Melihat Upacara Tondhalo, Adat Tujuh Bulanan di Gorontalo

Konten Media Partner
23 Juli 2019 18:43 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyelenggaraan upacara molonthalo atau tondhalo (bahasa Gorontalo) diadakan ketika usia kandungan seseorang telah mencapai tujuh bulan. Selasa, (23/7). Foto : Mirna Ahaya/banthayoid
zoom-in-whitePerbesar
Penyelenggaraan upacara molonthalo atau tondhalo (bahasa Gorontalo) diadakan ketika usia kandungan seseorang telah mencapai tujuh bulan. Selasa, (23/7). Foto : Mirna Ahaya/banthayoid
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - Masyarakat Gorontalo memiliki beragam adat. Salah satunya "tondalo". Yaitu adat tujuh bulanan yang wajib bagi ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Proses itu seperti dijalani Intan (20), warga di Desa Longalo, Kecamatan Bulango Utara, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (23/7).
"Orang Gorontalo itu memang wajib menjalankan tondalo. Memang sudah begitu," jelas Hawariya Polihito (69), selaku "hulango" atau dukun kampung.
Saat prosesi tondalo, pasangan suami istri akan mengenakan baju adat, layaknya pengantin. Pakaian adat itu disebut "sundi".
Upacara diawali dengan pemberian tanda dengan alawahu tilihi (kunyit yang dihaluskan) oleh hulango (dukun kampung) pada dahi, leher, bahu, lekukan tangan, bagian atas telapak kaki, dan bawah lutut perempuan yang diupacarakan. Tujuannya adalah sebagai ungkapan bahwa sang calon ibu tersebut akan meninggalkan sifat-sifat mazmunah-nya (tercela) ketika membesarkan dan mendidik anaknya nanti. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
Proses awal tondalo adalah "tondo'o". Yakni, hulango akan menyentuh dengan jari telunjuk di dahi ibu hamil. Sentuhan menggunakan kunyit yang sudah dihaluskan.
"Tondo'o itu supaya setan rumah tidak menganggu ibu hamil. Bahan itu hanya kunyit," jelasnya.
Proses tandolo dilanjutkan dengan dibawanya ibu hamil ke kamar yang sudah dihiasi layaknya kamar pengantin. Lalu ibu hamil ditelentangkan, kemudian hulango meletakan uang koin diatas perut ibu hamil.
Ibu hamil dibaringkan di atas sebuah tikar putih dengan kepala menghadap ke arah timur dan kaki ke barat. Pada bagian kepala diletakkan sebuah bantal yang selalu dipegangi oleh seorang ibu. Sedangkan bagian kaki juga dijaga oleh seorang ibu lainnya sambil memegang lututnya agar posisinya terlipat ke atas. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
"Menaruh uang di atas perut bisa mengetahui bayi dalam kondisi baik atau tidak. Bahkan bisa mengetahui usia kandungan," katanya.
ADVERTISEMENT
Selesai proses itu, hulango akan mengundang suami si ibu hamil ke dalam kamar melakukan prosesi "langge". Yakni sang suami akan melangkahi perut ibu hamil. Saat posisinya masih berdiri, ia harus menarik kain putih yang terlingkar di pinggang istrinya.
Sang suami segera masuk ke dalam kamar isterinya lalu melangkahi perutnya sebanyak tiga kali. Selesai melangkahi perut isterinya, sang suami lalu menghunus keris untuk memotong anyaman silar yang telah disediakan. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
Prosesi itu bermakna agar kelahiran ibu hamil kelak berjalan dengan lancar, cepat dan mudah.
Terakhir, pasangan suami istri itu akan mengelilingi dalam rumah, dari pintu depan menuju pintu dapur dan kembali duduk bersama untuk berdoa. Lalu dilanjutkan saling menyuapi telur ayam rebus satu sama lain.
Potongan anyaman silar tersebut lalu dibawanya keluar mengelilingi rumah sebanyak satu kali, kemudian dibuang agak jauh dari rumah. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar sang bayi lahir dengan selamat dan setelah dewasa akan memegang teguh adat, syara’, dan baala sebagai pedoman hidupnya dalam bermasyarakat. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
Setelah itu sang suami kembali masuk ke rumah dan duduk berhadapan dengan isterinya untuk acara saling menyuapi dengan seperangkat makanan dalam baki yang terdiri dari nasi bilinthi dan ayam goreng. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
acara dilanjutkan dengan pembacaan doa dan shalawat yang dipimpin oleh Imam (hatibi). (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
seperangkat makanan dalam baki yang terdiri dari nasi bilinthi dan ayam goreng. Makanan tersebut akan diberikan kepada imam, dukun kampung serta tamu yang datang. (Foto : Mirna Ahaya/banthayoid)
----
Reporter : Rahmat Ali, Mirna Ahaya
Editor : Febriandy Abidin