Menyelisik Situs Sejarah Benteng Oranye

Konten Media Partner
13 Mei 2019 15:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Benteng Orange terletak di Bukit Arang Desa Dambalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara. Senin, 13/5. (Foto:Burdu/banthayoid)
zoom-in-whitePerbesar
Benteng Orange terletak di Bukit Arang Desa Dambalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara. Senin, 13/5. (Foto:Burdu/banthayoid)
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID, GORONTALO – Fort Oranje atau Benteng Oranye merupakan salah satu Benteng yang berada di atas Bukit Arang Desa Dambalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo. Benteng Oranye ini diduga buatan bangsa Portugis pada abad ke-15.
ADVERTISEMENT
Lokasi benteng berjarak sekitar 61 kilometer dari Kota Gorontalo, atau dua kilometer dari pusat pemerintahan Gorontalo Utara.
Sesampainya di lokasi, pengunjung harus menaiki ratusan anak tangga untuk bisa berada di titik situs Benteng Oranye.
Benteng ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15. (Foto:Burdu/banthayoid)
Menurut salah seorang Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo, Buhanis Ramina, keberadaan benteng ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1527. Benteng merupakan awal kedatangan bangsa Portugis ke wilayah Gorontalo.
Tujuan pembangunan benteng ini pun sebagai alat pertahanan dan mengontrol jalur pelayaran. Karena dulu, menurut Buhanis, wilayah perairan Sulawesi menjadi target utama perampokan bahan-bahan rempah yang dicuri oleh bangsa kolonial.
"Jika dilihat dari lokasinya di pinggir sungai dan pantai Kwandang, maka benteng ini kemungkinan digunakan untuk menghalau bajak laut yang akan ke daratan melewati sungai tersebut,” jelasnya.
Struktur benteng yang masih berdiri kokoh. (Foto:Burdu/banthayoid)
Menurut Buhanis, benteng tersebut sudah mengalami beberapa renovasi. Kala itu bangsa Portugis membangun Benteng Oranye dengan menggunakan batu karang dan batu gunung yang direkatkan dengan kapur. Lalu, saat Belanda masuk ke wilayah benteng ini pada abad ke-18, bangunan tersebut diperkuat dengan bahan semen dan penambahan bangunan kecil di atas bukit sebagai tempat meriam.
ADVERTISEMENT
“Kedatangan tentara Belanda di Gorontalo menyebabkan Portugis terancam. Persaingan dagang dan perebutan kekuasaan di salah satu daerah sumber penghasil rempah-rempah, memaksa Portugis meninggalkan Gorontalo," ungkapnya.
Pihak BPCB sendiri sebelumnya telah melakukan ekskavasi di lokasi benteng, dengan ditemukannya bastion (benteng pertahanan) baru yang menunjukkan struktur Benteng Oranye lebih besar dari sebelumnya.
“Sebelumnya masyarakat mengenal benteng ini hanya memiliki satu bastion yang digunakan untuk memantau pasukan musuh. Namun, dari hasil penelitian, ada tiga bastion yang berbentuk bulat telur,” katanya.
Gerbang masuk benteng yang nampak sepi dari pengunjung. (Foto:Burdu/banthayoid)
Benteng Oranye sudah ditetapkan jadi cagar budaya, lewat Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No Pm 30/pw 007/mkp 2008 dengan nomor registrasi BP#.GTLO/75/05.02/002. Dengan ini menyatakan sebagai situs cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.
ADVERTISEMENT
Nurmiati Umar (61), salah seorang penjaga situs tersebut saat dijumpai banthayo.id, mengatakan benteng ini mulai direnovasi kembali oleh pemerintah pada tahun 2016. Mereka menambah beberapa fasilitas tempat duduk, aula, dan musala yang bisa digunakan oleh pengunjung.
“Dan itu diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan pemerintah dan juga para wisatawan,” katanya.
Bangunan musala yang diperuntukan sebagai tempat ibadah bagi pengunjung. (Foto:Burdu/banthayoid)
Sebelum masuk dalam kategori cagar budaya, Nurmiati mengungkapkan benteng ini masih terlihat kumuh serta dipenuhi semak belukar. Sehingga pada saat itu masyarakat tidak mengenali peninggalan ini sebagai benteng bersejarah di Gorontalo.
"Saya bersama suami saya sudah dari tahun 1992 dipercayakan menjaga benteng ini. Saat itu di tempat ini masih dijadikan perkebunan warga setempat. Selanjutnya, benteng ini ditemukan oleh seorang imam dan meminta agar pemerintah bisa membenahinya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tambahnya, seiring perkembangan zaman, wisawatan yang mengunjungi lokasi ini terbilang minim, meski hari libur.
Salah satu fasilitas yang bisa di temui di Benteng Orange. (Foto:Burdu/banthayoid)
"Biasanya hanya tiga, dua orang yang berkunjung dalam waktu seminggu. Dan untuk biaya masuknya sesuai dengan keikhlasan mereka,” tutup Nurmiati.
----
Reporter : Rahmat Ali
Editor : Febriandy Abidin