Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
GORONTALO - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Gorontalo menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Menurut MUI, jangan sampai wabah membuat masyarakat acuh terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah. Seperti mengeluarkan regulasi yang justru menimbulkan hal yang tidak baik.
ADVERTISEMENT
Ketua MUI Provinsi Gorontalo, Aburrahman Abubakar Bahmid mengatakan, penolakan terhadap RUU HIP telah disepakati oleh MUI Pusat. Melalui maklumat.
Maklumat yang dikeluarkan oleh MUI tersebut berisi delapan butir. Salah satu maklumat menyatakan bahwa, RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila. Hal itu sebagaimana termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
MUI menilai, Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila. Adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP telah mendegradasi eksistensi Pancasila.
Abdurrahman menuturkan, pihaknya menginginkan penguatan kepada seluruh anak bangsa dan semua orang. Agar masalah ini bisa disadari bersama.
“Khawatirnya wabah ini bisa jadi pengalih kita. Sehingga keluarnya regulasi itu justru bisa menimbulkan hal yang tidak baik,” ucap Abdurrahman. Selasa, (16/6).
ADVERTISEMENT
Kata dia, beberapa indikasi dari RUU HIP ini di antaranya, adanya peyusupan aturan yang bisa merugikan negara. Adanya penyusupan dalam undang-undang untuk membangkitkan komunisme. Dan tidak menjadikan Pancasila dimasukan secara keseluruhan.
“Karena ada indikasi seperti ini, kami ingin menyatakan undang-undang ini tidak perlu diteruskan. Perlu ditolak,” ujarnya.
Untuk saat ini kata dia, MUI melakukan penolakan dengan mengeluarkan maklumat. Kemudian MUI menginginkan seluruh umat untuk bergerak.
Karena menurutnya, gelombang penolakan membuat para pembuat kebijakan akan berpikir. Jika masyarakat diam, maka akan dianggap setuju. Hal itu yang tidak diinginkan oleh pihaknya.
Jika nantinya Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila ini diberlakukan, kemudian hari masyarakat menolak, kata dia, efeknya akan tidak bagus. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak kemarahan dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Yang kami inginkan, keseluruhan RUU ini ditolak,” ia menegaskan.
MUI Gorontalo berharap agar masyarakat ikut berkontribusi terhadap penolakan ini. Misalnya melalui media sosial.
“Nyatakan penolakan merupakan bagian kontribusi,” tandasnya.
Akademisi Fakultas Hukum di Universitas Ichsan Gorontalo, Jefri, menjelaskan kontroversi RUU HIP ini. Menurutnya, dalam lahirnya RUU, tentunya menampilkan dasar konsideran dalam bentuk pasal-pasal. Misalnya, tentang pelarangan Partai Komunis dan penyebaran paham Leninisme.
“Tapi tidak dimasukan,” ucapnya.
Kata dia, sebelum lahirnya RUU, idealnya naskah akademik harus ada. Sifatnya wajib. Fungsi naskah akademik itu menjelaskan mengapa beberapa hal seperti pelarangan Partai Komunis tidak dimasukan.
“Ini kemudian bisa memberikan kejelasan kepada publik,” ujar Jefri.
Mengenai pasal-pasal pemerasan Pancasila, seperti memasukan istilah trisila dan ekasila, ia mengatakan bahwa hal itu adalah sejarah panjang lahirnya Pancasila.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno, pada 1 Juni 1945 menawarkan istilah Pancasila. Soekarno mengatakan, Pancasila itu ada lima. Namun, jika tidak disetujui maka diperas menjadi tiga. Jadi Trisila. Isinya, sosio nasionalisme; sosio demokrasi dan ketuhanan yang berkebudayaan. Bila tidak disetujui maka diperas lagi menjadi ekasila, yaitu gotong royong.
Memperkenalkan istilah trisila dan ekasila, kata Jefri, merupakan pilihan yang diberikan oleh Soekarno pada saat itu. Pada RUU HIP, seharusnya pilihan-pilihan seprti itu di masukan.
“Bagi kami sendiri menganggap itu sangat keliru, karena Pancasila sudah final,” imbuhnya.
-----
Reporter : Fadhil Hadju