Jenazah PDP di Gorontalo Terkatung-katung 19 Jam Akibat Pemakamannya Ditolak

Konten Media Partner
23 Mei 2020 12:08 WIB
comment
19
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tim media mengangkat peti. Sabtu, (23/5). Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tim media mengangkat peti. Sabtu, (23/5). Foto: Dok banthayo.id (Wawan Akuba)
ADVERTISEMENT
GORONTALO - Masyarakat di empat kelurahan di Kota Gorontalo menolak pemakaman jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di daerah itu. Alhasil, jenazah itu harus terkatung-katung di jalanan selama lebih dari 10 jam hanya untuk mencari tempat penguburan. Padahal, sesuai protokol kesehatan, jenazah COVID-19 mesti dikuburkan tidak lebih dari empat jam.
ADVERTISEMENT
Adapun jenazah PDP tersebut merupakan seorang laki-laki dengan usia 56 tahun, warga Kelurahan Tenda, Kecamatan Hulontalangi, Kota Gorontalo. Pada hari Jumat (22/5), ia dinyatakan meninggal pukul 05.00 WITA waktu setempat, dengan rapid tes yang dinyatakan reaktif.
Rencananya, jenazah itu akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kota Gorontalo di Kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat, namun ditolak warga setempat karena alasannya, TPU adalah penguburan jenazah non-COVID-19.
Dengan koordinasi antar gugus tugas, lantas jenazah tersebut disarankan dimakamkan di TPU Muslim di Kelurahan Bulotadaa Barat, Kecamatan Sipatana, Kota Gorontalo. Namun, di tempat ini pun, jenazah gagal dimakamkan, sebab lokasi tersebut masih bersengketa. Sehingga penolakan kedua pun terjadi.
Setelah mendapat penolakan tersebut, tim Gugus Tugas Kota Gorontalo yang menangani pasien, lalu melakukan koordinasi untuk memakamkan jenazah di Kelurahan Tamalate, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo. Lagi-lagi, rencana pemakaman itu ditolak warga di kelurahan tersebut. Alasannya, sudah lebih dari satu jenazah yang dikuburkan di wilayah itu. Sehingga rencana ketiga itupun berujung kegagalan.
ADVERTISEMENT
Ditolak di lokasi ke tiga tadi, tim pemakaman jenazah ini lantas berkoordinasi dengan pemerintah Kecamatan Hulonthalangi, yang merupakan wilayah domisili pasien. Pemerintah kecamatan tersebut lantas menunjuk Kelurahan Siendeng untuk lokasi pemakaman. Mirisnya, dengan kabar adanya pemakaman jenazah PDP di wilayahnya, warga Kelurahan Siendeng melakukan aksi penolakan dengan menutup akses menuju lokasi pemakanan yang telah disiapkan.
Mereka hanya menyarankan untuk jenazah dimakamkan di wilayah Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang ada di perbatasan Kelurahan Pohe dengan Kelurahan Tanjung Keramat. Tapi tak mungkin, sebab lokasi itu dianggap tidak layak. Hal yang kemudian membuat tim pemakaman jenazah ini mengurungkan saran tersebut dan balik arah mencari wilayah lain yang mengizinkan.
Akhirnya, dengan aksi penolakan demi penolakan, tim gugus tugas Kota Gorontalo bersepakat untuk memakamkan jenazah di Kelurahan Tenda, Kecamatan Hulonthalangi, Kota Gorontalo. Mirisnya, upaya itupun gagal meski pendekatan secara persuasif telah dilakukan.
ADVERTISEMENT
Warga di sana juga ikut menolak pemakaman jenazah PDP di wilayah mereka. Akhirnya, rencana pemakaman pun dialihkan ke Kelurahan Donggala. Namun tetap saja, rencana ini menemui kegagalan, sebab warga di wilayah tersebut juga memilih menolak.
Respons yang sama juga mereka tunjukan untuk menegaskan penolakan tersebut. Mereka, melakukan aksi yang sama dengan wilayah lain agar jenazah ini tidak dimakamkan di wilayah mereka.
Penolakan pun diwarnai dengan memblokade akses masuk ke lokasi yang direncanakan untuk memakamkan jenazah tersebut.
Hingga akhirnya, tim pemakaman pun mesti putar balik, mencari lokasi selanjutnya. Di wilayah ini, bahkan camat, lurah harus turun langsung ke lokasi untuk memediasi warga. Namun tetap saja, masyarakat di wilayah ini bersikukuh menolak.
ADVERTISEMENT
“Sana, warga Siendeng saja menolak. Padahal itu wilayahnya pasien yang meninggal itu. Apalagi torang (kami) yang ada di sini. Ya mereka saja menolak, apalagi kami,” kata warga Kelurahan Donggala kala memblokade jalan untuk aksi protes pemakaman jenazah di wilayah mereka.
Aksi blokade jalan itu pun sempat picu keramaian. Banyak warga yang berkumpul di sana, semacam sedang menjaga wilayahnya untuk dimasuki musuh. Kendati, saat itu sudah menunjukkan pukul 21.00 WITA waktu setempat.
Dengan penolakan yang terjadi, artinya, sudah hampir 17 jam jenazah PDP ini belum saja dimakamkan. Meninggal pagi hari, hingga hampir menjelang dini hari, jenazahnya masih belum saja dimakamkan. Tempat peristirahatannya yang terakhir, belum juga ditemukan. Di beberapa lokasi bahkan sudah menyiapkan aksi penolakan yang sama jika jenazah itu dirujuk ke wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Kalau dorang mo bawa kamari di sini, torang olo tidak mau. Moembita utiya (Jika pasiennya dibawa ke wilayah kami, dikuburkan di sini, kami juga tentu akan menolak. Ini menular),” celetuk seorang warga Dungingi, Kota Gorontalo mengomentari penolakan jenazah di beberapa wilayah di kotanya. Seakan tak ada rasa kasian.
Hampir Sehari Menunggu, Jenazah PDP di Gorontalo Akhirnya Dimakamkan
Proses pemakaman jenazah PDP. Foto: Dok istimewa
Penolakan warga di empat kelurahan di Kota Gorontalo menyebabkan jenazah PDP harus menunggu dimakamkan hingga hampir satu hari, atau 19 jam sejak ia dinyatakan meninggal. Dini hari tadi, Sabtu (23/5) pukul 12.20 WITA, dengan bantuan dari salah seorang warga yang merelakan tanahnya, pemakaman pasien PDP itu akhirnya berhasil dilakukan.
Jenazah laki-laki usia 56 tahun itu dimakamkan di Kelurahan Dulomo Selatan, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Lahan itu milik salah seorang pejabat bernama Ekwan Ahmad. Meski warga lain menolak, ia dengan rela justru menghibahkan lahan miliknya untuk memakamkan jenazah tersebut.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah Kota (Gorontalo), Kapolres, Dandim, dan jajaran dari pemerintah setempat sudah berusaha untuk mencari pekuburan, namun tidak menemukan (karena ada penolakan warga), maka wali kota menelepon saya, minta bantuan bagaimana solusinya,” kata Ekwan Ahmad ketika diwawancarai usai pemakaman jenazah tersebut.
Tantangannya kata Ekwan, masyarakat setempat juga sempat menolak. Namun dengan penjelasannya yang baik, akhirnya masyarakat melunak dan memahami dengan keadaan dan sudah mengerti. Sehingga penolakan pun dapat diatasi. Kata Ekwan, semoga ini bisa menjadi amal untuk masyarakat, dengan harapan agar dijauhkan dari penularan wabah ini.
“Saya juga sempat menjelaskan kepada masyarakat, bahwa penyakit COVID-19 ini bisa bereaksi jika organ tubuh kita masih hidup, namun ketika sudah sudah mati (manusia yang terpapar COVID-19), maka virusya pun ikut mati,” jelas Ekwan ketika meyakinkan warga di wilayahnya agar tidak menolak pemakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, proses pemakaman ini berjalan lancar dengan menggunakan protokol kesehatan yang sesuai dengan penanganan jenazah COVID-19.
------
Reporter: Wawan Akuba
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!