Pengaruh Pola Asuh Keluarga Terhadap Tindak Kriminal Panah Wayer

Konten Media Partner
9 November 2019 10:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pinkan Aprilia warga Kelurahan Siendeng, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo, menjadi korban penembakan panah wayer beberapa waktu lalu. Sabtu, (9/11).  Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pinkan Aprilia warga Kelurahan Siendeng, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo, menjadi korban penembakan panah wayer beberapa waktu lalu. Sabtu, (9/11). Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID, GORONTALO - Dalam dua tahun terakhir, panah wayer menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Gorontalo. Maraknya penggunaan senjata tajam yang bisa dilesatkan dari jarak jauh ini semakin meresahkan karena pelakunya menyasar siapa saja. Akibatnya, banyak korban yang memang tidak mengenal pelaku. Sehingga tidak salah jika kejahatan semacam ini dikategorikan sebagai Random Violence. Kekerasan yang dilakukan oleh orang yang tidak peduli siapa korbannya dan alasan atas tindakannya.
ADVERTISEMENT
Panah wayer adalah senjata tajam yang secara teknis penggunaannya mirip seperti katapel, namun yang dilesatkan adalah potongan besi yang ujungnya sudah dimodifikasi menjadi runcing dan bergerigi.
5 buah panah wayar bersama pelontar yang diamankan Polisi. Foto : Dok Banthayo.id (Rahmat Ali)
Senjata tajam ini sudah dikenal oleh masyarakat sekitar tahun 2000-an. Dari beberapa sumber, senjata ini pertama kali digunakan di beberapa daerah konflik di Indonesia. Kata ‘wayer’ sendiri sama persis dengan nama salah satu distrik di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, Indonesia. Namun tidak dapat ditemukan sumber yang menguatkan bahwa ada hubungannya nama senjata ini dengan wilayah tersebut. Sehingga barangkali, memang tidak ada hubungannya antara nama ini dengan wilayah tersebut.
Sebelumnya, pada tujuh tahun belakangan, panah wayer sudah berkembang di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Sejak tahun 2012 hingga sekarang, kasus-kasus panah wayer masih menjadi bahasan serius di media-media massa di daerah tersebut. Sedangkan Provinsi Gorontalo secara geografis, merupakan daerah tetangga dari Sulut.
ADVERTISEMENT
Tren Kasus Panah Wayer di Kota Gorontalo
Ilustrasi anak panah. Foto: Unsplash
Data yang dihimpun Banthayo.id dari Polres Gorontalo Kota terkait kasus panah wayer, menunjukkan, kasus ini pertama kali terjadi di Kota Gorontalo pada Januari 2017. Sejak kejadian itu, kemudian kasus-kasus lainnya bermunculan.
Jika dilihat, sepanjang tahun 2017 saja, sudah terjadi delapan kasus panah wayer yang berhasil dicatat oleh Polres Gorontalo Kota. Dari delapan kasus tersebut, masih ada tiga kasus yang pelakunya belum terungkap.
Lebih lanjut, di Februari 2018, terjadi satu kasus penembakan menggunakan panah wayer. Dari pengembangan kasus tersebut, tim patroli Polres Gorontalo Kota berhasil membekuk dua pelaku penembakan tersebut pada waktu yang sama di dua lokasi berbeda. Sedangkan satu kasus sisanya merupakan kasus ditemukannya senjata panah wayer pada saat tim patroli melakukan razia di penghujung tahun 2018, yakni di bulan November. Total di tahun 2018 hanya ada empat kasus panah wayer yang ditangani oleh Polres Gorontalo Kota.
ADVERTISEMENT
Namun di tahun 2019, kasus panah wayer kemudian meningkat signifikan. Data terakhir di bulan November 2019 saja, tercatat sekitar sembilan kasus panah wayer yang sudah ditangani oleh Polres Gorontalo Kota sepanjang tahun 2019. Kasus terakhir, di dua hari kemarin terjadi di Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo. Dalam kasus tersebut, seorang gadis berusia 17 tahun harus dilarikan ke rumah sakit karena dua pria yang tak dia kenal melontarkan panah wayer dan mengenai paha kananya.
Jika dilihat dari sejumlah kecamatan di Kota Gorontalo, dari sembilan kecamatan yang ada, kasus terbanyak yang tercatat ditemukan di Kota Selatan dan Dungingi. Masing-masing tercatat empat kasus terjadi di daerah ini. Menyusul Sipatana tiga kasus, Kota Tengah tiga kasus, Dumbo Raya tiga kasus, Kota Timur tiga kasus, dan Kota Utara satu kasus. Sedangkan Kecamatan Hulonthalangi dan Kota Barat sama sekali tidak ditemukan kasus panah wayer, baik kasus penemuan panah wayer saat razia maupun penembakan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan jika dihitung, korban panah wayer sejak 2017 hingga 2019 mencapai 14 orang. Kasus yang berhasil ditangani pada periode itu berjumlah sedikitnya 21 kasus dengan 19 pelaku yang sudah berhasil dibekuk oleh Polres Gorontalo Kota. Lima pelaku dalam 21 kasus tersebut saat ini statusnya masih dalam proses lidik. Selain itu, jika dilihat usia, dari total 19 pelaku yang berhasil dibekuk, 12 pelaku berusia di antara 13 hingga 19 tahun, sedangkan tujuh sisanya berusia antara 20 hingga 23 tahun.
Melihat dominasi pelaku yang rata-rata di bawah umur, perlu untuk kemudian melihat kasus ini dari sudut pandang psikologi remaja. Bagaimana remaja bisa terlibat dalam perilaku kekerasan?
Sukma Nurilawati Botutihe, seorang psikolog yang juga merupakan dosen di Universitas Negeri Gorontalo (UNG) mengasumsikan, perilaku remaja ini terkait dengan perubahan zaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi. Sehingga dampaknya pada perubahan sosial.
ADVERTISEMENT
Perubahan sosial ini secara luas menurutnya berdampak pada perubahan perilaku termasuk perilaku agresif remaja.
Muhammad Tasdik, salah seorang korban panah wayer. Foto : Dok Banthayo.id (Renal Husa)
“Intensitas relasi yang kuat antara kita dengan teknologi menjadikan teknologi sebagai role model yang penting, terutama pada anak remaja. Segala apa yang ia tangkap dari teknologi yang diakses melalui gawai, menjadi model yang akan ia imitasi. Konten-konten kekerasan yang ia lihat melalui film maupun yang ia mainkan di dalam gim, cenderung akan diimitasi olehnya," katanya.
Selain itu, lingkungan sosial yang agresif ikut memengaruhi tindakan dan perilaku remaja. Karena dalam perkembangannya, remaja menjalin relasi sosial dengan teman sebaya atau orang di luar lingkungan keluarganya. Sehingga ketergantungannya berubah dari orang tua menjadi kepada teman. Jika lingkungannya kemudian melakukan perilaku kekerasan, maka besar kemungkinan remaja akan ikut terbawa perilaku tersebut.
ADVERTISEMENT
Maka menurutnya, pola asuh keluarga menjadi hal yang mesti diperhatikan untuk mengendalikan sifat agresif remaja. Karena remaja yang tumbuh dan dibesarkan di lingkungan dengan pola asuh yang terbiasa menjadikan kekerasan sebagai cara mengatasi masalah, akan mudah menjadikan kekerasan sebagai perilaku yang lazim dilakukan.
Tiga pemuda yang diduga pelaku panah wayer saat diamankan di Polres Gorontalo Kota, pada Februari lalu. Foto : Istimewa
“Remaja yang berada pada tahap transisi dalam perkembangannya sarat dengan kondisi kritis. Sehingga menjadikan mereka sebagai generasi yang rentan. Hal ini membuat remaja mudah dipengaruhi, termasuk pengaruh untuk melakukan perilaku kekerasan (panah wayer),” tutupnya.
Muhammad Munawir, dalam makalah penelitiannya yang berjudul “Dampak Perbedaan Pola Asuh terhadap Perilaku Agresif Remaja di SMA 5 Peraya” yang dimuat dalam prosiding Seminar Asean, Psychology and Humanity (2016), menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang baik terhadap anak telah berkorelasi dengan lebih rendah pada perilaku agresif anak. Sebaliknya, lemahnya pola asuh dari orang tua terhadap anak dapat berkorelasi terhadap perilaku agresif anak.
ADVERTISEMENT
“Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Shahida, (2013). Bahwa pola asuh orang tua yang baik akan menghindarkan anak untuk berperilaku agresif. Dari bukti empiris tersebut, pola asuh orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk menghindarkan anak berperilaku agresif,” tulisnya.
11 pelajar pelaku panah wayer di Kota Gorontalo berhasil diciduk aparat kepolisian Polres Gorontalo Kota. Foto : Istimewa
Selain itu, studi lainnya mengungkapkan bahwa anak yang mengalami kekecewaan, tidak adanya kasih sayang dan tidak pedulinya orang tua, membuat mereka lebih senang berkeliaran di luar rumah. Sehingga mereka semakin tidak terkontrol perilakunya.
Bahkan anak yang mengalami stres dan frustrasi atas masalah yang dihadapinya, dan orang tua membiarkan tanpa memberi bantuan dan jalan keluar untuk memecahkan masalahnya, akan lebih memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Seperti menggunakan narkoba, minum-minuman beralkohol sampai dengan melakukan perkelahian.
ADVERTISEMENT
Munawir juga mengutip pernyataan dari Van & Janssens pada 2002 yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua yang baik akan menjadi tempat perlindungan anak dari perilaku yang menyimpang dan akan menjadi penyemangat bagi remaja untuk menjalani kehidupan sehari-harinya. Bahkan pola asuh orang tua dapat dijadikan sebagai bimbingan dan didikan yang mampu mengarahkan perilaku anak sehingga mudah dikontrol.
NG alias Iman, pelaku panah wayer berhasil ditangkap polisi. Foto : Istimewa
“Tingginya koefisien jalur pola asuh orang tua terhadap perilaku agresif, karena kekurangan penguatan yang dapat memperkuat dan mempertahankan pola asuh orang tua yang diterima individu. Pola asuh orang tua yang diberikan kepada individu merupakan hal yang penting untuk menghindarkan diri dari perilaku agresif. Namun pola asuh orang tua yang diterima individu, bias menjadi rendah dan lemah jika tidak ada kemampuan individu untuk menyesuaikan atau mempertahankan,” tulis Munawir dalam penelitiannya yang dimuat di prosiding Psikologi dan Kemanusiaan ke Dua, Universitas Muhammadiyah Malang.
ADVERTISEMENT
----
Reporter : Wawan Akuba