Kondisi Korban Banjir di Gorontalo: Sebagian Warga Kekurangan Makanan

Konten Media Partner
5 Juli 2020 18:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang ibu menggendong anaknya melintasi genangan lumpur sisa banjir. Minggu, (5/7). Foto: Dok banthayoid (Wawan Akuba)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ibu menggendong anaknya melintasi genangan lumpur sisa banjir. Minggu, (5/7). Foto: Dok banthayoid (Wawan Akuba)
ADVERTISEMENT
GORONTALO - Banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Kota Gorontalo dua hari lalu, kini telah surut. Tak lagi ada air yang menggenangi rumah warga. Sungai Bone pun debit airnya kini kembali normal. Meski begitu, duka para korban masih berlangsung hingga saat ini. Sebab, mereka kehilangan banyak harta benda, dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Rohmawati sedang memegang selang air kala saya mendatanginya sore tadi. Ia berdiri tepat di depan kursi-kursi sofa yang diletakannya di tengah jalan, di depan rumahnya. Selang dengan debit air yang kecil, menjadi senjatanya melawan lumpur yang kian mengeras. Sebab, seharian ini, matahari memang lebih cerah dari kemarin.
“Ini lumpurnya tebal sekali tapi makin mengeras saja. Saya harus terus membersihkannya, karena jika tidak, akan lebih sulit lagi. Sejak pagi, di dapur tak ada api. Kami tak makan. Harapan kami pada orang-orang yang prihatin. Tapi siapa, kami berada di tengah kampung, makanan palingan tak mungkin mencapai sini,” curhat Rohmawati, saat menyiram lumpur-lumpur dengan air seadanya.
Banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Kota Gorontalo dua hari lalu, kini berangsur surut. Foto: Dok banthayoid (Wawan Akuba)
Wati, begitulah sapaanya. Mengaku bahwa ia harus kembali ke rumah meski anak-anaknya masih di tempat pengungsian. Ia dan suaminya harus bergantian untuk menjaga rumah, sebab tak tahu apa yang akan terjadi jika ditinggal lama tanpa penghuni.
ADVERTISEMENT
“Suami saya sebentar lagi datang, ia dari tempat pengungsian. Anak-anak saya di sana. Nanti kami aplos (bergantian) jaga rumah. Biasanya ada pencuri, kan tidak tahu ada yang memanfaatkan keadaan,” katanya. Minggu, (5/7).
Memang seperti biasa, masalah yang timbul setelah banjir surut adalah lumpur yang jika tak segera dibersihkan, akan mengeras. Ketebalannya bahkan bisa mencapai 10 sentimeter. Cukup merepotkan warga, apalagi ketika air PDAM tak ada.
Data yang dirilis Dinas Sosial Kota Gorontalo, hingga hari ini, terhitung 22,709 jiwa yang terdampak banjir kali ini. Jumlah tersebut terdiri dari 7,206 kepala keluarga (KK) yang tersebar di 10 Kelurahan di Kota Gorontalo. Rinciannya, 1,827 KK atau 5,225 jiwa di Kelurahan Bugis, Kota Timur; 376 KK atau 1417 jiwa di Kelurahan Botu, Kota Timur; 295 KK atau 1,255 jiwa di Kelurahan Talumolo, Kota Timur; 1,125 KK atau 3,200 jiwa di Kelurahan Padebuolo, Kota Timur; 1948 KK atau 6,324 jiwa di Kelurahan Ipilo, Kota Timur; 832 KK atau 2,476 jiwa di Kelurahan Tenda, Hulonthalangi; 517 KK atau 2,073 jiwa kelurahan Siendeng, Hulonthalangi; 26 KK atau 75 jiwa di Kelurahan Limba U1, Kota Selatan; 254 KK atau 637 jiwa di Kelurahan Heledulaa Selatan, Kota Timur; dan 6 KK atau 27 jiwa di Kelurahan Limba B, Kota Selatan.
Warga korban banjir kehilangan banyak harta benda, dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Foto: Dok banthayoid (Wawan Akuba)
Meski begitu, dari jumlah warga terdampak, terhitung hanya ada 3,955 warga yang menempati 15 posko pengungsian yang disiapkan Pemerintah Kota Gorontalo. Artinya, hanya 17 persen dari warga yang terdampak. Sebetulnya, para pengungsi ini didominasi oleh warga yang memang rumahnya terendam banjir hingga ketinggian 1 meter lebih. Yaitu mereka yang berada di bantaran Sungai Bone. Beberapa juga ada yang terendam namun tidak mengungsi ke posko-pokso tersebut, melainkan ke rumah-rumah keluarga. Selain itu, rumah-rumah yang terendam dengan ketinggian air di bawah 20 sentimeter tetap bertahan di rumahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Rumah saya itu terendam hingga jendela rumah pak. Cuma saya tak ke lokasi pengungsian. Begitu pun waktu kemarin, saat banjir pada 11 Juni, kami sekeluarga tak ke pengungsian. Kami sejak siang sudah berkemas dan mengungsi ke rumah keluarga,” kata Ebi, warga Ipilo yang rumahnya terendam hingga 1 meter lebih.
Kepala Dinas Sosial Kota Gorontalo, Nikson Rahman mengungkapkan, saat ini memang pengungsi yang ada di posko-posko pengungsian sebagian telah kembali ke rumah masing-masing. Sebab, para pengungsi ini mengaku harus segera membersihkan rumah mereka dari sisa lumpur. Namun pihaknya mengaku, saat ini untuk berbagai bantuan yang ada, masih difokuskan ke tempat-tempat pengungsian, belakangan baru ke warga-warga yang ada di rumah-rumah mereka.
Jumlah warga terdampak, sebanyak 3,955 yang menempati 15 posko pengungsian yang disiapkan Pemerintah Kota Gorontalo. Foto: Dok banthayoid (Wawan Akuba)
“Jadi mereka (pengungsi) sampai dengan catatan tadi malam itu, memang sudah berangsur-angsur (kembali ke rumah). Yang ada di posko pengungsian Bele Li Mbui itu awalnya 450, namun tadi malam tersisa 200 orang. Kemudian di aula di kantor Wali Kota ada 230 tapi sudah tinggal 100 tadi malam. Jadi ada mereka ada yang sudah kembali ke rumah untuk bersih-bersih dan menjaga rumahnya dari hal-hal yang tidak diinginkan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Kata Nikson, keadaannya sekarang adalah, warga yang tinggal di sepanjang bantaran Sungai Bone, sampai hari ini sama sekali belum bisa melakukan aktivitas memasak di rumah. Bantuan yang ada juga akan menyasar mereka.
“Karena kita fokus itu di lokasi pengungsian, seperti di Masjid Marhamah Padebuolo dan panti asuhannya, kemudian di Gembira Ria, dan Gedung Nasional. Nah itu kita fokus kita berikan bantuan, kemudian kita melayani masyarakat yang tidak bisa memasak dan sementara melakukan pembersihan. Jadi melalui RT/RW, melalui lurah, kita akan distribusikan makanan hari ini sampai besok,” ucapnya.
Warga mulai kembali ke rumah mereka dan membersihkan lumpur akibat banjir. Foto: Dok banthayoid (Wawan Akuba)
Hingga hari ini, Nikson sendiri belum bisa memberikan angka kerugian materil yang ditimbulkan oleh banjir kedua setelah banjir sebelumnya terjadi pada 11 Juni 2020 kemarin. Artinya dua minggu yang lalu. Nikson sendiri mengaku angkanya baru bisa dipublikasi satu atau dua hari ke depan.
ADVERTISEMENT
“Ini kerugiannya memang belum bisa kita hitung. Karena pendataannya masih berlangsung hingga sekarang. Kami juga tidak bisa menaksir berapa, nanti kita tunggu saja angka pastinya kalau sudah selesai perhitungannya,” katanya.
Meski begitu, warga Ipilo, Kota Timur lainnya yang ditemui di rumanya mengungkapkan, kerugiannya sendiri bisa mencapai puluhan juta. Sebab, banyak barang-barang elektroniknya yang rusak dan tidak bisa dipakai lagi.
Sampai hari ini para korban banjir belum bisa melakukan aktivitas memasak di rumah. Foto: Dok banthayoid (Wawan Akuba)
“Kalau ditanya kerugian, puluhan juta lah. Hitung saja, dua kulkas, dua TV di kamar dan di ruang tamu, lalu ada juga motor yang dipakai waktu itu mengevakuasi keluarga, juga rusak akibat banjir. Selain itu juga ternak saya itu tidak sempat di selamatkan. Ada delapan kambing dan beberapa ayam itu hilang. Cuma mo kase selamat ternak ini napa keluarga somo mati (Cuma mau menyelamatkan ternak sedangkan ini keluarga terancam). Jadi rugi banyak torang (kami) ini,” kata Amir.
ADVERTISEMENT
-----
Reporter: Wawan Akuba