Gag Cartoon, Cara Seniman Gorontalo Merespons Isu COVID-19

Konten Media Partner
19 April 2020 12:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mohammad Hidayat Dangkua. Minggu, (19/4). Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
zoom-in-whitePerbesar
Mohammad Hidayat Dangkua. Minggu, (19/4). Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
ADVERTISEMENT
GORONTALO - Seorang seniman di Gorontalo merespon isu COVID-19 yang berkembang, terutama dengan gag cartoon untuk melucu tanpa menyindir. Ia adalah Mohammad Hidayat Dangkua, atau juga akrab disapa Yayat. Nama sapaanya itu ia selalu sematkan dalam setiap karya seni yang ia buat, namun dengan menambahkan kata ‘gokilzz’ di belakang. Gokilz adalah kata prokem, artinya ‘gila’, diungkapkan ketika kagum pada sesuatu. Dan memang, banyak yang kagum pada karya-karyanya.
ADVERTISEMENT
Yayat sendiri bukanlah seniman amatir. Sebab, ia adalah anggota komunitas seniman perupa Gorontalo; Tupalo Gorontalo. Karyanya sering dipamerkan di Ridden Baruadi Galery. Sebuah galeri seni yang konsisten membuat pameran seni rupa di Gorontalo.
Tak hanya itu, Yayat adalah seniman yang tergabung di dalam organisasi profesi jurnalis; Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo. Ia sendiri memiliki kemampuan memelesetkan kata, dan itu yang kerap membikin karyanya unik.
Sedikitnya sudah ada enam cartoon yang telah Yayat buat untuk merespon perbincangan netizen tentang COVID-19 di dunia daring. Karya-karya bernuansa Gorontalo itu ia publis di laman facebooknya.
Berikut kami sajikan enam karya Hidayat Dangkua.
1. Nou-Uti Gorontalo Melawan Virus Corona.
Nou merupakan sebutan anak gadis di Gorontalo, dan Uti sebagai jejaka. Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
Patung dua remaja Gorontalo ini disebut Nou-Uti. Cartoon itu menampilkan Nou-Uti di tengah salah satu persimpangan di Kota Gorontalo. Persimpangan ini disebut bundaran Saronde. Nou merupakan sebutan anak gadis di Gorontalo, dan Uti sebagai jejaka.
ADVERTISEMENT
Karikatur ini dibuat jauh sebelum salah satu warga di Gorontalo diumumkan positif terpapar COVID-19. Sehingga dengan karya seninya tersebut, Yayat membuat Nou-Uti Gorontalo seakan sedang berperang melawan virus-virus corona yang menyerang Gorontalo. Dengan pakaian adat, dan menggunakan masker, mereka berpeluh menghadang ratusan virus yang menyerang. Salah satu virusnya dibuat seperti anak bayi. Menggunakan compeng. Dalam karya seninya ini, virus corona digambarkan seperti satu keluarga yang sedang mencari tempat mengungsi, dan di Gorontalo mereka malah ditolak dan diserang oleh Nou-Uti.
Tidak menunggu lama, karya seni ini banyak dibagikan. Bahkan, telah dijadikan desain sebuah kaos dan dijual. Keuntungannya didonasikan untuk membantu masyarakat yang terdampak secara ekonomi oleh COVID-19.
2. So Pas-Pas Torang
Pemerintah meminta para perantau dari kota-kota besar untuk tidak melakukan mudik atau pulang kampung. Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
Adalah karikatur kedua yang dibuat untuk merespon kebijakan mudik oleh pemerintah. Diketahui, untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 ke kota-kota kecil yang belum memilik kasus positif terpapar COVID-19, pemerintah meminta para perantau dari kota-kota besar untuk tidak melakukan mudik atau pulang kampung. Di salah satu grup Facebook yang jumlah anggotanya setengah dari jumlah penduduk Gorontalo, bergulir juga perbincangan tentang hal tersebut. Seperti biasa, pro kontra terjadi.
ADVERTISEMENT
Salah satu pemudik kemudian membuat postingan di grup tersebut. Ia bertanya tentang apakah mereka masih bisa untuk pulang. Spontan, postingan itu ramai diserbu komentar. Salah satu yang viral adalah komentar, ”Tidak usah pulang, so pas-pas torang di sini,” artinya adalah, tidak usah pulang, kami di Gorontalo sudah pas atau penuh. Tidak lagi muat untuk ditempati orang lain.
Seperti biasa, Yayat merespon hal viral itu dengan karikaturnya. Ia menggambarkan sebuah becak motor (bentor) di Gorontalo yang memuat banyak penumpang. Tidak lagi ada tempat untuk penumpang lain. Di belakangnya, digambarkan sejumlah penumpang yang memanggil bentor yang berlari cepat tersebut.
3. Mo badiam di rumah atau torang goyang?
Karikatur dengan judul “Mo badiam di rumah atau torang goyang?” Artinya “Tinggal di rumah atau kami goyang (peti matimu)?." Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
Karikatur Yayat selanjutnya adalah tentang Pallbearers Dancer atau penari pembawa peti mati. Mereka adalah penari profesional sambil mengusung peti mati, yang merupakan sebuah tradisi di Ghana. Dikutip dari BBC Afrika, Pallbearers di sana tidak hanya semata memanggul peti jenazah di bahu, tapi juga harus menghibur para keluarga dan pengantar jenazah ke pemakaman dengan sebuah tarian.
ADVERTISEMENT
Pallbearers Dancer viral dengan beragam meme. Biasanya diawali dengan sebuah insiden kecelakaan, lalu diakhiri dengan video ini. Menggambarkan jika orang tersebut seakan menjadi orang yang peti matinya akan disusung oleh kelompok ini dengan cara digoyang.
Maka, Yayat pun tidak mau ketinggalan. Ia membuat karikatur dengan judul “Mo badiam di rumah atau torang goyang?” Artinya “Tinggal di rumah atau kami goyang (peti matimu)?” Ini merupakan kampanye di rumah saja yang ikut dituangkan Yayat dalam karyanya.
4. Jujur Kalau Sakit
Adegan penodongan dengan pistol yang pertanyaan,”Harta atau nyawa?”, maka di tengah wabah COVID-19, penodongan itu jadi sering terjadi, terutama di tempat-tempat umum. Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
Jika dahulu ada adegan penodongan dengan pistol yang pertanyaan,”Harta atau nyawa?”, maka di tengah wabah COVID-19, penodongan itu jadi sering terjadi, terutama di tempat-tempat umum, namun dengan alat berbeda, yakni termometer. Sebuah alat pengukur suhu tubuh. Sehingga narasi pertanyaan yang relevan oleh Yayat dibuat jadi, ”Jujur atau nyawa?”
ADVERTISEMENT
Saat ini, banyak orang yang terindikasi terpapar COVID-19, namun tanpa gejala sama sekali. Hal itu menyulitkan dalam mengindentifikasi carrier virus . Makanya, Yayat memelesetkan “Jujur Walau Sakit”, menjadi “Jujur kalau Sakit”. Sebuah kampanye kepada masyarakat agar tetap jujur akan kondisi kesehatannya dan riwayat perjalannya.
5. Stop Bullying
Karikatur digambarkan dengan salah satu orang yang sedang duduk di ranjang pasien. Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
Setelah menjadi satu-satunya provinsi yang tidak memiliki kasus positif COVID-19 sama sekali, Gorontalo, melalu Gubernur Ruslil Habibie, akhirnya dengan rasa sedih harus mengumumkan ke publik bahwa Gorontalo telah memiliki satu orang kasus positif COVID-19 pada awal April kemarin.
Kasus itu sontak menimbulkan kegaduhan. Terutama lamunan akan kebalnya Gorontalo terhadap virus ini ‘ambyar’. Sama seperti ‘ambyarnya’ mimpi beberapa pejabat di Indonesia saat kasus pertama di negeri ini diumumkan.
ADVERTISEMENT
Rusli mengumungkan jika pasien 01 COVID-19 di Gorontalo adalah jemaah tabliq eks peserta Ijtima Ulama di Gowa, Sulawesi Selatan.
Kabar itu lalu membikin hampir seluruh masyarakat memaki para jemaah ini. Sumpah serapah dan kalimat-kalimat kurang menyenangkan diungkapkan.
Yayat lantas membuat karikatur dengan nada positif. Karikaturnya digambarkan dengan salah satu orang yang sedang duduk di ranjang pasien. Tampak pasien itu menggunakan alat bantu pernapasan dan masker. Di sebelahnya, sebuah ponsel besar dengan ribuan tangan menunjuk-nunjuknya. Karikatur ini menggambarkan betapa banyak perundungan di dunia daring yang mengarah kepada pasien ini. Pesan yang ingin disampikan Yayat dalam karikaturnya adalah, bahwa pasien tidak lah tepat untuk dirundung. Sebab, ia adalah korban. Yang dibenci harusnya virus tersebut, bukan orangnya.
ADVERTISEMENT
Stigma terhadap kelompok tertentu tidaklah tepat dan salah sasaran. Stigma kepada para penderita ini juga menjadi satu alasan kenapa banyak yang tidak mau jujur tentang kesehatan dan riwayat perjalannya, sebab takut dijauhi.
6. Jangan Gabung
Karikatur terakhir berjudul “jangan gabung”. Menggambarkan sebuah virus besar menyambar papan-papan yang menyerupai manusia. Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
Karikatur terakhir berjudul “jangan gabung”. Menggambarkan sebuah virus besar menyambar papan-papan yang menyerupai manusia. Papan-papan ini mengular panjang hingga berujung pada papan-papan yang tampak berkelompok. Di tengah papan-papan itu, ada tenaga medis yang mencoba mengeluarkan papan lainnya dari jalur.
Yayat menggambarkan penyebaran virus corona seperti efek domino. Virus menabrak papan di depan, lalu papan tersebut terjatuh mengenai papan lainnya, dan begitu seterusnya hingga semua papan terjatuh. Namun, Yayat menambahkan para tenaga medis di tengah-tengah jejeran barisan papan. Mereka, memisahkan papan lainnya agar tidak terjadi efek domino tadi. Dengan karya seni ini, Yayat menggambarkan bagaimana physical distance adalah salah satu cara untuk memutus penyebaran COVID-19. Caranya, mengurangi berkontak dengan orang lain untuk menghindari kemungkinan terburuk untuk saling menjangkiti.
ADVERTISEMENT
Ketika dihubungi melalui WhatsApp, Yayat mengungkapkan kalau kartun memang sangat efektif untuk dijadikan bahan kampanye. Karena masyarakat luas langsung paham apa yg dibuat oleh kartunis.
“Sejauh ini pun dampaknya masyarakat langsung tanggap apa makna dari karya-karya saya. Masyarakat yang merasa hal itu menarik, langsung membagikan ke teman-temannya di media sosial. Begitupun selanjutnya. Mengingat tombol ‘share’ adalah tombol yang paling banyak digunakan oleh kalangan masyarakat,” katanya Minggu (19/4).
Dampak dari COVID-19 sendiri, Yayat mengaku belum begitu terdampak. Karena menurutnya, sebagian seniman bekerja di ruang pribadi mereka. Dan malah lebih suka menyendiri dan berkarya.
“Yang jadi masalah adalah, tidak bisa menyelenggarakan pameran yg bersifat kumpul-kumpul dan orderan yg sepi (untuk seniman yg makan dari order harian),” katanya.
ADVERTISEMENT
-----
Reporter: Wawan Akuba