news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Dilema Pengelolaan Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang

Konten Media Partner
27 Februari 2019 0:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Pelepasan Kawasan Konservasi Cagar Alam Tanjung Panjang Melalui TORA di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo Selasa (26/2) Foto : Renal Husa
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Pelepasan Kawasan Konservasi Cagar Alam Tanjung Panjang Melalui TORA di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo Selasa (26/2) Foto : Renal Husa
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID - Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Gorontalo, menjadi tempat diskusi untuk pembahasan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan atau Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada kawasan Konservasi Cagar Alam Tanjung Panjang (CA TP), Senin (25/2).
ADVERTISEMENT
Hadir dikegiatan itu Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XV Wilayah Gorontalo, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), akademisi serta mitra yang pernah melakukan kegiatan lingkungan hidup di kawasan konservasi CA TP.
Rahman Dako, pegiat lingkungan Japesda, mempertanyakan sikap Tim Inventarisasi dan Disverivikasi (Inver) yang telah memasukan kawasan Konservasi CA TP pada peta indikatif TORA.
“Bagaimana niat pemerintah terhadap wilayah konservasi CA TP. Apakah CA TP akan dipertahankan atau dilepas melalui TORA?” ungkapnya.
Padahal kawasan Tanjung Panjang, lanjut Rahman, telah ditunjuk sebagai hutan tetap dengan fungsi sebagai cagar alam sejak Tanggal 20 Desember Tahun 1984, melalui keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) No.250/Kpts-II/1984 dan Tahun 2015 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Surat Keputusan No.4612/MENLHK-PKTL/KUH/2015 yang masih berlaku hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Kepala Seksi BKSDA Wilayah II Gorontalo, Sjamsuddin Hadju, mengungkapkan kaget setelah mengetahui wilayah Konservasi CA TP masuk ke dalam peta indikatif.
“Saya baru memulai pendataan terhadap 10 orang pemilik tambak di wilayah konservasi CA TP sebagai objek kasus yang akan menyelesaikan konflik. Ternyata CA TP sudah masuk peta indikatif,” Katanya.
Sjamsuddin juga melanjutkan, pihaknya telah melakukan upaya maksimal untuk mengusir petambak yang ada di dalam kawasan konservasi CA TP.
“Bahkan saya melakukan tindakan yang represif, mengajak aparat keamanan, membakar dangau yang ada didalam kawasan hingga menghancurkan pematang tambak mereka untuk menimbulkan efek jera,” lanjutnya.
Tetapi menurut Sjamsuddin, kawasan konservasi CA TP tetap saja berkurang setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Data penelitian tahun 2017 yang diungkapkan pegiat lingkungan Japesda, Nurain Lapolo, mencatat dari 3000 ha, kawasan konservasi CA TP sejumlah 70% telah dialihfungsikan menjadi lahan tambak secara illegal.
“Hanya tersisa 451.92 ha dan sekarang terus berkurang,” katanya, Selasa (26/2).
Dalam diskusi itu juga Nurain menegaskan bahwa pelepasan kawasan dalam TORA bukan solusi. CA TP, menurutnya harus tetap dipertahankan statusnya, bahkan pemerintah wajib memberi kepastian dan keputusan batas waktu kepada petani tambak yang ada di kawasan CA TP untuk ikut terlibat dalam melakukan rehabilitasi dan restorasi.
Tim Inver dari BPKH wilayah XV Gorontalo, Andi Setiawan, menanggapi bahwa TORA tidak selalu digunakan untuk pelepasan kawasan hutan atau bagi-bagi sertifikat.
ADVERTISEMENT
“Kemungkinan wilayah tambak akan dikembalikan sebagai kawasan konservasi CA TP atau di enclave,” katanya.
Sementara itu perwakilan Pusat Kajian Ekologi Pesisir Universitas Negeri Gorontalo, Abubakar Sidik Katili juga ikut menyuarakan pendapatnya. Menurutnya, serapan karbondioksida yang ada di Kabupaten Pohuwato saat ini sudah sangat rendah.
“Serapan karbondioksida yang ada di Kabupaten Pohuwato saat ini sudah sangat rendah. Harapannya hanya ada di Tanjung Panjang dengan bentangan mangrove yang luas,” bebernya.
---
Reporter : Renal Husa
Editor : Febriandy Abidin