Perajin Perahu Tradisional di Pulau Sewangi Semakin Berkurang

Konten Media Partner
11 Maret 2018 22:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perajin Perahu Tradisional di Pulau Sewangi Semakin Berkurang
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id, Marabahan - Perajin perahu jukung dan klotok (perahu kayu khas Banjarmasin bermesin tempel) yang ada di Pulau Sewangi, Kelurahan Berangas, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, terus menyusut seiring sepinya pesanan.
ADVERTISEMENT
Para perajin umumnya mewarisi keahlian turun-temurun sebagai pembuat perahu jukung dan klotok. Seorang pembuat jukung, Salimi, mengatakan orderan pembuatan jukung makin sepi karena banyak pelanggannya beralih menggunakan moda transportasi darat dan sulitnya mendapat bahan baku kayu.
Menurut dia, saat ini jumlah pembuat kayu jukung kurang lebih 40 orang yang masih aktif. Padahal, sejak ia masih bujangan tercatat ada 500 orang pembuat perahu kayu di Pulau Sewangi. “Karena biasanya bakat membuat kayu turun temurun, seperti saya yang melanjutkan pekerjaan orang tua, dan orang tua katanya juga melanjutkan dari kakek saya,” kata Salimi kepada Banjarhits.id, Minggu (11/3/2018).
Ia tetap telaten menekuni profesinya meski harus menghidupi lima orang anak-anaknya. Salimi mengaku sebagian anaknya berkuliah dan duduk di bangku SMP. Profesi sebagai pembuat perahu terpaksa tetap dipertahankan hingga sekarang. Pembuat perahu pasti punya keuntungan, tapi proses pembuatan dan mahalnya bahan baku memicu perajin galau.
ADVERTISEMENT
Ilmi sapaan Salimi, mengaku dalam sebulan masih bisa menjual antara dua-tiga unit perahu, baik jenis jukung maupun klotok yang biasanya dijalankan dengan menggunakan mesin merek Dong Feng.
Harga jual jukung maupun klotok tergantung ukuran dan dimensi. Ukuran jukung panjang 6 depa (1 depa sama dengan 1,8 meter) dan lebar 1,60 meter dijual seharga Rp 13 juta, dengan masa pembuatan 20 - 30 hari.
Ilmi bercerita, semua bahan perahu kayu umumnya terbuat dari kayu jenis lanan biru, sedangkan tajuknya (penyangga bodi) dari kayu belangiran. Lalu, ubing sekat di dinding perahu diambil dari kayu jenis klepek dan cupang. Bahan lain yang kokoh dan kuat yakni kayu tempuhung atau kong-kong untuk dasar perahu. “Bisa juga memakai kayu bengkirai yang harganya Rp 2 juta,” kata Ilmi.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, semua bahan bakunya mulai sulit ditemukan karena hutan banyak beralih fungsi jadi perkebunan sawit. Mayoritas dipesan dari Menusup di pedalaman Kalimantan Tengah. Kayu kong-kong harganya kurang lebih Rp 3,5 juta. Dalam satu bulan, Ilmi bisa membuat satu unit jukung atau perahu pesanan orang.
“Sepinya pesanan waktu musim tanam orang masih menahan untuk mencari jukung ini,” paparnya.
Ilmi mengatakan perahu kayu juga memiliki masa pakai. Kekuatan perahu atau jukung sekitar empat tahun. “empat tahun dipakai pasti ada yang perlu diperbaiki, ditambal dengan lem kayu. Dari servis perahu kayu ini kami sedikit terbantu, ongkosnya memperbaiki perahu bocor tergantung besar kecilnya perahu dan besar kecil kerusakannya," ujarnya.
Ilmi berharap, pemerintah melakukan pembinaan dan membantu memberikan akses modal dengan bunga wajar terhadap perajin perahu tradisional. Pihaknya selama ini tidak pernah mengajukan ke bank untuk kredit. Menurut dia, pembuat jukung di Pulau Sewangi berstatus mandiri.
Perajin Perahu Tradisional di Pulau Sewangi Semakin Berkurang (1)
zoom-in-whitePerbesar
“Selama ini tak pernah datang pejabat untuk singgah ke Sewangi, syukur-syukur Gubernur Kalsel mau melihat kondisi kami saat ini. Apalagi saya dengar pemerintah mulai gencar promosi wisata. Semoga bisa berdampak pada penjualan perahu jukung dan klotok,” ujar pria yang sudah 30 tahun menekuni profesinya.
ADVERTISEMENT
Modal membuat perahu kian besar seiring langkanya bahan baku dan keuntungan minim. Kondisi semacam ini persoalan para pembuat perahu di Pulau Sewangi. Bahkan, kata Ilmi, banyak pekerja pembuat perahu beralih menjadi pengemudi ojek online, tukang bangunan, dan perkebunan. “Karena memang banyak menganggurnya,” kata dia. (Anang Fadhilah)