik garis dengan ilatung dari matahari terbit menuju matahari terbenam (timur ke barat),” kata Adhi.
Setelah dua abad, Sungai Tuan mengalami penyempitan dan pendangkalan karena sedimentasi transportasi dan tumbuhnya rumah-rumah di bantaran Sungai Tuan. Itu sebabnya, ia meminta perlu adanya normalisasi Sungai Tuan.
Dalam survei Januari 2018, Sungai Tuan masih berfungsi meskipun kondisinya sangat kritis, rata-rata lebar sungai 3-6 meter dengan panjang sungai kurang lebih 8 km. Mengutip wawancara dengan Dwi Putro Sulaksono, petugas Museum Lambung Mangkurat dan penulis buku Perkapalan Rakyat Kalimantan Menuju Sistem Inovasi Nasional Transportasi Air Dan Sungai, Adhi menuturkan Sungai Tuan sebagai warisan atau pusaka yang mesti dijaga dan dilestarikan. Bahkan, bisa diusulkan ke PBB sebagai heritage. (Anang Fadhilah) Foto: Ulamaku
ADVERTISEMENT