Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Sate Tulang, Kuliner Banjarmasin yang Makin Meredup
3 Maret 2018 21:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Banjarhits.id – Lapak warung itu bernama ‘Warung Kita’ dengan luas kira-kira 3×8 meter. Terletak di antara deretan pertokoan di Jalan Hasanudin HM, Kota Banjarmasin, suasananya cenderung sepi ketika Banjarhits.id menyambangi warung tersebut pada Sabtu siang (3/3/2018).
ADVERTISEMENT
Melihat di papan namanya, warung ini jelas menjual kuliner khas Kota Banjarmasin: Sate Ayam Kampung dan Sop Ayam Kampung. Sop Ayam Kampung merujuk Soto Banjar yang disajikan memakai nasi, bukan ketupat. Sop dan sate ayam kampung kerap disantap bersamaan. Toh, warung ini tak seramai tempat penjaja kuliner khas lainnya.
Di balik dua menu andalan itu, sejatinya ada satu menu khas Banjarmasin yang makin tenggelam dilupakan khalayak Kota Seribu Sungai: Sate Tulang. Menu ini memang kalah pamor ketimbang Soto Banjar, Ketupat Kandangan, dan aneka ikan bakaran.
Sekilas, tekstur sate tulang cenderung kasar dan besar. Tekstur kasar ini karena bahan baku satenya diambil dari tulang bagian leher dan buntut ayam. Sate tulang mengambil daging lemak yang masih melekat di tulang. Bagian ini tidak dipakai untuk sate ayam.
ADVERTISEMENT
Si juragan warung, Siti Maysarah, menjelaskan sate tulang bukan berarti tulang yang ditusuk, lalu dibakar, dan bukan tulang seutuhnya. “Sate tulang ini terbuat dari bagian leher, buntut ayam yang masih ada lemaknya dan masih mengandung tulang, yang tak terpakai untuk sate daging ayam,” kata Siti.
Untuk mendapatkan sate tulang siap bakar, ia mesti menumbuk dan mencincang dahulu bagian lemak yang menempel di tulang leher ayam dan buntut ayam. Setelah itu, campuran lemak daging dan tulang ini digiling. “Baru bisa ditusuk dengan tusukan sate,” dia berkata.
Ia sengaja memilih ayam kampung sebagai bahan utama, karena rasanya lebih gurih. Adapun bumbunya memakai sambal kacang atau kecap, seperti sate ayam pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Siti mengakui sate tulang memang khas Banjarmasin, namun makin sepi orang yang mencari sate tulang. Siti misalnya, tak lagi membuat sate tulang dalam jumlah banyak. Maklum, ia mampu menjual sate tulang rata-rata 20-25 tusuk per hari. Apalagi, orang beli sate tulang sekedar pelangkap sate ayam. Harganya pun ramah dikantong, hanya Rp 3 ribu per tusuk.
“Biasanya orang pesan sate ayam delapan tusuk dicampur sate tulang dua tusuk,” ucapnya. Ada dua cara menikmati hidangan sate tulang: mengunyah dan menelan atau mencecap, kemudian memakan kandungan daging lemak yang menempel di tulang.
“Kalau anak muda biasanya dikunyah dan menelan sate tulanya, tapi yang sudah tua cuma dikenyot-kenyot, saja mas,” kata Siti.

Banjahits.id menyantap lima tusuk sate tulang. Tonjolan tulang di sela daging berlemak justru memacu sensasi unik ketika dikunyah di rongga mulut. Teksturnya kasar, kenyal, dengan rasa gurih karena dilumuri bumbu kacang. Agar lebih nendang, sate tulang cocok disantap memakai lontong.
ADVERTISEMENT
Maysarah menggeluti usaha ini karena meneruskan warisan orang tuanya. Ia sudah generasi ketiga yang menekuni Warung Kita. Adapun perintis awal Warung Kita adalah H Abdullah, kakek dari suami Siti Maysarah.
Walau sepi peminat, menurut dia, warung satenya pernah disinggahi pejabat. ”Dulu yang paling sering singgaha itu, pak Syahril Darham (mantan Gubernur Kalsel), Hasanuddin Murad (mantan Bupati Barito Kuala) juga sering dulu, bahkan Sahbirin Noor (Gubernur Kalsel) pernah berkunjung kesini waktu masih kampanye. Sekarang jarang,” kata Siti. (Hafiz Ramadhani)