Konten Media Partner

Kisah Warga di Gorontalo Mempertahankan Anyaman Tikar Tradisional

21 Juli 2019 19:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rusmin Matoyi, salah seorang warga Desa Bunuo, Kecamatan Bulango Utara, Kabupaten Gorontalo, menganyam Tikar Gorontalo (tiohu). Minggu, (21/7). Foto : Mirna Ahaya/banthayoid
zoom-in-whitePerbesar
Rusmin Matoyi, salah seorang warga Desa Bunuo, Kecamatan Bulango Utara, Kabupaten Gorontalo, menganyam Tikar Gorontalo (tiohu). Minggu, (21/7). Foto : Mirna Ahaya/banthayoid
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - Seorang warga di Desa Bunuo, Kecamatan Bulango Utara, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, masih bertahan memroduksi anyaman tikar tradisional. Selama 25 tahun pekerjaan itu ia geluti sebagai sumber penghasilan.
ADVERTISEMENT
Namanya Rusmin Matoyi (60). Sejak usia 35 tahun ia menekuni anyaman tikar tradisonal. Pertama kali produksi harga tikar sebesar Rp 2.500 perlembar. Sekarang menjadi Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu perlembar.
Anyaman tikar tradisional disebut "amongo" oleh masyarakat Gorontalo. Untuk aktivitas menganyam disebut "mahalama".
Menurut Rusmin, proses menganyam cukup mudah. Namun dibutuhkan kedisiplinan latihan.
Anyaman tikar adalah satu kegiatan kerajinan tradisional yang masih dilestarikan masyarakat Gorontalo. Di samping itu kegiatan ini dapat menunujang ekonomi masyarakat dan tetap dilestarikan secara turun temurun oleh masyarakat yang ada di Desa Bunuo.(Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
Tikar itu berbahan dasar pandan duri, nama ilmiahnya "pandanus tectorius". Rusmin mengaku mendapatkan bahan tikar di pasar-pasar tradisional. Pandan duri di pasar sudah diolah sehingga bisa langsung dimanfaatkan. Pewarna anyaman juga ia beli di sana.
"Warna anyaman dibuat sesuai pesanan dan hanya terdiri dari tiga warna, yakni merah, hijau dan putih," ungkapnya, Minggu (21/7).
Tikar khas masyarakat Gorontalo, digunakan sebagai alat rumah tangga sebagai pengalas tempat tidur dan ruang tamu. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
Ukuran tikar bervariasi. Mulai dari tiga meter hingga lima meter, sesuai pesanan pelanggan. Satu anyaman tikar tradisional membutuhkan waktu satu minggu.
ADVERTISEMENT
"Waktu membuat anyaman itu dari pagi sampai pukul 21.00. Saya membuat tikar sesuai pesanan," katanya.
Ukuran dan motif tikar tradisional tersebut dibuat sesuai pesanan pelanggan. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
Warna merah, hijau dan putih menjadi warna yang banyak digunakan para pengrajin. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
Bahan dasar tikar anyam yang sudah diberi warna. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
bahan dasar tikar anyam yang belum di beri pewarna. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
----
Reporter : Rahmat Ali, Mirna Ahaya
Editor : Febriandy Abidin