Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID, GORONTALO - Polres Gorontalo Kota mencatat, kasus awal panah wayer terjadi di tahun 2017. Sejak tahun itu hingga akhir 2019 telah terjadi 21 kasus panah wayer. Sebanyak 19 pelaku berhasil diamankan. Korbannya berjumlah 14 orang. Rata-rata pelaku masih di bawah umur. Tren kasus panah wayer membuat sebagian masyarakat enggan beraktivitas di malam hari.
ADVERTISEMENT
Dosen psikologi manajemen di Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Novianty Djafri, memberi komentar soal maraknya kasus panah wayer di Kota Gorontalo.
“Untuk kasus ini sebenarnya butuh perhatian serius dari keluarga," katanya.
Ia menilai, kasus panah wayer terjadi karena kekurangan fungsi pendidikan keluarga yang menjadi media didik awal pembentukan kepribadian dan perilaku anak.
Berfungsinya pendidikan keluarga dapat mengetahui perkembangan kognitif anak, sehingga fungsi kontrol juga terlaksana. Pendidikan keluarga bukan hanya memberikan nilai-nilai kepribadian tetapi juga sosial.
Peran keluarga bukan hanya membentuk anak dalam konteks biologis, tetapi juga sosiologis. Selain keluarga, pendidikan awal anak adalah lingkungan, yang bisa menjadikannya lebih memperkuat nilai-nilai sosial.
"Jangan serahkan sepenuhnya pendidikan anak ke sekolah formal. Sekolah informal itu yang paling penting," terangnya.
ADVERTISEMENT
Lingkungan juga menurut Novianty harus menjadi penegak hukum awal. Sebelum ditindak penegak hukum, seharusnya ditindak dulu di kelurahan atau desa.
Namun menurutnya, solusi dari persoalan panah wayer adalah mengajarkan anak di pendidikan informal. Karena melihat dasar masalahnya bahwa anak kekurangan kecerdasan emosional. Hal itu ada difungsi perhatian keluarga.
“Kecerdasan emosional harus di asah, terutama akhlak," imbuhnya.
Dosen ilmu sosial UNG, Funco Tanipu juga memberi komentar soal maraknya panah wayer di Kota Gorontalo. Ia menilai bahwa hilir permasalahan terjadi karena kegagalan model pendidikan yang terlalu parsial, berorientasi sebatas angka yang kuantitatif. Bukan kualitatif.
Sehingga menurutnya perlu revolusi model pendidikan yang berbasis pada kearifan lokal.
Selain pendidikan formal, pendidikan informal juga perlu ditingkatkan. Seperti peran lingkungan, baik kelurahan, desa, masjid dan lembaga sosial mesti menjadi instrumen penting dalam membangun kultur pendidikan luar sekolah yang berbasis moral dan kearifan lokal.
ADVERTISEMENT
Untuk hukuman, pola represif menangkap, memenjara, dan menghukum penting bagi penanganan skala darurat. Tetapi untuk jangka panjang perlu pola pengasuhan oleh guru yang harus lebih panjang. Tidak saja di sekolah, namun juga di luar sekolah.
"Untuk kelompok-kelompok pemuda perlu diadakan penyatuan dengan membangun komunitas pemuda kreatif dan menerapkan sistem sosial yang menolak bentuk kekerasan dan kriminal," tutup Funco.
----
Reporter : Ahmad Sawal